Crashing

834 78 2
                                    

       Bagus dan Dara berlarian menuju kamar rawat Hayu, begitu mobil yang dikendarai Bima merapat di lobi. Mereka bahkan lupa untuk pamit dengan Bima.

        "Pak, Bima langsung ke kantor ya!" Teriakan Bima menyadari Bagus.

        "Bawa saja mobilnya, nanti Bapak telpon," Bima mengangguk, memperhatikan bapaknya sebentar yang kembali berlari.

        Cerita Ajeng melalui sambungan telpon tadi, Hayu jatuh di kampus dan dilarikan ke rumah sakit Siloam yang tidak jauh dari kampus. Ajeng langsung menyusul, mendampingi putri bungsunya melakukan pemeriksaan secara intensif.

         Untungnya ada Bima yang bersikap lebih tenang, hingga membawa mereka kembali ke Jakarta dengan selamat dan mengantarkan keduanya ke rumah sakit.

       Sampai di depan ruang rawat Hayu, keduanya berhenti mengatur napas agar Hayu tidak melihat kepanikan mereka.

        "Ayo kita masuk, Ra. Ingat jangan menangis," bisik Bagus sambil memeluk putrinya. Danurdara mengangguk setuju, bagaimana pun perasaannya saat ini kesehatan Hayu jauh lebih penting. 

         Bagus membuka pintu, Danurdara langsung menyerbu masuk menghampiri tubuh adiknya yang terbaring lemas dengan selang infus di sisi kirinya. Ajeng berdiri mendapatkan keduanya.

        "Bagaimana hasil pemeriksaannya?" Tanya Bagus kepada istrinya.

        "Belum keluar, nanti akan diberitahu kalau sudah ada," jawab Ajeng sedih. Bagus mengangguk pelan, lalu berjalan mendekati Hayu.

         Ajeng mendesah pelah. Laki-laki itu bahkan tidak mau sekedar basa-basi memeluknya di depan anak-anaknya.

        "Dik, mana yang sakit?" Bisik Danurdara lirih. Hayu menggeleng lemas, sekujur tubuhnya terasa sakit. Lemas tidak bertenaga, kedatangan kakak dan sang ayah cukup menghiburnya.

       "Kakak pijet ya," katanya menawarkan diri.

       "Jangan, sakit!" Sahut Hayu lirih.

        Dara terdiam, dadanya terasa nyeri. Sesakit itukah tubuh adiknya yang  terbaring di depannya dengan wajah pucat.

         "Sabar sayang, semua akan baik-baik saja. Kita tunggu apa kata dokter. Anak Papa pasti kuat," hibur Bagus lebih pada dirinya sendiri.

        Kenyataannya Hayu tidak baik-baik saja. Setelah bertemu dokter, dan mendengar hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan beberapa jam yang lalu Bagus menjadi cemas.

        Diagnosa yang tidak menyenangkan, Hayu mengalami gagal hati akut. Entah dari mana datangnya sumber penyakit itu, dokter juga tidak bisa menjawab pasti. Hayu bukan pencandu alkohol, bukan pula penderita hepatitis atau penyebab lain yang sulit dipercaya.

        Percaya atau tidak, itu kenyataan yang harus mereka terima. Dokter memberikan satu alternatif pengobatan untuk menyelamatkan Hayu, transplantasi. Ajeng terkulai lemas mendengar semuanya. Separah itukah penyakit putrinya?

       "Ambil hati saya saja, Dok!" Seru Ajeng emosional.

        "Ibu tenang saja dulu. Transplantasi tidak semudah itu, harus melalui beberapa pemeriksaan dulu," Dokter muda itu menjelaskan dengan sabar.

         Drama seperti itu sudah biasa terjadi di depan matanya. Sebenarnya itu reaksi wajar dari keluarga pasien, sedih, panik, responsif dan emosional. Apalagi yang akan mereka lakukan mendengar berita buruk tentang kesehatan orang yang mereka cintai?

        "Lakukan pemeriksaan kepada kami Dok," kali ini Bagus yang bersuara. Si dokter tersenyum maklum.

        "Baik akan kita lakukan. Tetapi sebelumnya, saya tanya dulu. Bapak Ibu golongan darahnya apa?" Bagus dan Ajeng saling berpandangan.

        "Apa hubungannya Dok?" Tanya Ajeng tidak paham. Bagus menghela napas, dia tahu apa maksud dokter Bayu. Transplantasi akan bisa dilakukan jika sang donor memiliki golongan darah yang sama.

        "Syarat paling sederhana yang harus dipenuhi, golongan darah pendonor dan penerima donor harus sama. Agar tidak terjadi penolakan terhadap donor," jawab dokter muda itu sangat sabar.

       Ajeng terhenyak, golongan darahnya berbeda dengan Hayu, Bagus juga beda. Lalu siapa?

       "Hasil pemeriksaan darah mbak Hayu A, Bapak dan Ibu bagaimana?"

       "Saya AB dan istri saya B Dok, kakaknya juga B," sahut Bagus lirih seperti kehilangan harapan.
      

All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang