Part 53 : Kepergian Rena

152 13 0
                                    


Aku sedang memeriksa buku kas harian ketika mendengar suara Rena dan Bang Andi, manajer kami. Jumat siang menjelang sholat jumat, hanya terlihat beberapa orang laki-laki saja di kantor. Sebagian besar dari mereka sudah berangkat untuk sholat jumat.

"Habis sholat jumat nanti, kita akan bicara lagi. Sekarang boleh on air dulu." Suara Bang Andi terdengar dari balik pintu.

"Iya, Bang. Terima kasih," jawab Rena.

Seketika pintu kantor terbuka dan Bang Andi duduk di depanku. "Lagi sibuk,Wi? Abang bisa minta tolong?" tanyanya.

"Cuma periksa buku kas saja. Ada apa, Bang?" jawabku.

"Tolong dengarkan Rena siaran. Dia membawakan dialog dengan temannya. Dewi simak saja bagaimana suara, intonasi dan cara bicara temannya Rena. Abang 'kan mau sholat, jadi tidak bisa nyimak. Kalau ternyata dia bagus, nanti akan diangkat jadi pengganti Rena," jelas Bang Andi.

Aku pun terkejut. "Memangnya Rena mau keluar, Bang?" tanyaku penasaran.

"Iya, dia sudah mengajukan surat pengunduran diri. Mulai minggu depan tidak akan siaran lagi. Dia sudah merekomendasikan temannya ini. Makanya Abang butuh penilaian Dewi, bisa ya?" pinta Bang Andi yang disambut anggukan kepalaku.

Setelah kepergian Bang Andi, aku membesarkan suara speaker di ruang kantor. Kebetulan siang itu, aku sendirian di kantor.

Kenapa Rena tiba-tiba mengundurkan diri? batinku

Pukul dua belas siang, terdengar suara Rena membuka siaran.

"90,2 FM, Radio Mentari , Padang. Assalamualaikum sahabat muslimah Mentari, apa kabar anda semua? Siang ini Rena Mentari kembali menemani anda dalam program "Kajian Muslimah". Alhamdulillah, siang ini Rena tidak sendirian. Di studio telah hadir nara sumber kita, Ukhti Nabila. Apa kabar Ukhti?" sapa Rena.

"Alhamdulillah, baik. Terima kasih Ukhti Rena atas undangannya," jawab Nabila.

"Terima kasih juga atas kehadirannya, Ukhti. Baik sahabat Mentari, sebelum Rena jelaskan profil nara sumber dan topik kajian muslimah kita siang ini, mari kita dengarkan dulu sebuah nasyid dari Brothers," kata Rena.

Perlahan suara emas grup nasyid Brothers mengalun dan memenuhi ruangan kantorku.

Selama ini,

ku mencari-cari,

teman yang sejati,

buat menemani,

perjuangan suci ....

***

"Kenapa harus keluar, Dek?" tanyaku sambil menatap Rena yang duduk di hadapanku. Wajahnya yang polos terlihat menyimpan beban, walau dia mampu menyembunyikannya di balik senyuman yang manis.

Setelah selesai siaran, Rena mendatangiku untuk berpamitan. Sementara temannya, Nabila, sedang menjalani sesi wawancara dengan Bang Andi. Aku juga merekomendasikan Nabila karena ilmu agama dan suaranya yang bagus. Sebagai seorang ibu muda dan aktivitis dakwah, aku yakin Nabila bisa membawakan program radio kami dengan baik. Tentu saja, dia akan menjalani sesi latihan dalam penyiaran sebelum memulai on air minggu depan.

"Rena lagi sibuk kuliah, Kak. Takut nanti tidak bisa membagi waktu," katanya singkat.

Dari tatapan matanya, aku menduga bahwa ada hal lain yang disembunyikan oleh Rena.

"Benar hanya itu? Atau ada masalah lain yang tidak Rena ceritakan?" cecarku dengan hati-hati.

Mata Rena pun mulai berkaca-kaca. Terlihat bagaimana dia berusaha menahan diri untuk tidak bercerita. Aku menatapnya beberapa lama hingga Rena menunduk dalam diam.

"Ya sudah, kalau memang tidak ada masalah apa pun. Semoga ini keputusan yang terbaik," kataku perlahan sambil mengenggam tangannya.

"InshaAllah, ini keputusan yang terbaik, Kak. Rena hanya tidak mau ada kesalahpahaman dengan siapa pun karena kita semua di sini bersaudara," ujarnya sambil tersenyum.

"Apakah ada yang salah paham dengan Rena? Mungkin kesalahpahaman tersebut perlu kita luruskan," kataku. Aku bisa melihat mata Rena yang mulai berkabut.

Dia berusaha menahan tangisnya, batinku.

"Eh, tidak, Kak. Alhamdulillah, kakak dan semua teman di Mentari ini sangat baik dan banyak menolong Rena," jawab Rena, "tolong sampaikan salam Rena untuk Ni Fit, Ni Ratih dan Kak Putri. Sampaikan juga permintaan maaf Rena, jikalau ada kesalahan baik sengaja atau tidak. Rena tidak tahu, kapan lagi bisa main ke sini," lanjutnya.

Aku pun menarik napas dan akhirnya mengangguk. Aku tidak bisa memaksa Rena berbicara tentang perasaannya. Namun aku yakin bahwa pengunduran diri Rena ada hubungannya dengan kejadian tempo hari.

Apakah Putri telah mengatakan sesuatu kepadanya? batinku.

"Oh ya, tolong bimbing Uni Nabila, ya, Kak. InshaAllah dia akan menyesuaikan diri dengan cepat di sini," kata Rena sebelum melangkah pergi.

"Tentu saja," jawabku sambil tersenyum.

Aku memandangi punggung Rena yang menghilang di balik pintu. Sekarang tidak akan ada lagi gadis manis berwajah polos dengan senyum yang tulus itu. Rena juga merupakan teman diskusi yang baik. Kami sering berdiskusi tentang bagaimana menjadi seorang muslimah yang baik di sela-sela kesibukan Rena sebelum on air.

Aku pasti akan merindukanmu, Rena, batinku.

***

AKU BUKAN PERAWAN TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang