•Keseharian•

25.4K 1.6K 10
                                    


“Ara, lama aku tinggal!” Teriak Azam lantang.

“Iya, sabar, Ajim!” Balas Ara tak kalah keras dari dalam kamar. Sudah terhitung lebih dari seminggu Ara melepas masa PLS-nya. Dan kini gadis itu pun sudah mengenakan seragam sekolah putih abu abu.

Azam, belum sempat tangannya menyentuh gagang pintu, kini sudah terbuka dan menampilkan sosok Ara. Azam menggeleng sambil mengernyit tidak suka. Rambut belum disisir sudah dipakaikan pita asal, dan baju seragam sekolah gadis itu yang terkancing random, tak sesuai dengan pasangannya.

“Pakai baju dalam kan?” Ingat Azam pada Ara.

Ara mengangguk, sementara Azam mulai telaten membuka semua kancing itu, dan memasangnya dengan benar.

“Ambil sisir.” Suruh Azam.

Ara menggeleng, “Sisir Ara hilang.” Ujarnya menatap Azam sedih.

Azam mendengkus, masuk kekamar Ara dan mulai mencari, “Semua alat kamu hilangin, apa yang nggak kamu hilangin?” Ocehnya.

“Ajim.” Jawab Ara polos sambil tersengir kuda.

Azam menatap Ara, dan terkekeh geli melihat wajah konyol itu. Azam kembali ke Ara dengan sisir pink yang sudah berada ditangannya. Ia membalikkan tubuh Ara agar memunggunginya, dan mulai menyisir rambut ikal dan oren natural gadis itu.

“Ajim dimana ketemunya?” Tanya Ara sambil memainkan kuku kukunya.

“Dibawah bantal kamu.”

“Kok tadi Ara cari nggak ada?”

“Ajim pake kantong doraemon dong.” Jawab Azam.

Ara berbalik, berbinar senang, “Ara juga mau!”

“Nggak boleh.” Azam menjulurkan lidahnya didepan Ara.

Ara menarik keras hidung Azam, “Ihh, Ajim!” Kesalnya. “Ara mau minta novel banyak banyak sama doraemon, Ara juga mau dihadiahin banyak mie sama doraemon.” Gadis itu berubah kesal, “Kalau sama Ajim semuanya nggak dibolehin!”

Azam mengambil sedikit rambut Ara dari kedua sisi kepalanya, dan mulai menjepitnya dirambut belakang gadis itu. Azam memutar badan Ara agar berhadapan dengan dirinya, dan tersenyum sendiri melihat hasil tatanannya dirambut gadis itu, “Cantik.” Ujarnya tanpa sadar.

“Apanya yang cantik, Ajim?” Tanya Ara kesem sem, pasalnya, Azam jarang bahkan tidak pernah menilai dirinya cantik.

“Pitanya.” Jawab Azam dan berlalu meninggalkan gadis itu dengan senyum diwajahnya yang memudar dan berganti dengan kepalan tangan yang kuat penuh emosi, tak lupa kaki yang dihentak hentakkan kelantai. Keseharian Ara dan Azam.

“Ara, Ajim duluan!” Teriak Azam dari bawah tangga.

Sontak saja Ara menghempas bokongnya diujung dekat tangga, dan mulai meluncur sambil berteriak, “TUNGGUIN ARA, AJIM!” Mendarat dengan keadaan yang terbilang tidak cantik. Ia segera berdiri, dan berlari mengejar Azam yang ternyata masih memanaskan motornya.

Ara berdiri didepan Azam dengan nafas menderu, “Kirain Ajim udah mau berangkat.” Ucapnya sambil ngos ngosan.

Rusuh. Satu kata yang selalu Azam rasakan saat berada disisi Ara. “Pantesan tuh bokong tepos, digesekin mulu kelantai.” Ujar Azam bar bar.

Sementara Ara tersengir kuda sampai ke mata, dan Azam selalu tidak bisa menyembunyikan kekehan gelinya setiap kali melihat ekspresi gadis itu.

Azam mengangkat Ara untuk duduk di jok belakang.

“Ara nggak—”

No comment!” Tandas Azam terlebih dahulu mengetahui maksud dari ucapan Ara.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang