Return

1.1K 111 0
                                    

       "Yakin mau turun sendiri? Gak barengan saja nanti malam?"

       "Sudah janji mau ketemu Papa siang ini," sahut Danurdara ragu.

       Hatinya masih ingin di sini, bersama laki-laki yang membuat hatinya berbunga-bunga. Laki-laki yang memberinya kebahagiaan dan ketenangan, tetapi bersama dengan Bima juga berbahaya untuk akal sehatnya.  Danurdara tidak mau terjebak dengan perasaan yang datang saat hubungannya dengan Dhimas belum selesai. Pulang dan menyelesaikan masalah akan jauh lebih baik daripada membuat masalah baru.

       "Kalau aku minta jangan pulang dulu, mau gak?" Bima bertanya mencoba mengundur waktu.

       "Jangan minta itu,"

       "Kenapa?" Danurdara tidak menjawab, Bima mengerti gadis didepannya ragu. Ego  menguasai pikirannya.

       "Ra, aku masih ingin bersamamu," bisiknya menggoda, digenggamnya tangan gadis pujaannya. Panas menjalari wajah Danurdara, jantungnya berdenyut lebih cepat.

       Bima bukan laki-laki yang mudah mengobral omongan, bukan pula laki-laki yang mudah jatuh cinta bahkan terkesan dingin. Di depan Danurdara, semua predikat itu luntur. Bima yang anteng menjadi banyak bicara, bisa jadi dianggap tukang gombal.

       Dia sendiri tidak mengerti, sejak melihat Danurdara hatinya berubah. Ada rasa yang dia sendiri tidak dapat memahaminya. Rasa sakit menyerangnya, ketika bertemu Danurdara di lift apartemennya dengan wajah terluka. Wajah itu terus membayangi sepanjang sisa harinya.

       Hatinya melonjak bahagia, ketika semalam mereka bertemu dengan situasi yang menguntungkannya. Bima yakin, ada yang tidak beres terjadi pada gadis rekan bisnisnya beberapa minggu lalu. Kebetulan yang aneh, pertemuan beruntun yang tidak disengaja bahkan menginap di hotel yang sama. Benar-benar sebuah keberuntungan yang tidak pernah dibayangkannya. 

        "Mas, aku harus pulang sekarang," katanya memantapkan diri. Semakin lama, akan semakin buruk untuk dirinya. Bima menghela napas panjang, usahanya gagal. Danurdara tetap mau pulang.

       "Oke, hati-hati. Kabari kalau sudah sampai rumah," pesannya wanti-wanti. Danurdara mengangguk, gadis itu bergegas masuk mobil.

       Bima masih berdiri tegak di samping mobil, memperhatikan semua yang dilakukan Danurdara dengan netranya. Diketuk pelan jendela mobil, Danurdara membuka kaca jendela yang baru saja diketuk. Kepala Bima menunduk di dekat jendela.

      "Boleh aku jujur?" Danurdara tersenyum, seingatnya sejak tadi pagi laki-laki itu terlalu jujur pada dirinya. Bercerita tentang tujuannya ke sini, tentang kerjasamanya dengan Bagas dan Gun yang dikenalkannya semalam. Juga tentang kenekatannya menciumnya tadi pagi. Sekarang mau jujur apalagi?

        "Aku tidak rela kamu pergi,"

       "Kalau gitu, mas pulang saja sekarang,"

       "Pekerjaanku belum selesai, sayang," Danurdara mendelik, sayang? Tidak salah dengarkah?

      "Ternyata, pinter merayu juga ya?" godanya tersenyum. Bima tertawa, dicoleknya hidung Danurdara.

       "Kamu yang membuatku jadi perayu," sahut Bima berkilah. Mereka tertawa lepas, tawa yang memberi semangat buat Danurdara untuk menyelesaikan semuanya.

       "Sudah ah, lihat tuh Gun menunggumu dari tadi," Bima menoleh, mencari sosok yang disebut Danurdara. Benar, Gun tengah memperhatikan mereka dari kejauhan.

      Peduli amat, sahut Bima dalam hati. Dia hanya ingin berlama-lama dengan Danurdara. Menikmati setiap menit yang ada, meski tidak tahu kemana ujung perasaannya. Gadis itu tidak bercerita apa pun alasannya ada di sini. Dia tidak tahu pasti, apakah ada hubungannya dengan tunangannya atau tidak.

       Danurdara menstater kendaraannya, merasa diusir Bima menjauh dari jendela mobil. Tatapan mereka kembali bertemu. Senyum manis menghiasi wajah tegas Bima, Danurdara segera menghindar. Pura-pura merapikan duduknya, menarik perseneling dan bersiap untuk jalan. Dengan matanya dia mencoba pamit, tetapi Bima kembali menahannya.

        "Hati-hati," Tangannya terulur mengacak rambut gadis tiga tahun dibawahnya itu. Sang gadis hanya bisa mengangguk, tenggorokannya kelu. Perhatian Bima menghancurkan pertahanannya. Tidak mau semakin melankolis, Danurdara segera melarikan kendaraannya meninggalkan Bima yang tidak rela ditinggalkan.

                     ***

Lebay gak sih, sikap mereka? Kalau Damar tahu Bima suka Danurdara gimana ya? Sutralah... tunggu aja kelanjutannya.

Salam literasi
     

All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang