Ara menanti Azam dimejanya. Ia tersenyum tipis dan menggeleng sopan saat laki laki bergantian menawarkan untuk pulang bersama.Ara berdiri, untuk mengintip masih ramai atau sudah sepi keadaan sekolah. Ara lihat hanya dua tiga siswi yang berjalan ditengah lapangan. Ara menghembuskan nafas kecewa, ia mengambil tas bergambar LOL itu untuk disampirkan kepundaknya.
“Ajim dimana sih, kok lama jemputnya?” Ia berjalan melewati koridor yang sudah mulai sepi, ia memegang tali tasnya erat, melampiaskan rasa takutnya disana, “Ajim... Ara takut.” Katanya sambil melihat lihat sekitar.
Ia melewati lapangan utama, yaitu lapangan upacara untuk menuju gerbang. Ara memutuskan untuk menunggu digerbang saja jika Azam tak kunjung menjemput dirinya.
“Ara balik kekelas aja, lagi ya?” Ia menoleh kebelakang dengan ragu, ia mulai meneteskan air matanya, rasa takut yang semakin besar mulai menyelimuti seluruh raganya.
“Eh woi ada cewek tuh.”
“Weh, iya brad. Cantik lagi. Sikat boss!”
“Muluys, min.”
Bolamata Ara bergerak gelisah, ia menunduk dalam, kakinya semakin mempercepat laju jalannya, membawa ia pergi dari kumpulan senior urak urakan itu.
“Adek.”
Ara terkesiap saat ternyata tiga senior itu sudah berada tepat berada didepannya, Ara semakin ketakutan namun sebisa mungkin ia sembunyikan dengan tersenyum tipis. Karena, kalimat Azam selalu lengket dimemorinya, “Kalau ada laki laki yang gangguin kamu, jangan diliatin kalau kita sedang ketakutan atau mereka akan merasa menang telak.”
“Permisi dong kakak kakak, Ara mau pulang, udah dijemput.” Katanya.
Mereka bertiga saling pandang, ketiganya mengeluarkan senyuman miring ala mereka, membuat Ara semakin ketakutan, ia mundur beberapa langkah untuk menghindar.
Namun Ara bingung, mengapa mereka terdiam ditempat? Malah mundur beberapa langkah dengan mata yang menatap jauh kebelakang, Ara mengikuti arah pandang mereka dengan menolehkan kepalanya kebelakang.
Ajim. Laki laki itu datang lagi menyelamatkannya dari para lelaki berandalan. Ia tak tahan untuk tidak tersenyum lebar.
“Ngapain lo pada?” Tanya Azam dingin, perlahan melingkari tangannya dipinggang Ara.
“Santai bro, kami nggak bermaksud apa apa.” Ujar lelaki dengan sedikit tato dibagian lehernya. Hanya sedikit saja.
“Salah mangsa woi, minta maaf ke dia, cepat!” Ujar seseorang yang diyakini itu adalah boss mereka.
“Berlutut!” Ujar Azam dingin. Emosinya benar benar tersulut jika itu menyangkut Ara.
Ara terkejut, “Eh, nggak perlu, kak!” Ujarnya berbungkuk untuk menghentikan kegiatan mereka yang sudah menaruh lutut ditanah.
Ara mendongak menatap Azam, laki laki itu mengeluarkan tatapan tak suka kearah Ara, “Nggak boleh gitu, Ajim!” Ujar Ara mendelik.
Azam mendengkus kesal, ia menarik Ara agar mulai berjalan masih dengan tangannya yang terlingkar dipinggang gadis itu, “Urusan kita belum kelar.” Ujarnya dan benar benar pergi meninggalkan tiga lelaki tak beradab itu.
Azam mulai meng-gas motornya membelah jalanan jakarta dalam diam. Ara pun juga diam. Ia menaruh dagunya dibahu Azam.
“Ajim.”
“Hmm?”
“Kit—”
“Maaf tadi jemput kamu lama.” Azam memundurkan kepalanya agar berdekatan dengan Ara. Ia sedikit menyesal karena tidak menjemput Ara terlebih dahulu sebelum ke kamar kecil. Gadis itu, ditinggal sebentar saja sudah banyak sekali yang mengelilingi. Azam heran sendiri, ntah apa yang membuat mereka tertarik dari seorang Ara yang kekanak kanakan tak lupa tas gadis itu yang tak berbeda dari tas anak TK.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...