Part 15 : Putri Melisa

401 16 0
                                    

"Kak Dewi, ayo makan siang ... Putri bawa sayur urap," kata seorang gadis cantik berwajah khas sunda yang tiba-tiba sudah ada di depan mejaku. Aku memang lagi sibuk memeriksa laporan penagihan iklan bulan ini, sehingga tidak menyadari kehadirannya. Putri Melisa, nama lengkapnya. Gadis gesit berwajah putih bersih dengan tutur kata yang manja. Dia baru bergabung di stasiun radio ini dua bulan yang lalu sebagai "Public Relation" .

Sebelumnya tugas PR di lakukan oleh Bang Andi, manajer kami. Tetapi seiring perkembangan radio kami, pendengar yang bertambah dan banyaknya iklan yang masuk, pimpinan radio merasa perlu memiliki seorang PR. Putri baru menamatkan kuliahnya dalam ilmu komunikasi di salah satu universitas terbaik di kota ini. Ibu putri berasal dari Jawa Barat dan ayahnya dari Lampung, keluarga putri tinggal di Bandung, sedangkan dia sendiri masih indekos di dekat kampusnya.

"Rajin amat dirimu, Put. Tiap hari masak sayur," kataku sambil mengemasi berkas yang berserakan di atas meja dan melirik jam tanganku yang menunjukkan pukul satu siang, memang sudah waktunya untuk istirahat dan makan.

"Putri kan anak kos kak, harus hemat. Bisa kena "kanker" kalau makan di luar terus, alias kantong kering ," katanya sambil tertawa, menampakkan gigi putih yang berbaris rapi, menambah kecantikannya. Kalau aku saja, sebagai perempuan, kagum dengan kecantikannya, apalagi laki-laki normal. Sedangkan laki-laki tidak normal, tentu saja tidak bakalan tertarik dengan seorang perempuan, secantik apa pun perempuan tersebut. Tidak heran kalau dalam sekejab, Putri sudah menjadi primadona di stasiun radio ini. Hampir setiap laki-laki di sini, mencari perhatiannya, kecuali Andika. Entah mengapa, dia terlihat begitu dingin.

Kami berdua duduk di sebuah karpet yang ada di sudut ruangan. Karpet kecil ini memang disediakan untuk tempat sholat dan makan, sekaligus tempat istirahat. Aku juga membawa bekal makan siang dari rumah untuk hari ini, yang disiapkan oleh Ni Lisa. Aku sendiri tidak sempat melihat isi kotak bekal ini karena Ni Lisa masak di rumahnya. Tadi pagi dia tiba-tiba muncul dan membawa rantang beserta kotak bekal yang sekarang aku pegang. Mungkin dia sekalian memasak untuk menyambut kedatangan Yandi dan keluarganya.

Biasanya kami bertiga dengan Ni Fitri makan siang bersama, tetapi hari ini dia tidak masuk karena anaknya sedang demam. Ni Fitri bekerja sebagai kepala marketing radio kami. Sedangkan Ratih, staff administrasi di kantor selalu pulang ke rumahnya untuk makan siang, karena rumah Ratih sangat dekat dengan kantor kami.

"Kak, ada jumpa bang Dika hari ini?" Tanya Putri sambil membuka bekal makan siangnya. Aku baru menyadari kalau dia membawa dua kotak bekal, apakah satunya untuk Andika?

"Gak jumpa langsung, Put. Tetapi tadi pagi dia masih siaran, kakak dengar, kok!" Jawabku sambil membuka bekal yang ku bawa. Nasi putih, terung rebus dan beberapa potong rendang daging. Ternyata Ni Lisa masak istimewa untuk hari ini.

"Padahal, aku bawa makan siang untuk Bang Dika. Ayam cabe dan urap. Tetapi dia entah kemana," kata Putri terlihat tidak semangat. Aku tertawa geli dalam hati. Sepertinya ada sesuatu diantara mereka. Sudah beberapa kali Putri selalu membawa bekal makan siang untuk Andika, membuat para laki-laki di radio ini menjadi cemburu.

"Ditunggu saja, sebentar lagi dia pasti ke sini. Jadwal siarannya satu jam lagi." Aku memberikan sepotong rendang kepada putri dan mencomot sayur urap yang dibawanya.

"Hampir tiap hari bawa makanan untuk Dika, apa gak kena "kanker" nanti di akhir bulan, Put? Gaji di sinikan tidak terlalu besar," pancingku sambil memperhatikan wajahnya yang terlihat muram.

"Itu kan sedekah kak," jawabnya dengan polos.

"Sedekah atau ... hmm,ada sesuatu?" Aku tertawa melihat wajah putih Putri yang memerah. Tiba-tibasaja aku ingin menggodanya. Apa salahnya jika mereka berjodoh. Putri yangcantik dan Andika yang tampan, pasangan yang serasi. Haruskah aku jadi makcomblang? Kata orang, ketika kita mencomblangi orang lain, jodoh kita akandipermudah.

AKU BUKAN PERAWAN TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang