Tidak mau membuat Hayu goncang, Bagus membawa dua perempuan berbeda karakter itu menjauh. Pengawasan Hayu kembali diserahkan pada Danurdara yang hanya bisa pasrah melihat kedua perempuan yang disayanginya berseteru. Bukan keduanya, tepatnya ibu kandungnya yang menampakan wajah bermusuhan kepada ibu Bima.
Bagus menatap Adriani yang duduk anggun di depannya. Perempuan yang dirindukannya hampir 27 tahun ini, masih terlihat cantik. Perempuan yang tidak pernah sedetik pun bisa dilupakannya.
Emosi Ajeng makin tidak terkendali, melihat suaminya terus menatap seterunya tanpa berkedip. Kerinduan terpancar jelas di wajah tampan laki-laki yang direbutnya dari cinta sejatinya.
Sementara Adriani hanya diam menatap pasangan di depannya yang terlihat tegang. Perempuan itu sadar, pandangan Bagus sedetik pun tidak lepas dari dirinya. Kerinduan yang sama dapat dirasakannya, tetapi pengalaman hidup membuatnya lebih tenang menanggapi sikap suaminya. Bagus tidak pernah menceraikannya, keadaan itu yang membuat Adriani tidak pernah mau menikah lagi.
"Kamu apa kabar, Dik?" Tanya Bagus canggung. Ajeng melotot tidak suka.
Adriani tersenyum kecil, panggilan itu membuat hatiku mencelos. Secuil kebahagiaan menghinggapi hatinya, bodohnya seorang perempuan yang masih bertahan mencintai laki-laki yang sudah mengkhianatinya.
"Apa maksud kedatanganmu? Untuk apa mengusik keluarga kami?" Cerca Ajeng tidak tahu malu.
"Ma, bisa gak kamu berlaku lebih sopan? Siapa yang mengusik keluarga kita? Kamu tidak sadar?" Bagus membalikan pertanyaan aneh istrinya. Ajeng mau membantah tetapi ucapan Bagus membuatnya bungkam seribu bahasa.
"Kamu yang mengusik keluarga kami, bukan Dik Riani. Bersikaplah bijak!" Bagus menatap istrinya tajam. Ajeng membalas tatapan itu, seumur hidup belum pernah ada yang berani mempermalukannya, tidak juga Bagus. Selama ini Bagus menjadi laki-laki yang banyak mengalah. Bagus berubah karena Adriani, perempuan sial di depannya itu.
"Mas, jangan begitu. Bukan mbak Ajeng saja yang salah. Kita juga salah," sela Adriani menghindari perdebatan selanjutnya.
"Masalah kita sudah berlalu, sekarang kita bicara tentang anak-anak saja," lanjutnya tegas.
Bagus menghela napas panjang, Adriani selalu begitu tenang dan bijaksana. Selalu berpikir positif dan lebih memikirkan orang lain. Ajeng mendengkus kesal, dari dulu sampai sekarang ternyata Adriani tidak bisa dikalahkan. Hanya tipuannya yang membuat Bagus bisa menjadi miliknya.
"Bima sudah menceritakan semuanya, kalau cocok dia siap menjadi donor untuk Hayu." Pernyataan tegas Adriani membuat pasangan suami istri itu saling berpandangan tidak percaya.
"Maksudnya bagaimana Dik?"
"Hari ini Bima sudah bertemu dokter dan akan melakukan cek darah. Jika hasilnya positif operasi Hayu bisa lebih cepat dilakukan."
"Kenapa kamu lakukan itu? Apa yang kamu inginkan dari kami?" Tanya Ajeng sinis.
Adriani tidak mau terpancing sikap Ajeng yang kurang ajar. Dulu memang dia tidak kuasa melawan keluarga arogan itu, tetapi sekarang sekali pencet telpon perempuan cantik itu bisa menghancurkan bisnis mereka. Ajeng salah kalau masih memandang rendah dirinya.
Sikap Ajeng menumbuhkan rasa kasihan Adriani pada Bagus, Dara dan Hayu. Bersyukur kedua anak gadis cantik yang dikenalnya tidak meniru sikap arogan sang ibup.
"Tenang Ma, jangan bersikap seperti anak kecil. Kita dengarkan dulu apa yang mau disampaikan dik Riani," kata Bagus mengingatkan istrinya. Mau tidak mau Ajeng menurut, diam menunggu.
"Kami melakukan semua ini untuk Dara dan Hayu. Mereka tidak bersalah, kita orangtua yang salah. Jadi, mohon segera dipersiapkan segala sesuatunya. Kalau butuh bantuan, telpon Bima saja," jawab Adriani tegas.
Bagus makin salut dengan istri pertamanya, kenyataannya mereka belum pernah bercerai. Cara bicara dan pembawaannya sangat tenang.
"Apa hubungan Bima dengan Dara?" Tanya Ajeng tidak mengerti.
"Tidak penting apa hubungan mereka sebelumnya, sekarang mereka saudara. Masalah kita jangan diperpanjang lagi, cukup menjadi masa lalu kita. Mari kita selesaikan masalah Hayu secepatnya,"
Ajeng terkesima mendengar ucapan Adriani. Tidak menyangka perempuan yang dianggap rival itu bersikap sangat bijaksana. Disaat dirinya masih memikirkan Bagus dan keutuhan keluarganya, Adriani malah memikirkan kesehatan Hayu, anak perempuan yang mengambil suami dan kebahagiaannya. Seegois itukah dia?
Ajeng menunduk, rasa malu mengejarnya. Diliriknya sang suami yang masih menatap kagum Adriani, yang ditatap terlihat acuh. Ajeng menghela napas panjang, ditepisnya cemburu yang sempat hinggap.
Pikirkan Hayu Jeng, itu yang terpenting untuk sekarang ini. Kebetulan kalau Bima dapat menjadi donor untuk Hayu, karena mereka bersaudara. Masalah Dara nanti saja, fokus pada Hayu.
Gawai Adriani bergetar, perempuan cantik itu minta izin menerimanya. Bagus dan Ajeng mengangguk setuju.
Wajahnya tampak serius, sesekali kepalanya mengangguk-angguk tanda mengerti. Setelah menutup obrolan, Adriani menghampiri pasangan suami istri yang masih menunggu dalam diam.
"Maaf, saya harus pergi. Untuk hasilnya, nanti Bima yang akan menghubungi Njenengan. Mari saya tinggal dulu," pamit Adriani sopan.
"Dik," panggilan Bagus menggantung di udara. Adriani melangkah tanpa menoleh lagi.
Ajeng menahan nyeri melihat suaminya menatap perempuan yang dicintainya. Nyeri yang belum seberapa dibanding sakit yang pernah dia lakukan terhadap perempuan itu.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/201967538-288-k776857.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
All About Danurdara (LENGKAP Alias Tamat)
Chick-LitDanurdara Agni Pratista Cinta, silahkan berakhir dan pergilah! Aku tak butuh cintamu, tak terima pengkhianatanmu. Cukup bagiku jika kamu pergi menjauh Pengkhianatan, adakah kamu masih mau menghancurkanku? Bahkan ketika kau tabur itu lewat gen yang m...