Sebelumnya, aku mau minta maaf yang sebesarnya karena nggak nepatin janji kemarin
:((Dan part ini, kita masuk part endiingggg. Ngga kerasa ya kan:/
Dah lah, yok lanjut ambyar!
_________________________________________
Ruangan serba putih dan bersih itu tampak damai. Matahari sore menelusup masuk kedalam celah-celah gorden navy yang sedikit terbuka. Ruangan yang terletak dilantai atas diantara gedung-gedung pencakar langit itu dipenuhi dengan berbagai macam peralatan medis, dibagian dinding juga digantung berbagai macam bentuk anggota tubuh dalam manusia.
Pintu terbuka perlahan, seorang gadis muncul dari sana dengan jas putih yang jatuh sampai kebawah lututnya. Wajahnya tetap sama, imut dan berbinar. Sedangkan tubuhnya yang proposional, semakin menjulang saja karena memakai high heels pendek dikaki putihnya.
Dia menghirup napas dalam-dalam, wangi obat-obatan yang menenangkan seakan membebaskan indera penciumannya dari bau amis-amisan sebelumnya.
Sebelum duduk dikursi kebesaran, terlebih dahulu menggantung jas-nya ditempat yang sudah disediakan hingga meninggalkan celana jeans putih dengan baju rajut toska melekat indah ditubuh bak model-nya. Kemudian berjalan dengan anggun dan teratur menuju wastafel yang sudah tersedia.
Ara menegakkan kepala, sembari bercermin tangannya juga digerakkan untuk dikeringkan. Dia mengernyit dengan kedua sudut bibir terturun kebawah saat melihat wajah dan rambut panjangnya yang hanya dicepol asal-asalan.
Sehabis melakukan operasi, Ara memang selalu malas melihat wajahnya sendiri dicermin dan akan cepat-cepat pulang untuk ber-bersih diri.
Pikirnya, untuk sekarang, kan, Azam tidak melihatnya.
Berbicara tentang Azam, kini cowok itu sedang melanjutkan kuliah ke-jenjang yang lebih tinggi agar ilmu manajemen bisnis semakin dia kuasai. Ditengah itu, tentu dia juga bekerja disebelah Tommy untuk membantu mengerjakan proyek dari negara asing yang fulus-nya terbilang tidak sedikit itu.
Kedua sudut bibir Ara terangkat saat melihat notif yang baru saja muncul dari handphone-nya.
Lancar?
Tangan Ara membalas ketikan tanpa melunturkan senyuman.
Alhamdulillah. Ajim gimana? Lagi ngapain? Udah belajar belum?
Ara memicingkan mata saat melihat disebrang sana Azam sedang mengetik.
Udah, bawel.
Lagi mikirin kamu.Tuh, kan! Ara sudah bisa menebak jawaban Azam akan selalu menggoda-nya!
Serius, ajim.
Kurang serius apalagi, sih, honey?
Eh, bentar ya.
Ntar aku vidcall.
Awas nggak angkat!
Shift kamu udah habis. I know that!
Lovyu.Ara memutar bola mata malas. Meski ekspresi seperti itu, wajahnya tetap mengeluarkan rona merah juga. Semakin jauh pulau yang membentang mereka, bahasa Azam semakin manis pula.
Ara tuh, masih malu!
"Tolong dong, sus. Luka Nya ini fatal, tau! Ntar kalau Nya mati, suster mau ganti rugi?! Enggak, kan?!"
"Ya sabar, mba. Saya tidah ahli dalam itu, sementara semua dokter sedang disibukkan dengan tugas mereka masing-masing."
Ara mengernyit saat mendengar suara interaksi didepan pintu ruangannya itu, dia segera berdiri dan berjalan tergesa untuk mengejar mereka yang sudah berjalan melewati pintu kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...