•Don't Go•

9.6K 670 164
                                    


Happy Reading!

ARA’S

*Note: Play lagu yang menurut kalian paling sedih, dan jangan lupa siapin tissue!

• • •

Ara mengerjapkan matanya yang pedih, mengedarkan pandangannya dengan mata sayu. Kamar nuansa abu-abu, jejeran foto dirinya bersama Azam, dan gitar hitam.

Oh, kamar Azam. Ara kembali memejamkan matanya dengan tenang karena matanya sangat-lah berat untuk bangun.

Sebentar...

Kamar Azam?!

Matanya langsung melotot, ia segera menolehkan kepalanya kesamping dan menghembuskan nafas sangat lega saat tak ada lagi Azam disebelahnya. Dengan gerakan kilat, Ara keluar selimut dan berlari kearah pintu.

Sial! Pintu itu terkunci tepat dibagian atas!

Kelemahannya agar tak dapat kabur keluar kamar saat Azam tertidur agar ia tidak keluyuran dirumah. Itu, biasanya. Namun, apakah sekarang ini tetap berlaku?

Ara meneguk ludahnya kasar saat mendengar pintu kamar mandi yang terbuka. Ia panik, ia harus apa?!

Ara kembali berusaha menggapai kuncian itu dengan lompatan kaki mungilnya, namun tetap saja tak sampai dijangkauannya. Kemudian terkesiap, saat wangi musk yang khas itu menyebar di indera penciumannya yang membuatnya semakin gugup.

“Ara mau keluar.” Ujarnya berusaha bernada biasa saja tanpa berbalik.

Azam masih diam dengan tampang lempengnya dan handuk yang masih melilit dipinggang.

“Ajim!” Panggil Ara, menolehkan kepalanya kesamping untuk menatap Azam dari sudut mata kemudian menundukkan kepala.

“Kamu marah?”

Ara terdiam. ‘Tuh, kan, Ara harus jawab apa?!’ Bathinnya frustasi, tertekan sendiri.

“Ara mau sekolah, Ajim. Bukain kunci.” Ujarnya mulai keras dan melawan, berusaha mengendalikan hatinya yang tercabik dan tangis yang ingin pecah.

“Karena apa?” Azam masih ingin meminta kejelasan.

Ara menghirup nafasnya dalam-dalam, menghapus dengan cepat air matanya yang mengalir kemudian segera berbalik menghadap Azam meski dengan hati bimbang. “A-ajim masih tanya kenapa?” Tanya Ara tajam dengan nafasnya yang mulai tersendat.

Azam hanya bergumam sebagai jawaban, netranya menatap Ara dalam dan sedikit meredup.

Ara mengalihkan pandangannya kesamping karena tak kuat menatap mata itu, “Karena Ajim sendiri. Ajim pergi semalaman itu kemana aja? Ajim main basket, kah? Paskibraka, kah? Atau... Pergi ketempat orang dewasa?” Tanyanya beruntun dengan suara bergetar. Ia menepis pelan tangan Azam yang tengah menghapus air matanya, namun lelaki itu tetap kembali menghapusnya meski telah ia tepis berkali-kali.

“Maaf.” Ucap Azam, tak seperti biasanya yang bernada membujuk. Ia menahan tangannya dipipi Ara meski gadis itu terus berusaha menyingkirkannya.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang