•Cie, Baikan•

10.1K 770 92
                                    

Dan akhirnya aku memilih lanjut karena mengikuti anjuran readers!

Happy Reading❤

ARA’S

WARNING!🙌

KAWASAN BERGULA!

• • •



Ara kembali menggeleng keras dengan tangan terlipat didepan dada dan pipi menggembung kesal saat suapan sendok itu berada tepat didepan mulutnya.

“Ada orang, dia itu butuh tapi sok nggak butuh.”

Ara memicing, masih enggan menatap lelaki yang duduk disebelahnya. Lelaki yang baru saja menampakkan batang hidung setelah selama berminggu menghilang. Enaknya, ya?

“Ada orang yang setiap malam nangis pengen seseorangnya pulang, giliran datang, eh malah dianggurin.”

Ara mulai merasa tersinggung. Namun ia tetap teguh untuk mendiamkan Azam. Lelaki itu sudah keterlaluan!

“Terus ada orang, yang sebenarnya dia itu kangen tapi gengsian.”

Ara mengerjap. Itu dirinya, bukan?

“Dia juga pengen dicium, tapi tetep mertahanin jual mahalnya. Tenang aja, dia itu nggak bisa dihargai, kok. Walau dengan nyawa sekalipun.”

Gotcha! Tidak meleset, itu adalah Ara sekali.

“Dan menariknya lagi, orang itu lagi kepanasan pipinya.”

Wajah Ara yang sempat normal kini kembali menggembungkan sebelah pipi, kali ini bukan karena kesal, melainkan karena menahan senyum. Ah, sempat-sempatnya tersipu saat perutnya tengah melilit! Ia menatap kearah wajah itu, wajah tampan yang kini mengembangkan senyum.

“Izin, dong!” Azam menaikkan satu tangannya seolah sedang berbicara dengan guru.

Ara menautkan alisnya, memandang Azam malas padahal ia penasaran. Dasar cewe!

“Izin peluk princess-nya sendiri, boleh, nggak?”

Ara masih memandangi wajah Azam, lalu melengoskan pandangannya kesamping.

“Oh, berarti cium boleh lah, ya.”

‘Boleh, Ajim!’

“Hem, kalo diem artinya minta dipeluk terus cium!”

Ara terbelalak, baru saja ingin melontarkan protes dirinya sudah masuk kedalam dekapan hangat yang selalu membuatnya nyaman, lembut dan penuh kasih sayang. Tak sampai disitu, wajahnya pun dikecupi berkali-kali oleh Azam yang membuatnya kegelian dan berusaha menjauh, “Geli, tau!” Teriaknya melotot dan menangkup wajah Azam agar berhenti mengecupinya.

Azam tersenyum puas, lalu menaruh Ara dipinggiran kasur dengan dia yang duduk dikursi hingga mereka berhadapan, “Sekarang, makan.” Dia mengambil mangkuk berisi bubur, kembali menyodorkan sendok didepan mulut Ara.

Ara kembali menggeleng kuat seraya menutup mulutnya dengan jemari, “Nggak mau!” Teriaknya, lalu meringis kesakitan.

Azam menghembuskan nafasnya pelan, Ara tak bisa dikerasi jika sudah seperti ini, juga selamat dari gigitan macan kelaparan. “Tuh, kan, sakit. Tiga sendok aja, terus minum obat.” Ujarnya lembut dan meneduhkan tatapan.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang