•Tamparan Keras•

13.3K 776 74
                                    

Happy Reading!

ARA’S

• • •

Azam melangkahkan kakinya dengan mantap menuju kelas Ryan. Dia harus menemui lelaki itu dan berbicara empat mata saja. Entahlah, mungkin tak hanya sekedar berbincang. Tidak mungkin!

Ia mengetuk dengan keras pintu kelas yang jelas sudah terbuka itu, seketika semua pasang mata menatapnya. Kecuali, dua manusia yang kini tengah asik pada dunia mereka sendiri, sang lelaki yang kerisihan dan membentak agar menjauh sementara sang gadis menggeleng seraya mengambil lagi tangan laki-laki itu.

“Rai, Rai. Ada Azam, Rai.” Celetuk salah satu siswi pelan, ketakutan namun juga terpesona oleh sosok Azam.

Ryan menghempas tangan itu dengan pandangan tajamnya, “Berhenti dekat gue karena gue nggak mau sama lo!” Ketusnya kejam dan segera berjalan dengan santai menuju Azam. Wajahnya yang emosi segera berganti menjadi biasa dan datar. “Ada acara apa? Belum ada reunian. Tumben?” Cerocosnya malas. Jarang sekali, bahkan tidak pernah Azam yang notabene-nya adalah musuhnya, menjemputnya kekelas.

Azam mengerjap sekali, “Gue mau ngomong.” Setelah mengucapkan tiga kata itu ia langsung berjalan meninggalkan Ryan dibelakang.

Ryan mengedikkan bahunya acuh dengan bibir tertekuk kebawah, namun tetap menyusul Azam seraya menyamakan langkah mereka yang lebar. Tinggi yang sama, namun perbedaan ekspresi wajah yang begitu kentara, membuat semua siswi tak berdaya dan lemas karena dilewati oleh dua cassanova sekolah mereka.

“Mau kemana, sih? Gue nggak ada waktu kalau lo ajak gue baku hantam.” Ucap Ryan terlalu santai.

Azam tak menggubris, terus berjalan dengan tatapan dingin dan menusuknya hingga mereka tiba ditaman yang sepi karena proses belajar mengajar tengah berlangsung. Tentu saja, Azam keluar kelas dengan alasan seorang kapten basket.

“Jauhi Ara.” Tembak Azam langsung tanpa membalikkan tubuhnya. Ryan berdiri dibelakang tentu saja segera menautkan alisnya tak terima. “Cukup kemarin aja kita terlibat karena satu cewek.” Lanjutnya dingin.

Ryan menggeleng takjub, ia berjalan kedepan dan segera menghadap Azam. “Gue nggak peduli, Zam. Kita terlibat karena satu cewek yang sama berarti emang garis takdirnya begitu.” Ucap Ryan tak senang, darah putih perlahan mengalir keubun-ubunnya.

“Gue sayang dengan Ara–”

“Lo kira gue enggak? Bah–”

Stop! Gue belum selesai ngomong.” Bantah Azam keras yang membuat Ryan mengalihkan pandangannya dari wajah yang menurutnya menyebalkan itu.

“Gue nggak bisa sembarangan ngelepas dia gitu aja kelaki-laki lain. Terlebih lo yang—”

“Suka main cewek?” Potong Ryan langsung dengan decihannya, “Seburuk apa, sih, gue dimata kalian sampai ngeremehin gitu? Mentang-mentang kebiasaan gue yang buruk, gue nggak pantas dengan Ara?” Tanyanya, maju satu langkah. “Gue juga punya hati, Zam! Se-brengseknya gue, sebanyak apapun cewek yang ada disekitar gue, tetap aja hanya ada satu cewek yang menetap dihati gue. Bahkan, sejak belasan tahun lamanya.” Ucap Ryan panjang lebar. Ajaib, bukan? Biasanya, bukan tipe dia banyak omong seperti ini. Dia hanya akan mengandalkan otot dan pukulan.

Azam menghela nafas gusar, ia bisa menangkap bagaimana Ryan menatap Ara kemarin. Tatapannya berbeda dan tak pernah ia temui saat lelaki itu sedang bersama gadis lain. Lebih lembut dengan pupil membesar. Bukankah, itu tatapan cinta?

“Secara nggak langsung, lo suruh gue kembali mengalah?” Tanya Ryan dengan nada tak percaya, “Lo kira enak, mengalah seperti itu?!” Tanyanya lagi dengan nada meninggi. Bahkan, Ryan yang tengah membuang pandangan kembali menatapnya tajam.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang