Kecanggungan obrolan mereka akhirnya menemukan titik temu. Bima memutuskan ke kafe untuk membicarakan keinginan ibunya. Tanpa membuang waktu, laki-laki yang sedang jatuh cinta itu memacu motor sportnya ke tempat Dara.
Entah kenapa, hari ini dia berangkat kerja menggunakan motor. Ternyata ada manfaatnya, hanya perlu dua puluh menit, laki-laki itu sudah sampai di depan kafe.
Dengan rambut sedikit berantakan, Bima melangkah masuk. Baru jam sepuluh pagi kafe masih sepi pengunjung. Hanya ada beberapa anak muda mojok sambil menatap laptop mereka, mungkin sedang mengerjakan tugas.
"Mas Bima? Tumben pagi-pagi sudah datang?" Putri menyambut kedatangannya dengan dahi berkerut. Laki-laki itu menanggapi keheranan Putri dengan nyengir.
"Dara sudah datang kan?" Lagi-lagi pertanyaan bodoh yang dia keluarkan. Putri menunjuk ke atas, tanda bahwa bosnya ada di ruangannya.
"Aku ke atas ya?" Putri mengangguk bingung. Bakal ada perang nih, batinnya.
Bima melangkah tegap menuju lantai atas, tempat sang pujaan hati menunggu. Setelah mengetuk perlahan, dibukanya pintu ruangan Dara yang tidak dikunci. Darah Bima mengelegak melihat apa yang ada di depan matanya.
Dhimas, laki-laki kurang ajar itu mengurung Danurdara di sudut ruangan, dengan dua tangannya. Dara tidak terlihat takut, matanya tajam menantang ancaman Dhimas, mengabaikan kemungkinan buruk yang akan terjadi.
"Apa yang kamu lakukan? Lepaskan Dara!" Bentak Bima marah.
Merasa di atas angin? Dhimas menyeringai. Mantan tunangannya itu sudah berada dalam genggamannya, tidak mungkin akan dilepaskan. Dengan gerakan cepat, Dhimas mencium bibir Dara kasar. Dara memberontak, Bima bergerak maju menghajar Dhimas yang kesetanan. Dhimas tidak peduli, pukulan Bima menghujam tepat dimuka gantengnya. Laki-laki itu malah tertawa lantang sambil memegang pipinya.
Bima mendekati Danurdara yang tampak syok. Dia tidak menyangka Dhimas akan bertindak segila itu. Gadis itu terduduk di sudut ruangannya dengan wajah pucat.
"Kamu tidak apa-apa?"
"Gak apa-apa. Mas, awas!" Teriakan Danurdara menyiagakan Bima. Laki-laki itu segera berbalik menghadap Dhimas dengan vas bunga porselen ditangannya.
"Bajingan Lo, begitu caramu mencintai Dara?" Sekali hentakan, tendangan kaki Bima melempar vas porselen itu dari tangan Dhimas. Pecahan vas berserakan di sudut yang lain.
"Apa-apa ini?" Teriak Rajasa menerjang masuk. Laki-laki berambut panjang itu segera menangkap Dhimas, yang masih berusaha menghajar Bima. Tidak mau menyerah, meski dengan mudah Bima mematahkan serangannya.
"Lepaskan gue koki tidak tahu diri, lo gak pantas pegang gue," teriak Dhimas marah.
"Brengsek! Beraninya lo berlaku kasar pada Dara!" Mata Rajasa tajam menghujam. Dhimas tertawa sinis.
"Siapa lo, berani melarang gue. Lo cuma koki disini. Sampai kapan pun, Dara tidak akan pernah menyukai lo," ujarnya meracau.
Bima terkesima, obrolan tidak jelas itu membuatnya mundur. Jadi Rajasa menyukai Dara juga?
"Bro, tolong Dara," perintah Rajasa dengan suara rendah. Bima tersadar, Dara meringkuk ketakutan di sudut ruangan. Bima segera mendekati Danurdara, direngkuhnya gadis itu dalam pelukannya.
"Tenang, ada aku dan Rajasa di sini," bisiknya menguatkan. Dara menangis dalam pelukannya.
Rajasa membawa Dhimas keluar dari ruangan bosnya. Dengan susah payah dia berhasil mengusir pengacau itu menjauh dari kafe mereka. Putri dan beberapa karyawan lainnya menatap marah pada Dhimas. Untungnya Rajasa dapat menenangkan mereka.
"Put, buatin Dara minuman hangat. Langsung bawa ke atas ya," perintahnya sebelum beranjak kembali ke ruangan Dara.
Di ruangan berukuran 4 kali 4 meter itu, Bima dan Dara duduk di sofa panjang. Bima masih berusaha menenangkan Dara.
"Tenang Ra, sudah aman. Maaf, abang datang terlambat," sesal Rajasa.
Perasaan bersalah menyerangkan, seharusnya tidak dibiarkan laki-laki itu hanya berdua dengan Dara. Putri sudah memberitahu kedatangan Dhimas beberapa waktu yang lalu, beberapa menit sebelum Bima datang. Untung Bima datang tepat waktu, sebelum hal yang lebih buruk terjadi pada gadis yang mereka cintai.
****
Jadinya cinta bersegi-segi ini yach... secantik apa sih Danurdara?
Seperti kata Harsanto bapaknya Dhimas, gadis sebaik Danurdara sudah langka di Jakarta. Cantik, baik, mandiri, punya prinsip lagi. Masak sih..segitunya yach...
Ya gitu deh... terima sajalah wkwkwk..Salam double update
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)
Chick-LitDanurdara Agni Pratista Cinta, silahkan berakhir dan pergilah! Aku tak butuh cintamu, tak terima pengkhianatanmu. Cukup bagiku jika kamu pergi menjauh Pengkhianatan, adakah kamu masih mau menghancurkanku? Bahkan ketika kau tabur itu lewat gen yang m...