Danurdara tengah membereskan laporan keuangan akhir bulan, ketika Hayu muncul. Tanpa mengetuk pintu, gadis kelas 12 itu mendekati kakaknya.
"Kak, antar Hayu yuk?"
"Aduh Dik, bikin kaget aja. Untung jantung kakak tidak copot! Kalau mau masuk, ketuk pintu dulu kali," tegur Danurdara pada adiknya. Hayu malah tertawa manja, diciumnya kedua pipi saudara tunggalnya itu.
"Kakak kan masih muda, mana ada jantungan. Jauh-jauh penyakit dari kita," sahutnya enteng.
Dengan santai dihempaskan tubuh mungilnya di sofa panjang yang ada di ruangan itu. Danurdara menghela napas, Hayu sangat jarang mengganggunya. Saudara semata wayangnya ini memiliki sifat yang bertolakbelakang dengan dirinya. Mana pernah dia datang ke kafe kalau tidak ada maunya?
Hayu sangat menyukai dunia glamour seperti Ajeng, ibu mereka. Pesta, jalan-jalan, hangout bersama teman-teman menghabiskan jatah uang jajannya yang ditransfer ayahnya setiap bulan hanya dalam hitungan hari adalah hobi. Uang habis tidak pernah jadi masalah untuknya, ada Ajeng yang selalu siap mensuplai dana.
"Memangnya mau diantar kemana?" Danurdara ikut duduk di sofa panjang, Hayu bergerak memindahkan kepalanya di paha sang kakak. Kemesraan yang lama dirindukannya.
"Pengin jalan aja, bete!" Bibir merahnya mencebik, Danurdara mengeryit heran.
"Tumben, emang tidak ada teman yang bisa diajak?" Hayu menggeleng memelas.
"Masa sih, miss sosialita gitu lho!" Ledeknya yang membuat Hayu cemberut.
"Terus cowok kemarin itu kemana? Bukannya dia dengan senang hati ngintili kamu?"
"Kelaut!" Danurdara tergelak mendengar jawaban adiknya.
"Kak, kok malah tertawa sih!" Protesnya sengit. Melihat Hayu cemberut, Danurdara terpaksa menghentikan tawanya.
Tangannya bergerak pelan membelai lembut rambut panjang panjang adiknya. Hayu memejamkan matanya, perlakuan Danurdara mengingatkannya pada sang mama.
Dulu, mama sering melakukan hal itu padanya. Menyisir rambut panjangnya, mengikatnya atau mengepang sesuai model yang dia inginkan. Mama menjaganya dengan sepenuh hati, melimpahi mereka dengan cinta.
Sekarang, mama sibuk dengan dirinya sendiri. Sibuk dengan teman-teman sosialitanya. Entah apa yang membuat mama berubah, mereka tidak pernah tahu.
"Putus ya?"
"Pacaran aja belum, bagaimana putus!"
"Lho, sudah pergi ke sana kemari berdua belum pacaran? Maksudnya gimana ya?"
"Kak Dara kuno, emang harus pacaran baru bisa jalan? Baru bisa ciuman? Hiks... maaf keceplosan," Hayu terkikik menyadari kesalahannya.
Danurdara terdiam, ucapan tidak sengaja Hayu menamparnya. Ingatannya kembali pada Bima, laki-laki yang berhasil membuat hatinya berantakan bahkan di hari pertama perjumpaan mereka.
Bima yang dingin tanpa senyum, yang mengkritik lukisan ibu dan anak, hasil goresan tangannya tanpa basa basi. Diam-diam Dara menyukainya, berada dekat laki-laki itu selalu membuatnya salah tingkah. Lebih memalukan lagi, dengan mudahnya dia menyerahkan bibirnya dicium Bima di kamar hotelnya. Mereka berciuman cukup lama sampai Bima mengurai ciuman mereka.
Tidak disadarinya, Danurdara memegang bibirnya dan tersipu malu.
"Kak, kok senyum-senyum sendiri? Hayo kak Dara jatuh cinta lagi ya?" Danurdara tersentak kaget.
"Eh, enggak? Kamu sudah ciuman sama siapa namanya?"
" Edward kak,"
"Iya Edward. Gimana rasanya dicium cowok yang bukan pacarmu?" Pertanyaan bodoh? Bukankah dirinya sudah merasakan manis bibir Bima? Lagi-lagi wajah Bima melintas dipikirannya.
"Kak, siapa? Kenalin dong!" Kejar Hayu.
"Siapa yang harus dikenali?" Elaknya pura-pura tidak mengerti.
"Cowok yang membuat kak Dara jatuh cinta lagi?" Hayu tersenyum menggoda.
"Gak ada Dik, udah ah kayanya mau jalan,"
"Gak mau, bilang dulu!" Hayu pura-pura merajuk.
"Ya udah kalau gak mau, kakak kerja lagi," Danurdara berdiri, lalu berjalan menuju meja kerjanya. Hayu mengejar dan mengelitik pinggang Dara.
"Hayu, geli tahu!" Teriaknya kegelian.
"Biarin, siapa suruh rahasia-rahasiaan!" Ancamnya sambil terus mengelitik. Danurdara kehabisan akal, tetapi dia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Bima bukan siapa-siapa baginya. Bukan Bima berarti baginya, tetapi mungkin dia tidak berarti bahi Bima.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)
Literatura FemininaDanurdara Agni Pratista Cinta, silahkan berakhir dan pergilah! Aku tak butuh cintamu, tak terima pengkhianatanmu. Cukup bagiku jika kamu pergi menjauh Pengkhianatan, adakah kamu masih mau menghancurkanku? Bahkan ketika kau tabur itu lewat gen yang m...