Happy Reading!ARA’S
• • •
Azam menghela nafasnya panjang.“Delapan kali.”
Azam mendelik kearah Nathan yang berbaring disebelahnya, ia mendengus kesal. “Itung aja terus.” Ucapnya malas, dan kembali menatap langit-langit kamar.
“Udah kelar belajarnya?” Tanya Nathan.
“Hm.”
Nathan diam, Azam pun ikut diam.
“Tumben?” Tanya Nathan akhirnya.
“Nggak tau.”
“Oh.”
Mereka sama-sama kembali terdiam, sibuk berselancar dengan pikiran masing-masing.
Helaan nafas Azam kembali terdengar.
“Sembilan kali.”
Azam tak memedulikan itu, kepalanya tetap lurus menghadap keatas dengan mata yang menerawang jauh kesana.
Untuk kedua kalinya, hatinya kembali meresah hebat. Entah apa yang dia cemaskan setelah insiden disekolah Ara tadi. Gadis itu, tampak sudah sedikit dewasa pemikirannya, walau hanya secercah saja. Sudah mau, menerapkan apa-apa saja yang sudah ia ajarkan.
Didukung oleh Ryan yang mulai mengambil langkah mendekati Ara membuat batu seakan mengganjal dihatinya.
Azam kembali menghela nafas lelah.
“Berat banget kayaknya problem lo, sampe sepuluh kali gitu.” Sahut Nathan tiba-tiba, memecah keheningan kamar.
Azam memejamkan matanya sekilas, “Lo ada bawa Ara kemana aja?”
“Nggak ada.” Jawab Nathan enteng.
Azam berdecih pelan, “Gue tau.”
Mereka kembali terdiam, lagi-lagi menciptakan keheningan diruangan abu-abu itu. Azam menghela nafasnya namun sebelum Nathan beruara ia segera berdiri dari kasur dan membanting pintu kamarnya dengan keras.
Sepertinya iya, bebannya terasa begitu berat. Beban hati.
Ia membuka pintu bewarna dusty pink itu, segera masuk dan berjalan kekasurnya. Ia melirik kearah pintu kamar mandi yang masih tertutup rapat namun tak mendengar ada percikan air dari dalam.
Gadis itu pasti bermain air lagi.
Ia berjalan kearah pintu itu, setelahnya mengetuknya keras. “Jangan main air, Ra!” Teriaknya dari luar.
“Iya, Ajim. Ini Ara sudah, kok.” Balas Ara dari dalam.
Azam mendengus, kembali berjalan kearah kasur dan menghempaskan tubuhnya disana dengan posisi tertelungkup. Ia mendengar pintu kamar mandi yang terbuka, namun ia masih enggan untuk menoleh.
Ara merangkak keatas kasur, kepalanya tertaruh disebelah kepala Azam hingga wajah mereka berhadapan dengan posisi tubuhnya yang menungging. Ia tersenyum lebar, berbanding terbalik dengan Azam yang hanya memandangnya datar, membuat bibirnya mengerucut seraya menggembungkan pipi kesal.
“Minta digigit?”
Ara langsung menggeleng keras, “Jangan, Ajim. Pipi Ara sakit digigit Ajim.” Adunya semakin menekukkan wajah.
“Cium?”
Ara mengangguk. “Baru, nggak sakit.” Ucapnya dengan senyum sumringah.
Azam mengangkat kepalanya seraya mendekatkannya kearah Ara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...