Ambyar siang-siang gini seru kayaknya, ya?
Hati-hati, masih banyak ranjau yang bisa meledak kapan aja!
Oh ya, buat yang nanya about ending, itu masih dalam proses yaa. Karna, masih banyak kejutan lain yang pasti bikin kalian serangan jantung mendadak!
Nggak kuat nahan baper? Disarankan berhenti dimulai dari chapter ini!
___________________________________
Ara masih betah berdiri dibalkon apartmen dengan pandangan fokus kebawah, sesekali dia menyangkutkan rambutnya yang berterbangan kebelakang telinga agar tidak menutupi wajahnya yang terhembus angin sore.
Dia menarik napas hingga suara ingus seperti sehabis menangis terdengar. Tentu saja, kapan seorang Ara bisa menyelesaikan masalah tanpa menangis? Dikit-dikit, menangis. Baginya, tangis adalah senjata tajam yang ampuh untuk melumpuhkan Azam.
Terlalu lama menikmati keindahan suasana apartmen ini, dia tidak sadar jika hari mulai senja. Matahari perlahan turun hingga kegelapan awan pelan-pelan menyapa. Ara masuk kedalam, bertemu langsung dengan kamar Azam yang lagi-lagi didominasikan abu-abu. Kakinya menapak keluar kamar, suasana damai dan sepi diruangan tv itu adalah pemandangan pertamanya. Bersih, rapi, dan terawat.
Samar-samar terdengar suara tembakan beruntun dari handphone Azam yang mungkin kini sedang berbaring disofa. Dia mendengus kesal. Apa lelaki itu tidak mau berusaha membujuknya?! Baiklah!
Padahal, ya, badan Azam sudah habis digerogiti oleh vampire betina tadi.
“Heh, udah selesai merenungnya?” Sapa Azam segera, jelas sekali meledek dengan pandangan fokus ke handphone.
Ara melotot marah, kerongkongannya gatal sekali ingin mengeluarkan teriakan emosi yang sejak tadi tertahan, untung sempat dia salurkan lewat gigitan sebelumnya.
Azam terkekeh, sesekali menatap Ara yang sedang mencari-cari makanan didapur.
Ara memegangi perutnya yang keroncongan, lalu meringis sendiri, “Sabar dulu, ya, perut. Kita pasti ketemu makanan disini.” Ujarnya pelan. Memutar-mutar tubuh tidak kehilangan akal.
Membuka rak piring, hasilnya tidak ada. Lemari atas yang tersambung kekompor, kosong. Diatas meja makan, tidak ada apapun. Terakhir, dibalik tudung yang tergantung, hanya dinding!
Oke, Ara pusing sekarang.
Azam mendudukkan diri dengan tatapan semakin fokus kelayar, tembakan beruntun kentara sekali berbunyi nyaring. Sebentar lagi, maka, “I win!” Ujarnya bangga, lalu mematikan ponsel seraya mencari-cari keberadaan Ara. Geleng-geleng kepala dengan kekehan geli saat melihat Ara bersender didinding sembari memegangi perut dengan wajah nelangsanya. Ck ck ck.
Azam berjalan kearah Ara dengan gadis itu yang langsung berdiri tegak seraya melotot menatapnya, seperti enggan sekali dia sentuh. Astaga.
Ara menghela napas lega saat Azam berjalan melengos untuk membuka lemari es, dengan segera dia merosot kebawah seraya meninju lantai menyalurkan kekesalannya.
Azam menghidupi api kompor dengan kuali kecil yang sudah tertaruh diatasnya, memecahkan telur hingga isi dalamnya masuk kedalam mangkuk lalu mengaduknya dengan garpu. Tambahan racikan bumbu yang lain tak lupa dia masukkan agar nanti telur dadar sederhana semakin terasa sedap. Jalan pintas agar Ara tidak terlalu lama menahan lapar.
Jika dilihat dari sini, ketampanan Azam berkali-kali lipat bertambah. Kharisma cowok itu, semakin pekat terasa saat sedang memasukkan telur kedalam kuali lalu merendam mangkuk bekas telur itu ditempat pencucian piring dengan telaten. Ara terus memandang lekat kesana. Seketika, rasa kesal dan bawaan emosi awalnya tadi menguap entah kemana, diganti dengan menikmati pemandangan indah didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...