"Iya, kami keluarganya. Bagaimana keadaan ibu kami, Pak?" Da Ip langsung bicara setelah sampai di depan perawat tersebut.
Perawat laki-laki berseragam hijau tersebut tersenyum, "Alhamdulillah, operasinya berjalan lancar, Pak, Bu. Pasien juga sudah sadar. Sekarang masih berada di "recovery room". Keluarga diharapkan menunggu sekitar setengah jam atau sampai kondisi pasien stabil sehingga kita bisa membawanya ke kamar rawat inap." Kata perawat yang disambut ucapan hamdalah dari bibir kami.
Hampir setengah jam kami menunggu di luar hingga pintu ruang operasi kembali terbuka. Dua orang perawat mendorong ibuku di atas tempat tidur beroda. Kami berjalan beriringan mengikuti perawat yang membawa ibuku kembali ke ruangannya.
Ibuku masih dalam kondisi setengah sadar dan mengantuk, kadangkala matanya terbuka kemudian tertutup. Kami berempat berdiri mengelilingi tempat tidur ibuku. Selang infus masih terpasang di tangannya. Seketika mataku tertuju pada kaki ibuku yang terbalut perban putih dengan bau anti septik yang menyengat.
"Apakah kakinya masih utuh, Bu?" Tanyaku kepada perawat perempuan yang sibuk memeriksa infus ibuku dan peralatan medis yang terpasang di tubuhnya.
"Iya, Bu. Dokter cuma membersihkan luka di kakinya Alhamdulillah telapak kakinya masih bisa diselamatkan. Tetapi lukanya harus benar-benar dirawat biar cepat kering. Malam ini cuma satu orang saja yang menunggu pasien ya, biarkan ibu Nur istirahat. Saya permisi dulu, nanti saya akan datang lagi untuk mengecek infusnya." Kata perawat yang berjilbab hijau tersebut. Setelah memastikan semuanya terpasang dan kondisi ibuku stabil, perawat meninggalkan kami.
Ibuku masih menutup matanya, perlahan aku mendengar dengkuran halus yang menandakan dia sudah terlelap.
"Sha, bawa Bapak dan Lisa pulang, sudah pukul 10 malam. Biar Uda yang tidur di sini. Besok pagi Lisa bisa gantikan Uda jaga Mamak," kata Da Ip kepadaku.
"Besok hari libur, Da. Biar Rysha saja yang jaga Mamak," jawabku yang disambut anggukan kepala Da Ip.
Kami bertiga berjalan di lorong rumah sakit menuju tempat parkir kendaraan bermotor. Ni Lisa duduk di belakangku dan bapak membawa motornya sendiri. Walau sudah berumur di atas enam puluh tahun, mata bapak masih bagus dan tubuhnya juga kuat. Bapak juga termasuk orang yang jarang sakit. Dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, kami sudah sampai di rumah yang terlihat gelap gulita.
"Uni mau balik ke rumah sekarang? Biar Rysha antarkan." Kataku sambil melepas jaket dan helm yang kupakai. Bapak sudah masuk ke rumah dan menghidupkan lampu teras.
"Tunggu sebentar, Sha. Uni telepon Mamak dulu," jawab Ni Lisa sambil mengeluarkan ponsel dari tasnya dan menelepon ibunya yang biasa ku panggil "Mak Aty". Setelah bicara beberapa menit, dia menutup ponselnya.
"Kata Mamak, Uni tidur di sini saja malam ini. Anak-anak juga sudah tertidur, tidak baik membangunkan mereka. Jadi besok pagi saja Uni jemput." Aku mengangguk tanda setuju. Rumah orang tua Ni Lisa tidak terlalu jauh dari rumahku, hanya sepuluh menit dengan naik sepeda motor. Tetapi hari sudah malam dan Ni Lisa juga terlihat sangat lelah, sebenarnya kami semua sangat lelah.
Ketika memasuki ruang tamu, aku mendengar bapak berbicara dengan adik bungsuku yang sekarang sedang bertugas di Aceh.
"Tadi Bapak sudah menelepon Erwin untuk memberi kabar tentang operasi Mamak kalian. Yandi juga sudah Bapak telepon, izin liburnya sudah disetujui atasan. Hari selasa, dia dan keluarganya akan datang ke sini," kata bapak sambil berjalan menuju kamarnya
Aku hanya mengangguk lemah. Adikku yang bekerja sebagai abdi negara memang tidak mudah mendapatkan cuti. Dia dan keluarganya tinggal di kota Banda Aceh. Kami hanya berjumpa sekali dalam setahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUKAN PERAWAN TUA
Romance(SUDAH TERBIT) Alhamdulillah. Cerita ini sudah menjadi sebuah Novel. Open PO tanggal 08 - 18 September. Harga PO Rp. 85.000. Harga normal setelah PO Rp. 95.000. BLURB Kenapa masalah jodoh ini menjadi begitu rumit? Rysha Dewi, seorang gadis usia 30...