Jumat malam, aku bangkit dari peraduan setelah dering alarm yang membangunkanku. Malam ini merupakan malam terakhir untuk sholat istikharah. Sesuai janjiku pada Andika, aku akan memberikan keputusan tentang perjodohan kami pada sabtu malam ini.
Sampai detik ini, aku masih diliputi kebimbangan. Sejujurnya, keinginan untuk segera mengakhiri kesendirian ini sangat kuat. Kedua orang tuaku juga sudah tua dan menginginkanku segera menikah. Umurku sudah lebih daripada cukup untuk membina sebuah rumah tangga. Selain itu, Andika adalah seorang laki-laki yang baik. Selama aku mengenalnya, dia sangat bertanggung jawab dan seorang pekerja keras. Apa lagi yang aku butuhkan?
Tetapi aku juga tidak mau kehilangan seorang teman baik. Tatapan Putri yang memandang Rena sebagai musuh sekaligus saingannya terus membayangiku. Apakah aku siap menjadi musuhnya? Apa yang akan terjadi dengan Putri kalau aku menerima Andika? Aku bisa melihat, bagaimana dia sangat terobsesi dengan Andika sampai melupakan harga dirinya sendiri.
Perlahan aku bangkit menuju kamar mandi dan mengambil wudu. Semoga kebimbanganku akan segera berakhir.
Kututup sholat dengan doa yang sangat khusyuk malam ini. Sampai sejauh ini tidak ada petunjuk apapun, tetapi aku yakin bahwa aku pasti akan mendapatkan jawaban atas semua doaku dengan cara sesuai kehendak Allah.
***
Aku berjalan memasuki sebuah restoran, sebagai tempat pertemuan kami, sabtu malam ini. Dengan memakai rok panjang abu-abu bermotif bunga mawar merah jambu, dipadu dengan atasan dan jilbab polos warna senada, aku melangkah percaya diri menuju kursi yang telah dipesan untuk kami. Aku ingin tampil lebih feminim dengan riasan make up tipis malam ini. Ni Lisa dengan senang hati memilihkan baju ini untuku. Da Ip dan Ni Lisa juga mengantarku ke tempat ini dan akan menjemputku kembali, sesuai dengan permintaanku.
Restoran ini ditata dengan sangat unik, tidak seperti restoran padang pada umumnya. Dari luar saja sudah terlihat desain yang kental dengan budaya minang. Begitu juga bagian dalamnya, interior dan perabotan serta alunan musik yang mengalun pelan. Tentu saja, makan di sini lebih mahal dari pada restoran padang yang lain. Selain makanan yang enak, tempat yang nyaman dan pelayanan yang bagus. Mereka juga menyediakan paket khusus bagi yang ingin merayakan ulang tahun. Restoran ini cukup populer sebagai tempat nongkrong anak muda di Padang.
Aku melihat ke arah Andika yang tersenyum, ternyata dia datang lebih awal, seperti dugaanku sebelumnya. Dia memang paling tidak suka terlambat dan sangat disiplin. Hatiku bergetar. Andika terlihat lebih tampan dengan tubuh ideal yang dibalut kemeja polos warna dongker dengan celana katun warna abu-abu.
"Maaf, aku sedikit terlambat," kataku sambil membalas senyumannya.
Dia pun berdiri untuk menyambutku. "Tidak apa-apa. Malam ini jalanan memang agak macet. Silahkan duduk," katanya sambil menatapku. Aku sedikit tersipu.
"Iya, aku tadi bersama Da Ip dan Ni Lisa. Mereka mau membawa anak-anak jalan ke mall. Jadi aku sekalian ikut mereka," jelasku.
Andika hanya tersenyum. "Mari kita pesan makanan. Aku tidak mau kita kemalaman sehingga membuat keluargamu menunggu lama," kata Andika yang disambut anggukan kepalaku.
Setelah pelayan pergi sambil membawa catatan pesanan kami, aku hanya duduk diam membisu.
"Apakah ibu dan bapak, baik-baik saja?" tanya Andika.
"Oh, iya. Mereka baik-baik saja, alhamdulillah," jawabku sedikit gugup, "Bagaimana dengan orang tua dan adik-adikmu?" tanyaku.
"Mereka juga baik, alhamdulillah," katanya sambil menatapku.
Dari matanya aku bisa melihat kalau dia juga gugup dan gelisah. Kami menghabiskan waktu dengan pertanyaan basa basi, sampai pelayan datang membawakan pesanan kami. Tidak ada kata-kata yang keluar selama kami menyantap makanan.
"Jadi bagaimana keputusanmu?" tanyanya tiba-tiba setelah jeda tanpa kata di antara kami.
Aku menarik napas panjang.
Semoga keputusan ini adalah yang terbaik, batinku.
"Apakah kamu benar-benar ingin menikah denganku? Siap untuk menerimaku apa adanya? Aku memiliki masa lalu, mungkin kau tidak akan menyukainya," jawabku mencoba tersenyum.
Andika menatapku semakin dalam. "Aku ingin menikah denganmu yang sekarang, bukan dengan masa lalumu. Semua orang punya masa lalu, aku juga. Tetapi kita hidup untuk sekarang dan masa depan. Aku akan menerimamu apa adanya, itu janjiku," katanya dengan wajah yang serius.
Aku pun tersenyum. "Terima kasih. Kalau begitu aku menerimamu, sebagai calon imamku," kataku singkat.
Andika pun tersenyum, ada cinta dan komitmen di sinar matanya. "Aku tidak akan pernah mengecewakanmu," katanya, "aku ingin kita menikah secepatnya, bagaimana kalau bulan depan," lanjutnya.
Aku pun terkejut. "Apa? Secepat itu?" tanyaku.
"Iya, lebih cepat bukannya lebih baik? Aku ingin kau segera menemaniku, aku lelah hidup sendiri," katanya dengan tatapan menggoda.
Aku tidak sanggup menatap bola matanya, dengan menunduk aku berkata, "Biarkan aku bicara dengan keluargaku terlebih dahulu," kataku.
"Baiklah, beritahu aku secepatnya. Aku juga akan berbicara dengan ibuku," ujarnya.
Aku pun tersenyum. Kata-kata Ni Lisa, kembali terngiang di telingaku.
"Jangan membebani dirimu dengan sesuatu yang belum tentu terjadi dan berada di luar kekuasaanmu. Jalani saja prosesnya dan tetap berdoa. Jika Andika adalah jodohmu, maka Allah akan memudahkan proses kalian. Kalau tidak jodoh, tetaplah berprasangka positif, sabar dan tawakal. Allah pasti punya rencana yang lebih baik untukmu," kata Ni Lisa tepat sebelum aku berangkat menemui Andika.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUKAN PERAWAN TUA
Romance(SUDAH TERBIT) Alhamdulillah. Cerita ini sudah menjadi sebuah Novel. Open PO tanggal 08 - 18 September. Harga PO Rp. 85.000. Harga normal setelah PO Rp. 95.000. BLURB Kenapa masalah jodoh ini menjadi begitu rumit? Rysha Dewi, seorang gadis usia 30...