"Ibu gak apa-apa kan Bima lakukan ini?" Adriani menatap putranya tidak berkedip. Dia tahu apa maksud pertanyaan itu.
Wajar Bima menanyakan perasaannya setelah apa yang terjadi dalam hidup mereka. Bagus meninggalkannya, membuatnya harus membesarkan Bima yang saat berumur 2 tahun sendirian. Meninggalkan keluarga besar mereka untuk menghilang dari kehidupan Bagus. Adriani bertekad akan berjuang menghidupi dan mendidik putra semata wayangnya dengan baik, agar Bima tumbuh menjadi laki-laki yang baik.
Semua itu terjadi karena, Ajeng mama Hayu. Seharusnya dia balas dendam bukan malah membantu. Ajeng yang salah, Dara dan Hayu tidak tahu apa-apa. Anak-anak itu tidak pantas menerima hukuman atas perbuatan perempuan yang mereka panggil mama."Apa yang Mas pikirkan ketika tahu Hayu sakit?" Perempuan itu balik bertanya. Bima tersenyum penuh arti. Ibunya selalu begitu menyerahkan keputusan hidupnya pada dirinya sendiri. Ibu tidak pernah memaksakan kehendaknya, perempuan luar biasa yang sudah mendampingi hidupnya selama 28 tahun ini. Bahkan ketika dia harus sakit karena keputusan anaknya.
"Kenapa tersenyum?" Adriani menggoda anaknya.
"Ibu memang luar biasa. Bima bangga punya ibu sehebat ini." Bima bangun dari duduknya, dipeluk sang ibu erat. Bima tidak pernah malu melakukan itu, bahkan diusianya yang sudah sangat matang, pelukan ibunya masih disukainya.
"Ibu juga bangga denganmu Mas, kamu mau berjuang untuk adikmu," bisik Adriani lirih.
Entah terbuat dari apa hati kedua ibu dan anak itu, kerelaannya untuk membantu keluarga yang sudah menyakiti mereka, tentu saja membuat banyak orang bertanya-tanya. Bagaimana mungkin mereka rela melakukan itu semua.
"Jadi, kapan kalian berangkat?" Tanyanya sesaat kemudian.
"Ibu tidak ikut?" Adriani tersenyum.
"Harus ya?" Bima mengangguk. Kehadiran ibunya penting baginya di tengah keluarga bahagia ayahnya.
"Mas takut?" Laki-laki muda itu menggeleng. Dia tidak takut hanya butuh penguatan ibunya.
"Baiklah, Ibu ikut," jawabnya pasti.
"Terima kasih Ibuku sayang!" Dengan lembut Bima mencium kening ibunya. Adriani hanya tersenyum menerima perlakuan lembut putranya. Hatinya membuncah, benih cinta yang ditabur dalam jiwa sang putra. Bukan luka, meski dia menyadari ada sisi kosong dalam hatinya. Kehadiran Bagus setelah ini, akan mengisi kekosongan itu.
***
Operasi cangkok hati untuk Hayu diputuskan dilakukan di Singapura. Bagus hanya ingin melakukan yang terbaik untuk putri bungsunya. Pemindahan Hayu dilakukan dengan pesawat charter dari bandara Halim Perdana Kusuma. Karena kondisi Hayu cukup stabil, ada seorang dokter teman Bima yang ikut mengawal.Seluruh keluarga ikut mendampingi termasuk Adriani. Perempuan itu duduk anggun di dekat Hayu, yang terus bermanja padanya.
"Tante dekat Hayu sini! Hayu mau diceritain tentang mas Bima lagi," pinta Hayu manja. Adriani hanya tersenyum kecil tetapi menuruti keinginan gadis remaja itu.
"Cerita tentang mas Bima apa Dik, emang Ibu suka cerita apa?" Sahut Danurdara ikut mendekat. Hayu tertawa kecil, dia pikir Dara cemburu padanya.
"Gak usah cemburu Kak, Hayu gak suka cowok kayak kak Bima. Terlalu lembut, kurang menantang." Ucapan polos Hayu membuat Bima, Adriani dan Dara tertawa.
"Ini maksudnya apa ya? Apanya yang kurang menantang?" Sela Bima pura-pura tersinggung. Hayu tertawa makin keras, seperti bukan pasien.
"Sini Hayu kasih tahu!" Bima mendekati Hayu yang memanggilnya dengan posisi siap berbisik.
"Kalau mas Bima sayang kak Dara, lamar sekarang. Mumpung semua ada di sini!" Bima terdiam kaku, muka seketika berubah.
Adriani dan Dara ikut terdiam melihat perubahan ekspresi Bima. Hayu tertawa, tidak tidak menyadari dampak dari ucapannya kepada kakak laki-laki yang belum diketahuinya.
Rahasia itu masih disimpan rapat dari Hayu. Mereka tidak mau, psikis gadis itu terganggu yang akan membuat fisiknya ikut turun. Makanya mereka bersepakat untuk merahasiakannya.
"Gak mau, Mas menunggu Kamu sembuh dulu," bisik Bima gemas, sesaat setelah kesadarannya kembali.
Jantungnya berdetak lebih cepat, nama Dara tidak serta merta hilang dalam pikirannya. Apalagi selama satu minggu belakangan mereka berdua sibuk mengurus Hayu dan rencana operasinya. Sesakali mereka terlihat canggung, kerinduan dan keinginan untuk bersama masih sangat kuat. Keinginan yang harus mereka buang jauh-jauh.
"Kamu cepat sembuh ya?" Bisiknya lembut sebelum menegakkan badannya kembali. Bima sangat ingin mencium kening adik bungsunya itu, tetapi dia tidak mau Hayu berpikiran lain.
"Apaan sih, bisik-bisik muluk!" Dara nimbrung untuk membantu Bima.
"Kepo, udah ah Hayu mau tidur!"
"Tidur? Sudah mau sampai non, ayuk siap-siap turun!" Ledek Dara tidak membiarkan adiknya menutup mata.
Interaksi mereka diperhatikan Ajeng dari jauh. Hatinya terasa sakit, melihat Hayu begitu bahagia bersama Bima dan Adriani. Sejak kehadiran Adriani keberadaannya sama sekali tidak terlihat oleh kedua putri dan suaminya.Hayu lebih memilih dilayani Adriani daripada dirinya. Dara makin menjauh dan tidak mempedulikannya. Bagus jangan ditanya, laki-laki itu hanya berbicara secukupnya. Dunia Ajeng berubah.
Sakit, tetapi dia berusaha untuk bersikap lebih bijaksana. Sikap dewasa Adriani padanya dan anak-anaknya menampar dirinya. Bahkan kerelaan mereka membuatnya benar-benar tidak berkutik.
Bima, anak laki-laki yang pernah dia rebut kebahagiaannya mau berkorban untuk Hayu putri bungsunya. Karmakah ini? Ajeng mencoba menghalau semua pikiran negatif yang menghantuinya. Siapkah dirinya kehilangan Bagus?
****
Hai hai...
Maaf lama gak update. Pagi ini disapa dikit ya? Besok author akan mencoba update cerita sebelah. Maklum lagi galfok nih! Doakan agar bisa fokus lagiSalam literasi
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)
ЧиклитDanurdara Agni Pratista Cinta, silahkan berakhir dan pergilah! Aku tak butuh cintamu, tak terima pengkhianatanmu. Cukup bagiku jika kamu pergi menjauh Pengkhianatan, adakah kamu masih mau menghancurkanku? Bahkan ketika kau tabur itu lewat gen yang m...