Happy Reading!
Sabtu ini, dihitung telah masuk satu minggu renggang antara dirinya dengan Azam. Dia menghindar, Azam pun tak mengejar. Dia melengos, ternyata Azam tidak melihatnya. Anehnya, saat dia menoleh, Azam sedang menatapnya.
Terus seperti itu saat mereka sedang disekolah yang membuat Ara merasa kesal sendiri. Dan, lagi-lagi pasangan couple goals itu menjadi gosip hangat bagi warga sekolah karena kerenggangan hubungannya.
Ara tidak sanggup berlama disituasi seperti ini. Bukannya sembuh, hari-harinya malah sangat berat dan terasa semakin berjalan lama jika tanpa lelaki itu. Dia menyesal, apa Azam marah dengannya? Apa Azam kini benci dengannya? Bagaimana kalau Azam sudah ada gadis lain selain dirinya?
“NGGAK MUNGKIN!” Ara berteriak sendiri sembari berdiri sangat yakin diatas kasur, matanya memicing dengan napas memburu, “Ajim cuma punya Ara. Awas aja kalau ada cewek lain didekat Ajim, bakalan Ara teriakin abis-abisan, terus Ara gigit kupingnya, Ara tarik pake taring daging tangannya sampe lepas! Terus, Ara tarik rambut Ajim kuat-kuat. Eh, enggak, Ara gigit idung Ajim sampai pesek!” Dalam pikiran dan bayangannya, dia sudah berlaku menakutkan sekali seperti sinetron Ganteng-Ganteng Serigala seperti yang dia tonton setiap sore.
Dari berdiri gagah, Ara menggelosor malas kekasur dengan posisi tengkurap, lalu berguling-guling kesamping hingga bunyi benturan keras menggema diruangan kamarnya yang sunyi itu.
Ara mendudukkan diri diatas lantai, lalu mengusap dahinya yang terbentur seraya merengek kesakitan. “Jahat banget, sih, jadi lantai!” Teriaknya kesal, menaruh tubuh atasnya dikasur lalu menarik sprei untuk bergerak lebih keatas.
Kesepiannya semakin menjadi-jadi karena Ayah dan Bunda kembali keluar kota dan Nathan sibuk dengan teman-temannya. Hanya Azam yang selalu ada disisinya. Dan sekarang dia merasa sangat kesepian.
Dengan gerakan malas, tangannya meraba-raba permukaan kasur. Namun, benda yang dia cari tidak juga ditemukan. Dia mendudukkan diri, celingukan mencari benda pipih berwarna pink itu. Tapi, tidak juga tertangkap di indra penglihatannya.
Dia ingat, terakhir dia mengunjungi kamar Azam entah untuk apa. Untuk melepas rindu, mungkin?
Dia memicing saat menemukan handphone-nya yang tergeletak indah diatas kasur milik Azam, mengambilnya cepat dan segera berbalik. Namun, satu hal yang menarik perhatiannya agar kembali berbalik. Kalung.
Ara segera mengambilnya, sebuah kalung perak dengan liontin A yang seperti berlimpit dua. Dia tersenyum, “Cantik, ih.” Pujinya merengek seperti ingin memiliki, namun harus kembali menaruhnya ditempat semula karena Azam mengajarkan, bahwa apa yang bukan milik kita, maka kita tidak boleh mengantunginya.
• • •
“Jadi, Ara harus apa, Yaya?” Tanya Ara merengek, uring-uringan diatas kasur dengan handphone tertempel ditelinga.
“Minta maaf, Ara. Bilang pelan-pelan, pasti dimaafin, kok.”
“Tapi, kan, Ajim nggak pernah lagi main kesini. Dia jahat! Pasti dia lagi marah.” Wajah Ara sangat murung dengan bibir maju tidak terkendali lagi.
“Dia cuma ngasih ruang dan waktu untuk lo, biar lo secepatnya maafin dia.”
Ara duduk bersila diatas kasur, “Sekarang Ara nggak butuh ruang dan waktu lagi, Yaya!” Ujarnya blak-blakan.
“Ya minta maaf, ngomong secara langsung dan pelan-pelan. Ingat! Pelan-pelan. Jangan ada teriakan atau pukulan.”
Ara berpikir sejenak, menarik bola matanya keatas, “Yaya, gimana kalau ditelpon aja?”
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...