Hang out (2)

947 92 8
                                    

         Setelah perdebatan panjang akhitnya Hayu menyerah, tidak bisa  memaksa Danurdara mengatakan siapa laki-laki yang membuatnya tersipu. Gadis itu tersenyum lega, meski harus menuruti kemauan adiknya jalan berdua ke mall.

        Sudah kebayang apa yang akan dilakukan Hayu dengan prinsip aji mumpungnya. Danurdara tidak peduli  berapa uang harus dia sediakan untuk menghentikan kekepoan sang adik. Sebagai kakak, dia hanya inging membuat adiknya senang. Apalagi mereka sudah lama juga tidak jalan berdua.

        Setelah mencari tempat parkir beberapa waktu, akhirnya Danurdara berhasil memarkir mobil Yarisnya di lantai 7 sebuah mall besar di pusat kota Jakarta.

         "Kenapa gak walet aja sih, jadi lama kan!" Omel adiknya yang super bawel itu.

         "Timbang duduk aja ngomel, yuk turun!" Ajak Danurdara. Diraihnya rangsel kecil tempat semua harta bendanya. Hayu menurut dan segera menyusul sang kakak, tangannya memeluk lengannya erat. Mereka tertawa lepas.

         Dua gadis cantik itu masuk ke dalam lift, yang membawa mereka ke area mall. Hayu langsung memencet angkat lima, lalu memainkan gawainya.

        "Mau ngapain ke lantai 5?"

        "Makan," jawabnya pendek.

        "Kenapa tadi tidak makan di kafe aja? Enakan masakan bang Raja,"

        "Bosen sama masakan bang Rajasa," sahutnya menjengkelkan.

        Seenaknya saja menilai masakan kepala cheff nya tidak enak. Hayu tetaplah Hayu, yang lebih suka makanan resto daripada masakan ibunya. Berbeda dengan dirinya yang sangat suka makanan rumahan. Itulah alasannya mendirikan kafe yang menyediakan makanan ala ibu di rumah. Tidak ada menu mewah di the jadoel kafe miliknya.

        "Datang ke kafe aja jarang bilang bosen," Ditowelnya pipi si adik lalu dirangkul pundak gadis cantik yang hari ini terlihat sangat manja. Ting, lift terbuka di lantai 5, mereka keluar.

         "Slice of Heaven ya, Kak," tawarnya saat keluar dari kotak bermesin itu. Danurdara mengangguk. Mereka memasuki kafe yang dimaksud, mengambil posisi agak ke sudut. Danurdara tidak terlalu suka keramaian.

         Seorang pramusaji mendekat, tersenyum ramah pada keduanya. Danurdara membalas dengan senyum yang sama, gadis pramusaji itu menyodorkan daftar menu. Danurdara menerimanya dengan sopan.

         "Dik, mau makan apa?" Disodorkan buku menu itu pada Hayu yang sibuk dengan gawainya.

          "Steak dan love dust jar ya," sahutnya tanpa menoleh. Si mbak mencatat dengan cermat. Danurdara menggeleng pelan melihat kelakuan adiknya.

        "Saya original honey bread, dipotong ya?"

        "Minumnya kak?"

        "Sunny day saja," si mbak kembali mencatat. Setelah mengulang pesanan mereka gadis manis itu berlalu.

        "Ngajakin kakak cuma mau dipalak aja ya?" Hayu menoleh, dipandangi kakaknya yang tengah menatapnya intens.

        "Gak rela ya?" Danurdara mencubit pipi adiknya pelan.

       "Kenapa Dik, dari tadi jutek aja bawaannya?" Tanya Danurdara sabar.

       Gadis berwajah lembut itu sudah menaruh curiga pada Hayu, sejak adiknya itu datang ke kantornya. Pasti ada yang tidak beres.

        Perbedaan usia yang lumayan jauh membuat interaksi mereka sedikit terbatas. Mereka tidak tumbuh secara bersama, Danurdara sudah berseragam putih abu-abu, Hayu masih putih merah.

        "Ada apa Dik? Kalau ada masalah cerita saja, gak usah takut. Kayak sama siapa saja!"

        "Gak kok, cuma mau ditemani jalan saja. Habis ini kita nonton ya Kak?" Mohonnya dengan wajah berharap.

         "Siap, sisa hari ini waktu kakak buat kamu," Hayu tertawa lebar. Dipeluknya sang kakak dengan erat.

         Sesaat kemudian mereka terlibat dalam pembicaraan seru. Hayu banyak bercerita tentang hari-harinya yang hampir tidak pernah disaksikan Danurdara. Sesekali mereka tertawa, saling meledek sampai makanan datang menghentikan obrolan mereka.

          "Yuk makan, biar gak kurus lagi!"

          "Kakak tuh yang kurus, punya kafe kayak orang kelaparan. Jangan bilang masih patah hati. Eh, enggak ding tadi sudah senyum-senyum sendiri. Berarti sudah hepi," Danurdara terkekeh mendengar ocehan adiknya. Hayu telah kembali.

                      ***

Apa rasanya punya saudara jaraknya jauh gitu? Gak kebayang sih, jarak usia kami ideal 3 - 4 tahun. Jadi rukun dan dekat-dekat saja.
Beneran rukun? Hayah sering berantem juga kali...

Hari ini nyicil dulu, semoga bisa double update. Mau nonton drakor dulu ah... sambil goyang-goyang di krl

Salam literasi
       

All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang