If (2)

933 100 4
                                    

        Adriani dan Bima, hadir saat keluarganya sedang terpuruk. Hubungan dengan Bagus yang makin tidak harmonis, Dara yang bermasalah dengan tunangannya dan Hayu yang tergeletak sakit dan butuh bantuan. Uniknya, mereka berdua datang mengulurkan tangan tanpa diminta.

        Bima rela menyumbangkan hatinya untuk Hayu, Adriani menerima keputusan putranya dan dengan setia menemani selama protes operasi. Akankah dia bertahan, tetap egois mempertahankan rumah tangganya yang rapuh sejak sebelum dibangun?

        "Kak, Mama boleh ngomong gak?" Tanya Ajeng mendekati putri sulungnya. Dara tidak menjawab, hanya mata lelahnya yang menatap sang Bunda.

         Saat itu mereka sedang duduk berdua di luar kamar rawat Hayu. Sementara Hayu ada di dalam bersama Adriani, Bima ditemani Damar yang baru datang semalam dan Bagus entah pergi ke mana. Kesempatan itu akan digunakan Ajeng sebaik-baiknya.

         "Iya Ma, ada apa?" Sahutnya ogah-ogahan. Sejak tahu perbuatan curang ibunya merebut suami orang, Danurdara menjadi malas berbicara dengannya. Bukan kurang ajar, dan tidak respect. Penyesalan juga menjadi alasannya menjauh dari ibunya. Ajeng menempatkannya menjadi anak haram atau entah apa namanya, karena lahir dari pernikahan tidak sah. Dia juga malu dengan Adriani dan Bima yang sangat baik padanya.

        "Kita bicara di tempat lain boleh?" Ajaknya hati-hati. Danurdara mengiyakan ajakan itu, mereka berjalan beriringan masuk lift yang cukup penuh. Ajeng menekan angka satu Danurdara masih diam tepat di depan pintu. 

        Pikirannya menduga-duga kemungkinan masalah yang akan dibicarakan ibunya. Begitu lift terbuka, Ajeng mengajak Danurdara ke taman rumah sakit.

          "Mama mau bicara apa?" Tanya Danurdara setelah mereka duduk di bangku panjang, agak jauh dari keramaian.

        Ajeng menghela napas panjang, Dara dapat melihat kelelahan di wajah cantik di dekatnya. Ajeng berubah, perempuan yang biasanya modis itu, sudah beberapa hari ini mengabaikan penampilannya. Wajahnya dibiarkan pucat tanpa riasan.

        "Maafkan Mama," bisik Ajeng lirih.

        "Maaf, untuk apa? Mama salah apa sama Dara?" Pancing Dara.

        Gadis itu berharap mamanya mau mengakui kesalahannya secara terbuka. Lalu minta maaf kepada Adriani dan Bima, agar setelah itu mereka dapat hidup bersama dengan damai. Bima dan Adriani pantas bahagia.

        "Mama bersalah sama kamu,"

        "Salah apa? Dara tidak mengerti maksud Mama!"  Ajeng mendesah gugup, Dara tahu ibunya bingung tetapi tidak mau melonggarkan tuntutannya.

        Keringat dingin membasahi tubuh Ajeng, keinginan untuk jujur memerlukan keberanian. Sayangnya Ajeng belum cukup mempunyai keberanian itu.

        "Kamu pasti sudah tahu siapa Bima dan ibunya. Mereka orang yang papamu cintai," katanya pelan. Matanya menerawang jauh, Dara hanya diam tidak menyahut tatapan matanya tidak lepas dari ibunya.

        "Kamu ingatkan cerita Mama beberapa waktu lalu?" Dara mengangguk. Dia ingat pesan sedih ibunya waktu itu,  "lebih baik dicintai daripada mencintai". 

        "Kenapa Mama melakukan itu? Kenapa memgambil suami oramg lain? Mama cantik, cetdas dan kaya pewaris tunggal perusahaan opa. Tetapi kenapa mencintai laki-laki beristri Ma?" Tanya Dara gusar. Ajeng menggeleng kepala berulang-ulang, seperti hendak membuang ingatan buruk yang mengejarnya.

         "Dengan status Mama, pasti banyak laki-laki mau dengan Mama. Tetapi kenapa harus Papa?" Kejar Dara membuat Ajeng makin gugup.

        "Cinta tidak mengenal tempat dan orang. Mas Bagus laki-laki baik, dia berbeda dengan yamg lain,"

        "Dan Mama membuatnya tidak baik dengan meninggalkan istri dan anaknya. Tidakkah Mama berpikir, bagaimana kalau yang mengalami Mama sendiri!" Dara berteriak marah. Sungguh dia tidak bisa memahami pikiran perempuan yang dipanggilnya mama itu.

       Ajeng menangis, menahan sakit dalam hati. Pertanyaan Dara mengingatkannya pada kenyataan yang sedang dihadapinya. Melihat Bagus menatap Adriani saja, dia sudah sangat marah apalagi kalau Bagus benar-benar kembali kepada istrinya.

        "Dara tidak pernah mengerti pikiran Mama. Kenapa Mama tega memisahkan mas Bima dari ayahnya? Bagaimana kalau sekarang papa kembali kepada mereka. Apa yang akan Mama lakukan?"

        Dara tidak akan pernah mengerti situasi yang dia hadapi saat itu. Semua untuk kamu Kak, hanya untuk kamu, katanya dalam hati.

                    ***
Wow keren hari ini bosa update dua cerita. Efek pp naik krl.. semoga suka ya.

Salam

       

All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang