Two man (2)

866 81 2
                                    

         "Mas Bima dan mas Damar, adalah rekan kerja Dara. Mereka pernah meminjam kafe untuk foto prewed klien mereka. Dara sudah pernah cerita tentang itu. Kami murni hanya rekan kerja, bahkan Dara pernah meminta bantuan mas Damar untuk membuat foto prewedding Dara,"  Untung belum jadi, sambungnya dalam hati.

        "Waktu kejadian memalukan itu, Dara pergi ke puncak dan di sana tanpa sengaja Dara bertemu dengan mas Bima. Beneran kami tidak terlibat apa-apa," Danurdara menjeda ceritanya. Semua harus diceritakan kepada ayahnya agar tidak ada kesalahpahaman, kecuali ciuman pagi yang diberikan laki-laki itu.

        "Dua Minggu lalu, Dara janjian dengan Saras di sebuah Mall. Di sana Dara bertemu mas Damar, kami ngobrol. Eh Dhimas datang dan langsung mengamuk. Kata-kata kotor keluar dari mulutnya, termasuk menuduh Dara selingkuh. Saat genting itu, mas Bima datang menghalau Dhimas dengan mengaku sebagai calon suami Dara. Tentu saja Dhimas semakin mengamuk, Dara syok Pa. Tidak menyangka dia akan bersikap senekat itu," Danurdara terengah. Ingatan tentang kejadian di starbucks dan di kafe terulang kembali.

        "Siang tadi kasus dua minggu lalu terulang lagi. Dhimas datang di kafe. Masuk ke ruangan Dara, bicara dan sikapnya sangat kasar pada Dara, bahkan menyium Dara dengan paksa. Untungnya mas Bima datang, mereka berantem karena itu. Ada Bang Raja juga kok,"

        "Kalau itu papa tahu, Rajasa sudah bercerita pada Papa. Terus kamu pergi ke mana dengan Bima?"

         "Mas Bima membawa Dara ke Dufan, katanya supaya bisa berteriak sepuasnya," sahutnya tersipu.
  
        Semburat merah mewarnai pipi Danurdara. Bagus bisa melihat kebahagiaannya di wajah putri sulungnya.

        "Sampai malam begini?" Danurdara menggeleng.

        "Gak, dari Dufan Mas Bima membawa Dara bertemu ibunya. Mumpung beliau masih di Jakarta," Bagus manggut-manggut mengerti.

         "Pa, Mas Bima melamar Dara di depan ibunya. Dara diberi ini sama ibunya," Tangan yang tadi disembunyikan dia keluarkan. Sebuah cincin terselip indah di jari manisnya.

        Bagus terkesima. Cincin itu? Seperti milik... ah tidak, banyak orang bisa memiliki cincin seperti itu. Semua orang bisa memesannya.

        Jantung Bagus berdebar kencang, tidak mungkin. Ada banyak nama Bima di dunia ini. Jangan Tuhan, jangan dia yang Engkau pertemukan dengan putriku, mohonnya dalam hati.

         "Kamu bahagia?" Pertanyaan retoris, jelas di depan matanya anak gadisnya selalu tersenyum dengan rona merah di pipi. Apalagi kalau tidak bahagia?

         Bagaimana kalau... ah, ketakutan membuat Bagus terdiam. Ingin rasanya bertanya siapa nama lengkap Bima atau ibunya. Tetapi dia takut, kalau kenyataan menghancurkannya juga mimpi putri kesayangannya.

        "Maafkan Dara, Pa. Dara salah menerima lamaran mas Bima tanpa izin dari Papa," Bagus semakin takut mendengar permintaan maaf Danurdara.

         Akankah kamu memaafkan papa seandainya kamu tahu siapa papa Nak? Papa bukan laki-laki baik seperti yang kamu bayangkan, papa laki-laki hanya pengecut yang tidak berani melindungi keluarganya. Laki-laki pecundang..

       "Sudah malam, kamu tidur saja. Besok kita bicara lagi," Bagus bangun diikuti anak gadisnya.

       "Malam Pa," Laki-laki itu mengangguk. Diciumnya kening Danurdara sebelum gadis itu berlalu dari ruangannya.

        Dihempaskan tubuhnya di kursi kerjanya. Matanya terpejam, masa lalu yang tersimpan rapi selama dua puluh enam tahun ini mengganggunya.

        Kalau saja dia tidak berpikir pendek, percaya begitu saja dengan ucapan Ajeng kalau dia hamil. Kalau saja dia lebih berani melawan keadaan dan berani mempertaruhkan hidupnya, penyesalan ini tidak pernah ada.

        Kenyataannya, dia tetap  hidup dalam kenyamanan berbalut penyesalan panjang yang menyesakkan. Untungnya dia punya Dara dan Hayu, dua anak gadisnya yang membuatnya merasa berarti. Bukan hanya laki-laki bodoh yang mudah diatur istri.

        Bagus mengambil gawainya, mencari nomor seseorang dan menelponnya. Sesaat menunggu, terdengar sambungan dari seberang.

        "Selamat malam Pak," sapa seorang laki-laki di seberang sana.

         "Ton, cari tahu tentang anak ini. Aku sudah kirim fotonya!" Perintah Bagus tegas.

         "Baik Pak, secepatnya saya kabarkan informasi tentang dia,"

         "Terima kasih. Selamat malam," Sambungan langsung ditutup, laki-laki itu menghela napas panjang.

                  ****
Apalagi ini? Bima siapa hayo...penasaran? Ikuti terus aja...ocre
        

All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang