Part 43 : Keraguan Hati

173 14 3
                                    


Andika menatapku seakan tidak percaya bahwa aku berdiri di sana, sedangkan aku hanya tersenyum manis menatap mereka berdua. Putri duduk di kasur yang terletak di atas lantai berkarpet, dengan alas kasur bergambar bunga matahari yang serasi dengan kaus oblong warna kuning cerah dan celana karet warna hitam yang dipakainya. Rambut hitam sebahu membingkai wajahnya yang terlihat sedikit pucat dengan bekas mata sembab yang terlihat sangat jelas, sepertinya dia menangis berhari-hari. Sedangkan Andika duduk di lantai, tidak jauh dari tempat tidur Putri. Di depannya ada sebuah kotak makanan dari styrofoam yang masih terbungkus plastik transparan, aku tidak tahu apa isinya.

"Kak Dewi, silahkan masuk!" seru Putri yang masih duduk di kasurnya.

Aku pun melepaskan sepatuku dan menghampiri mereka.

"Gak nyangka ada Andika di sini," sapaku sambil tersenyum kepada Andika yang terlihat salah tingkah.

Tiba-tiba Andika berdiri, "Aku juga baru datang, Kak. Kalau begitu aku pergi dulu, sudah ada Kak Dewi di sini."

"Bang Dika, mau kemana? Jangan tinggalkan Putri, martabaknya gak akan Putri makan kalau Bang Dika pergi," kata Putri manja.

Perasaanku menjadi tidak enak, seakan menjadi nyamuk di antara dua sejoli yang sedang jatuh cinta, aku datang pada waktu dan tempat yang salah.

"Aku sudah bawakan pesanannya, sekarang terserah padamu mau makan atau tidak. Aku pergi dulu. Assalamualaikum ... " kata Dika sambil melangkah keluar dan melirikku, aku pun membalasnya dengan tatapan dingin.

"Waalaikumsalam ... " jawabku.

Setelah kepergian Andika, aku pun duduk di samping Putri yang masih terlihat kecewa.

"Bagaimana keadaanmu, Put?" tanyaku prihatin melihat kondisinya.

"Agak mendingan, Kak. Kok gak nelpon dulu sebelum ke sini, Kak?" tanyanya.

'Apakah aku salah? Sepertinya kedatanganku menganggu mereka,' batinku.

"Memang tidak sempat nelpon tadi, Kakak langsung ke sini setelah jam kantor selesai, rencana mau buat kejutan," kataku sambil tersenyum.

'Justru aku yang mendapatkan kejutan,' batinku.

"Putri tidak senang Kak Dewi kunjungi? Kalau begitu Kakak pulang saja," kataku pura-pura berdiri.

Putri langsung memegang tanganku, "Eh, tidak, Kak. Maaf. Putri masih kesal saja karena Bang Dika pergi, padahal aku susah payah menyuruh dia datang ke sini."

"Maksudnya?" tanyaku tidak mengerti.

"Tadi Putri suruh teman menelpon dia untuk bilang kalau Putri tidak makan dari pagi. Tidak akan makan sampai besok hari, kalau dia tidak mau datang bawa makanan untuk Putri. Akhirnya dia datang juga," kata Putri sambil tersenyum.

Aku pun melongo, ternyata dia bermain drama dengan temannya.

'Ternyata Andika tidak datang atas keinginan sendiri. Tapi ... apa peduliku?' batinku.

"Jadi Putri memaksa Andika untuk datang dengan pura-pura tidak mau makan?" tanyaku.

"Gak pura-pura. Memang gak selera makan dari pagi. Tapi Bang Dika tetap datang, itu artinya dia ada perasaan sama Putri walau dia pandai menyembunyikannya," kata Putri sambil berdiri dan mengambil makanan yang di bawa Andika.

Perlahan dia memindahkan martabak mesir yang masih hangat itu kedalam piring dan membawanya ke hadapanku.

"Ayo, makan, Kak!" katanya sambil memberikan sebuah sendok untukku.

"Gak usah, Put. Habiskan saja semuanya. Siapa tahu Putri cepat sehat."

Aku memperhatikan Putri yang makan dengan lahap, wajahnya tidak terlihat pucat lagi. Ada satu pertanyaan yang belum terjawab dan harus segera aku tuntaskan, demi kelanjutan perjodohanku dengan Andika.

"Jadi Putri sudah menyatakan perasaan sama Andika dan dia menerimanya?" tanyaku hati-hati.

Jantungku berdegup cepat seakan menanti sebuah keputusan di pengadilan. Putri menghentikan suapannya. Dia menarik nafas panjang dan menatapku.

"Dia menolaknya," kata Putri.

Aku pun menarik nafas lega.

Beberapa detik kemudia Putri berkata, "Tetapi Putri tidak akan menyerah, Kak. Putri pasti bisa buat Bang Dika jatuh cinta sama Putri."

Dia pun tersenyum penuh arti.

AKU BUKAN PERAWAN TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang