Part 30 : Pasangan Serasi

322 19 0
                                    

Minggu pagi yang cerah dihiasi jalanan yang sedikit basah sisa hujan tadi malam. Bunga-bunga penghias jalan bermekaran, menyebarkan aroma wangi ciptaan Tuhan. Aku berlari kecil di sepanjang jalan Khatib Sulaiman menuju Masjid Raya Sumatera Barat. Dengan memakai sepatu lari warna putih biru, baju kaus selutut warna putih dan celana jogger warna hitam serta jilbab biru yang melindungi dada, aku terus berlari menyusuri jalan raya yang sudah dipenuhi oleh pejalan kaki.

Khusus hari minggu, pemerintah Kota Padang telah menutup jalan Khatib Sulaiman untuk Car Free Day (CFD) mulai pukul enam sampai sepuluh pagi. Jalan Khatib Sulaiman adalah salah satu jalan utama di Kota Padang, nama jalan ini diambil dari nama Khatib Sulaiman, seorang pemuda dari Nagari Sumpur yang dikenal sebagai pemusik handal yang ikut berjuang melawan Agresi Militer Belanda di Indonesia.

Sambil berlari, mataku terus menikmati pemandangan di sepanjang jalan Khatib Sulaiman, mulai dari gedung perkantoran, rumah makan, rumah sakit, supermarket dan mal. Beberapa orang duduk santai di sepanjang trotoar jalan. Aku berlari sambil menikmati udara pagi yang sejuk, bersih dan bebas polusi sambil sekali-kali berhenti dan mengambil napas.

Tawaran Ni Lisa tadi malam, membuatku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Aku memutuskan untuk menikmati CFD hari ini, sendirian. Bagaimanapun aku butuh waktu untuk berpikir dan sendiri. Jam masih menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, tetapi CFD sudah dipenuhi lautan manusia yang datang dari segala arah. Ada yang jalan bersama keluarga, teman-teman atau sendirian seperti diriku.

Sambil berjalan cepat, aku memikirkan perkataan Ni Lisa tadi malam.

'Jadi laki-laki itu lebih muda dariku, berapa tahun? Bagaimana kalau jarak usia kami terlalu jauh? Bagaimana kalau keluarganya tidak suka perempuan yang lebih tua?' bisik batinku.

'Ya ampun, Rysha. Berjumpa saja belum dengan laki-laki itu, tapi sudah berpikiran yang aneh-aneh, belum tentu juga dia suka pada dirimu,' gumamku. Aku pun menarik napas panjang sambil tersenyum.

Karena terlalu banyak pikiran, aku pun tidak lagi memperhatikan jalanku.

"Aduh ... maaf," kataku spontan ketika tanpa sengaja menyenggol orang yang ada di depanku sehingga handphone yang kupegang terjatuh.

"Eh, Maaf juga, saya tidak sengaja," katanya sambil menatapku. Beberapa detik kami bertatapan, ternyata dia ...

"Ini anaknya ibu ... siapa ya namanya, hmm ... pasien saya di rumah sakitkan?" kata dokter Ridwan sambil memungut handphoneku yang tergeletak di aspal.

"Eh, iya dok ... saya Rysha, anak Bu Nur, pasien dokter yang terkena diabetes," jawabku setelah sadar dari rasa terkejut.

"Iya, saya ingat. Bagaimana kabar ibu?" katanya sambil tersenyum dan menyerahkan handphone ke tanganku.

"Alhamdulillah, sudah agak mendingan dok. Sudah mau makan dan bisa tidur nyenyak sekarang," jawabku.

"Pasien Abang ya?" tanya seorang perempuan yang tiba-tiba baru kusadari kehadirannya. Perempuan yang berdiri di samping dokter Ridwan tersebut terlihat sangat cantik. Kulitnya putih mulus dengan wajah khas seperti Ahya, serta rambut yang di tutup jilbab motif warna krem.

"Iya, Dek. Dia anaknya pasien Abang di rumah sakit. Baru beberapa hari lalu pulang, terkena diabetes," kata dokter Ridwan kepada perempuan tersebut.

"Ohya, perkenalkan ini istri saya, dokter Fika," kata dokter Ridwan.

Aku pun segera menjabat tangan dokter Fika dan tersenyum, "Saya Rysha, senang berkenalan dengan anda, dokter."

Dokter Fika pun menjabat tanganku dan menjawab perkenalanku dengan senyum yang sangat manis.

'Ya Tuhan, pasangan yang sangat serasi,' bisikku dalam hati.

Setelah basa basi beberapa menit, mereka pun melanjutkan perjalanan menikmati CFD pagi ini. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan. Tanpa sengaja aku memandangi perut dokter Fika yang terlihat seperti sedang hamil enam bulan.

'Kalau saja Mamak lihat pemandangan ini, dia bisa patah hati,' gumamku sambil tersenyum. 

AKU BUKAN PERAWAN TUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang