Getar lembut dari ponsel di dalam saku bajuku segera menyadarkanku dalam lamunan tentang Aldo. Sungguh, masa lalu dan kenangan pahit itu ingin sekali kulupakan, tetapi entah mengapa selalu hadir tanpa diundang. Lagu kesukaannya, makanan favoritnya dan tepi pantai tempat kami selalu bercerita, semua itu mengingatkanku padanya. Bahkan sampai sekarang aku tidak berani menonton pertandingan basket. Arina pernah menasehatiku untuk jangan terlalu mencintai seseorang, seharusnya aku mendengarkan nasehatnya.
Lagu setangkai angrek bulan sudah tergantikan dengan lagu bunga mawar dari Tetty Kadi yang sebelumnya sudah aku setting sebagai lagu pemungkas untuk menutup siaran di siang ini. Beberapa menit sebelum on air tadi, aku sudah mengatur program tembang kenangan ini dengan beberapa lagu dan iklan untuk satu jam siaran di komputer kami.
Aku menarik nafas panjang. Syukurlah siaran ini akan segera berakhir. Sejujurnya aku sudah tidak bisa lagi konsentrasi. Kenangan tentang Aldo yang mengisi otakku membuat hatiku gelisah dan kepalaku berdenyut sakit. Aku harus bicara dengan seseorang. Tetapi untuk saat ini, aku harus menyelesaikan tugasku.
Perlahan aku menggeser ke atas tombol warna merah yang ada di audio mixer, menurunkan sedikit tombol warna hijau dan mulai menutup siaranku dengan kalimat penutup. Bagian teknisi sengaja memberikan warna pada setiap tombol di audio mixer untuk memudahkan penyiar. Tombol warna merah menandakan suara penyiar dan tombol warna hijau untuk musik yang berasal dari komputer.
"90,2 Mentari FM. Seiring tembang bunga mawar dari Tetty Kadi ini, usai sudah kebersamaan kita dalam program tembang kenangan. Dewi Mentari mohon undur diri, mohon maaf atas salah kata, canda dan tawa yang tidak pada tempatnya. Selamat siang dan selamat beristirahat bersama keluarga tercinta. Bersama mentari, kita bahagia," kataku menutup kalimat dengan slogan radio kami.
Oh, bunga mawar
Lekaslah mengembang
Kuingin memetik dikau
Berapa lama kuharus menunggu
Tak sabar rasa hatiku
Suara Tetty Kadi yang merdu mengiringi langkahku keluar dari studio. Di depan pintu sudah berdiri temanku. Dia akan melanjutkan on air dengan program lagu minang. Stasiun radio kami ini memang unik. Kami berusaha menjangkau semua kalangan dan golongan usia, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa dan orang tua. Selain itu ada juga program dengan bahasa daerah seperti "Minang Maimbau" yang dibawakan oleh Mak Darnis.
Mak Darnis adalah seorang laki-laki tua berusia 60-an yang berpenampilan nyentrik. Dari sepuluh jari tangannya, hanya lima yang tidak dihiasi cincin batu akik bermacam warna. Mamak adalah panggilan untuk paman dalam bahasa minang. Dia sudah bergabung menjadi penyiar sejak radio ini berdiri, dia juga termasuk salah satu pendiri radio. Mak Darnis selalu berbahasa minang dan suka sekali bercanda.
Hari ini dia sudah menungguku dengan menenteng seplastik kaset pita tua. Di studio memang disediakan sebuah cassette tape untuk memutar kaset pita. Mak Darnis punya koleksi kaset sendiri, terutama lagu-lagu minang yang sudah lama. Kadangkala pendengarnya meminta lagu tersebut, karena itu dia selalu membawanya ketika siaran.
"Baa kok lamah bana suaro tu, Wi. Alun makan lai?" Kata Mak Darnis sambil tersenyum.
"Alah makan, Mak. Cumo sakiak kapalo," kataku sambil memijit kening.
"Ondeh mande, sakik kapalo taruih. Alun dapek juo ubeknyo lai?" kata Mak Darnis sambil tertawa.
Dia memang suka menggodaku. Setiap kali melihatku diam atau bersedih, dia akan selalu bertanya. Dan jawabanku selalu sama, sakit kepala. Kemudian dia akan tertawa dan berkata obat sakit kepala cuma satu yaitu MENIKAH.
"Carikanlah ubeknyo, Mak. Agiah ponakan Mak ciek, bia sanang pulo hati, Wi," kataku sambil tersenyum.
"Jangankan ciek, sapuluah se Amak agiah mah," katanya sambil tertawa. Aku pun ikut tertawa. Aku tahu bahwa dia sebenarnya hanya bercanda.
Aku tersenyum sambil menuruni tangga menuju ruanganku. "Mamak ... Mamak, kalau mau jadi mak comblang itu yang seriuslah," gumamku.
Aku membuka SMS yang ada di ponselku.
{Terima Kasih atas lagunya Kak Dewi, semoga harimu menyenangkan}
Aku menarik nafas, orang ini lama-lama terasa mengangguku. Perlahan kupijit kepala yang semakin berdenyut.
"Apakah aku depresi lagi? Tidak. Aku harus bicara dengan Arina" gumamku.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU BUKAN PERAWAN TUA
Romance(SUDAH TERBIT) Alhamdulillah. Cerita ini sudah menjadi sebuah Novel. Open PO tanggal 08 - 18 September. Harga PO Rp. 85.000. Harga normal setelah PO Rp. 95.000. BLURB Kenapa masalah jodoh ini menjadi begitu rumit? Rysha Dewi, seorang gadis usia 30...