Decision (2)

1.1K 120 2
                                    

       Harsanto dan Hanum saling berpandangan, tidak paham maksud ucapan tamunya.

       "Maksudnya bagaimana Mas Bagus, mbakyu Ajeng? Ada apa ini?" Tanya Harsanto penasaran. Laki-laki berkacamata itu duduk menghadap tamunya dengan sikap waspada. Hanum istrinya ikut duduk, tidak jadi menelpon anak sulungnya.

       "Sebelumnya saya minta maaf, keluarga kami datang bertamu mendadak. Ada hal penting yang harus kita bicarakan," Bagus memulai pembicaraan serius mereka.

        "Ada apa ya Mas? Dhimas melakukan kesalahan?" Tanya  Harsanto menebak maksud tamunya.

        "Banget, dia.."

        "Ma, tenang sabar," potong Bagus sebelum istrinya meluapkan emosinya. Ajeng mendengkus kesal, Hanum semakin tidak mengerti kekesalan calon besannya.

        "Mohon maaf Mas Bagus dan Mbak Ajeng, apa yang sudah dilakukan Dhimas? Apakah Dara sudah hamil? Kita akan percepat pernikahan mereka," Harsanto terlihat salah tingkah.

        Edan, mereka pikir aku cewek cewek apaan? Gak semudah itu, aku menyerahkan tubuhku pada laki-laki, umpat Danurdara dalam hati.

       Ajeng melotot marah, tidak terima anaknya dikira hamil. Danurdara memegang tangan ibunya, menepuknya pelan.

        "Ma, tenang," bisiknya lirih.

        "Bagaimana mama bisa tenang, kamu...," Danurdara memeluk ibunya sebelum amarahnya semakin meledak. Bagus mendekati anak dan istrinya.

        "Ra, bawa mama ke mobil aja. Biar Papa yang selesaikan masalah ini!" Disodorkan kunci mobil yang disambut oleh Hayu.

        "Mas, aku disini saja," Bagus menggeleng pelan, mata teduhnya yang sudah lama hilang menyapu wajah tegang istrinya. Dianggukan kepalanya kepada kedua anak gadisnya. Danurdara mengerti, tangan ibunya  digenggam erat lalu dibawanya keluar. Hayu mengikuti dari belakang, membuka pintu mobil. Mereka menunggu di dalam mobil seperti perintah Bagus.

        "Maaf Mas Harsanto, mama Dara sedang emosi," Harsanto tersenyum tipis, sedang Hanum terlihat kebingungan, antara mau ikut menenangkan Ajeng atau tetap bersama suaminya menanti berita dari ayah Dara.

       Pandangan Harsanto tidak lepas dari gerakan tamunya yang sedikit gelisah. Sebagai pengacara besar yang biasa menghadapi banyak orang dengan berbagai karakter, laki-laki berkacamata itu tahu ada masalah besar yang dihadapi calon besannya dan bisa kemungkinan akan menjadi masalahnya juga.

       "Mohon maaf suasananya jadi kurang enak," kata Bagus meminta maaf.

       "Tidak apa-apa Mas, kita ini keluarga jadi santai saja," Pernyataan Harsanto membuat Bagus tidak enak hati.

       Keluarga Harsanto cukup terpandang, sayang anaknya berperilaku tidak selayaknya orang terhormat. Bagus tidak mau mengorbankan hidup anak gadisnya. Cukup dirinya saja yang membuat kesalahan itu. Bagus menghela napas panjang sebelum mulai berbicara lagi.

         "Mas Harsanto dan Mbak Hanum, saya mewakili keluarga mohon maaf harus menyampaikan pembatalan pertunangan anak-anak kita,"

         "Apa, pembatalan pertunangan? Kenapa?" Hanum bertanya gusar.

         "Sabar Ma, kita dengarkan dulu penjelasan Mas Bagus," kata Harsanto menenangkan istrinya.

         "Ini penghinaan buat keluarga kita, Pa. Seenaknya saja membatalkan pertunangan." Seperti Ajeng yang emosi ketika anak gadisnya tersakiti, Bagus memaklumi reaksi Hanum.

         "Ada masalah apa antara mereka berdua? Apakah sedemikian berat sampai harus mengakhiri pertunangan mereka?"

        Bagus tidak menjawab. Dengan tenang, laki-laki itu menyerahkan map biru yang dari tadi dipegangnya.

        "Jawabannya ada di situ,"  Harsanto menerima, tidak sabar map itu langsung dibuka. Matanya terbelalak melihat foto-foto vulgar yang terpampang di depan matanya.

         "Ini..!" Katanya geram. Hanum mengambil map kertas itu dari tangan suaminya.

         "Dhimas? Gak mungkin, Dhimas tidak mungkin seperti ini!" Teriaknya histeris. Harsanto mencoba menenangkan istrinya.

          "Ini tidak mungkin Pa, pasti ini fitnah?" Hanum menangis, membantah semua bukti yang ada di depan mata.

         "Dara sangat terpukul, dia menyaksikan itu semua sendiri. Di depan matanya, Dhimas berselingkuh," Bagus menjelaskan dengan suara bergetar.

         "Kemarin siang, seharusnya mereka fitting baju. Dara sudah menunggu, Dhimas tidak kunjung datang. Saat menunggu, Dara mendapat beberapa kiriman foto mesra Dhimas dengan perempuan, dan pesan ganjil Dhimas membatalkan rencana mereka. Pesan itu yang membuat Dara penasaran, Dhimas biasa telpon bukan kirim pesan. Kecurigaan itu yang membawa Dara ke apartemen Dhimas. Semua itu dilihatnya sendiri, bukan kiriman orang lain," tandas Bagus membungkam keraguan Hanum.

                   ****

Emak ya, sudah tahu anak salah tetep aja dibela. Pantas anak zaman sekarang susah berjuang, susah menghargai hidup. Eaa... ngomong apa ini?

Harusnya emak dibiarkan aja ketemu dengan emak, biar lebih rame berantemnya.

Enggak boleh ya..authornya baik, gak suka berantem. Damai itu indah.

Salam literasi

All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang