Terkadang, rasa ingin sekali mengeluarkan sisi lainku yang lama tersembunyi selalu mencuat kepermukaan pemikiranku, saat melihat seseorang dengan lancangnya menatapmu kagum. Bahkan sampai menyentuh ragamu yang hanya, milikku.
-Azam-
• • •
Matahari menyengat langsung kekulitnya yang terbuka. Keringat tak berhenti keluar dari pori pori, kulit yang begitu sensitif berubah bermerahan.
"Ara, masih kuat?" Dhiya, sudah berkali kali gadis itu menghapus air air yang timbul dipermukaan kulit Ara, namun selalu saja sia sia. Wajahnya selalu tampak panik sambil celingukan untuk mencari guru atau petugas PMR untuk membawa Ara ke UKS.
"Ara masih kuat kok, Ya. Tenang aja." Dengan bibirnya yang pucat, masih saja ia mengukir senyuman manisnya, bahkan kegelisahan dia berdiri ditempatnya benar benar kentara.
"Nggak nggak, pokoknya lo harus dibawa ke UKS, lo kuat dulu ya? Gue mau cari petugas PMR-nya. Tapi kemanaan sih mereka?!" Ditengah matanya yang sibuk menelisik sekitar, masih saja ia menemukan kumpulan laki laki yang memandang kearah Ara sambil tersenyum dan berbisik tidak jelas dengan teman temannya, membuat Dhiya merasa sangat jengkel dibuatnya.
"Yaya." Ara memegang pundak Dhiya lemas, "Kalau nggak ada, nggak apa apa kok, ini sebentar lagi kelar kan?" Tanya gadis itu dengan tangan yang tak henti menguruti kepalanya sendiri.
"Terus mau nunggu elo pingsan dulu baru panggil petugasnya?" Tanya gadis itu marah.
Sementara Ara menampilkan seluruh deretan gigi rapinya.
"Masih aja cengengesan!" Ujar Dhiya tak santai membuat Ara memanyunkan bibirnya kedepan dengan mata yang mendelik kearah teman barunya.
"Dia kenapa?"
"Hah." Dhiya berbalik, menemukan lelaki putih dan jangkung dengan rambut panjang kecokelatan yang sedikit terjuntai kebawah. Matanya kembali melirik kearah Ara yang masih sibuk tertunduk dengan tangan yang tidak berhenti memegang dahi. "Dia sakit, lo bisa tolong bawain ke UKS?"
Lelaki itu menatap Ara dan Dhiya bergantian, bingung.
"Eh jangan, Ya. Ara masih kuat kok! Suer." Ia mengeluarkan jari tengah dan telunjuknya bersamaan.
Dhiya mendelik kearah Ara, "Lo diem!" Ia kembali berbicara pada lelaki didepannya, membiarkan Ara yang mengomel tidak jelas disebelahnya, "Lo bisa tolong kagak? Gue mau banget anter dia ke UKS, tapi takut pingsan dijalan dan nggak ada yang angkat."
Lelaki itu mengangguk, "Ya bisa aja sih," Ia berjalan kearah Ara namun kembali berhenti karena gadis itu yang ikut memundur, "Kok takut? Gue cuma mau bawa ke UKS, nggak ke hotel kok." Ujarnya dengan nada yang begitu menjengkelkan ditelinga Ara.
"Bu-bukan gitu." Ara hanya tersenyum tipis kearah lelaki itu, lalu kembali memusatkan perhatiannya pada Dhiya, "Yaya, tolong panggilin Ajim aja." Ujarnya memohon.
"Ajim kesini lo keburu pingsan, gitu? Lagian gue ikut kok dibelakang elo." Ujar Dhiya dengan senyumnya.
Ara mengangguk, Dhiya tersenyum lega dan Lelaki yang tidak diketahui namanya itu mulai mendekat kearah Ara.
"Gue rangkul nggak apa apa kan? Cuma rangkul doang, nggak ada unsur pemaksaan atau-"
"Udah bopong aja cepetan." Cetus Dhiya langsung takut Ara mendadak terpingsan.
"Iya takut dianya ketakutan aja." Katanya melirik tajam kearah Dhiya, sementara gadis itu masih menggerakkan tangannya yang berarti 'cepat'.
Perlahan Lelaki asing itu melingkarkan tangannya dipundak Ara, meski terasa sedikit canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...