Part 73 : Trauma

123 10 0
                                    

Aldo menarik napas panjang. Tangannya mencengkeram kemudi mobil dengan kuat. "Tapi aku tidak mencintai Naila, aku hanya mencintaimu."

"Sudah cukup! Aku mau turun di sini. Aku tidak mau mendengar omong kosong ini lagi," kataku sambil melepaskan sabuk pengaman.

"Sha, tenanglah. Kau tidak bisa turun di tengah hutan ini. Aku akan mengantarmu pulang," jawab Aldo.

"Aku bisa jalan kaki atau menumpang dengan mobil orang lain. Sekarang berhenti dan turunkan aku di sini!" teriakku.

"Sha, tenanglah. Aku sedang menyetir," pinta Aldo.

"Aku tidak mau tenang. Aku hanya mau turun!" teriakku sambil berusaha membuka pintu mobil. Aldo memegang tanganku dan berusaha terus menyetir dengan satu tangan di kelokan tajam.

"Lepaskan! Biarkan aku turun. Aku bisa pulang sendiri!" teriakku.

Aku terus berontak dan teriak, sementara mobil Aldo terus melaju . Tiba-tiba sebuah mobil pick up muncul di hadapan kami, tepat sebelum belokan tajam. Aldo pun kehilangan kendali, dia membanting kemudi ke kiri demi menghindari tabrakan. Malangnya, itu adalah sebuah jurang.

Mobil itu pun meluncur ke dalam jurang yang gelap dengan sangat cepat. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Bagaimana aku bisa terlempar dari dalam mobil dan selamat dalam kecelakaan maut tersebut. Ketika membuka mata, aku hanya ingat berada di ruangan dengan nuansa putih dan seluruh tubuhku yang terasa sangat sakit. Ternyata , aku telah koma selama tiga hari.

Setelah sadar, pertanyaan pertamaku adalah tentang Aldo. Semua anggota keluarga tidak ada yang memberikan jawaban, sampai akhirnya polisi datang untuk menanyaiku tentang kecelakaan tersebut. Berita tentang kematian Aldo telah meninggalkan trauma yang dalam di hidupku. Rasa bersalah itu terus menghantui, hingga saat ini.

***

Aku menghapus air mata yang mengalir di pipi ketika suara azan maghrib menggema dari masjid di dekat danau. Sudah lewat satu jam dari waktu yang ditetapkan oleh sang pengirim surat kaleng itu. Dia memintaku datang ke sini untuk mempertanggungjawabkan dosa masa silam. Kalau saja aku bisa mengontrol emosi pada malam itu, Aldo pasti masih hidup.

Aku menarik napas panjang dan menatap sekeliling. Mungkin orang ini hanya mau bermain-main saja. Bagaimana dia mengetahui semua kisahku dengan Aldo. Siapakah dia? Beragam pertanyaan muncul di benakku.

Perlahan aku melangkah meninggalkan tempat sepi ini. Aku tidak bisa menelepon Andika atau keluargaku karena baterai ponsel yang habis. Jalan satu-satunya hanya meminjam charger di rumah penduduk atau mencari penginapan terdekat.

Suasana senja mulai gelap, aku melihat ke arah jalan setapak. Ada sebuah mobil pick up terparkir di sana, tetapi aku tidak melihat seorang manusia pun di sekitar sini. Akhirnya aku melangkah pergi ketika suara dering ponsel terdengar dari dalam mobil tersebut.

Beberapa detik lamanya ponsel itu berdering, tetapi tidak ada orang yang mengangkatnya. Dengan rasa penasaran, aku mendekati sumber suara tersebut. Mobil pick up warna gelap itu terlihat kotor sekali, bau pupuk dan tanah basah langsung menusuk hidungku. Perlahan kudekatkan wajah ke jendela mobil yang setengah terbuka.

Seorang laki-laki dengan rambut putih tertidur dengan wajah menelungkup ke kemudi, sedangkan ponsel di dekatnya terus berbunyi.

"Pak, ponselnya dari tadi berbunyi," kataku sambil mengetuk jendela mobil.

Laki-laki itu tidak bergeming sama sekali. Seketika dadaku berdebar, bisa jadi orang tua ini terkena serangan jantung atau meninggal. Aku memandang ke sekitar dengan panik, tetapi tidak ada satu orang pun di sana. Hatiku merasa ragu, antara ingin menolong atau meninggalkan tempat ini.

Rasa kemanusiaan mendorongku untuk membuka pintu mobil dan menepuk pundak laki-laki itu secara perlahan. Beberapa detik aku menunggu, tidak ada reaksi apa pun. Akhirnya aku memegang pergelangan tangannya untuk mengecek denyut nadi.

Tiba-tiba orang itu bergerak cepat dan mendekap mulutku dengan tangannya yang lain. Dia menyumpal mulutku dengan kain yang telah diolesi obat bius. Aku berusaha melawan dengan sekuat tenaga, tetapi semuanya sia-sia.

***

AKU BUKAN PERAWAN TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang