chapter forty two

445 21 0
                                    

Siang berganti malam, matahari berganti bulan purnama yang terang. Disini, Rakan berdiri di balkon kamarnya menatap langit gelap.

Tidak peduli jika dia kedinginan terkena angin malam, karena Rakan hanya memakai kaos tanpa lengan serta celana pendek saja.

Sebelumnya dia tak pernah sesetres ini memikirkan hal tidak penting. Saat dirinya akan mengikuti Olimpiade ataupun Ujian saja dia tak pernah dibuat pusing sampai mati rasa untuk melakukan hal apapun.

Ingatannya kembali mengulang dimana tadi sore dia bertemu dengan Dimas yang membicarakan perihal tentang Geby. Dan, ah bagaimana bisa saat bertemu di parkiran dia tidak memperhatikan lutut Geby yang benar-benar terluka atau tidak.

Padahal sejak kejadian di koridor Rakan dilanda oleh rasa gelisah, ingin memastikan apakah Geby terluka parah atau hanya lecet. Semua orang tidak tahu jika Rakan benar-benar khawatir, dia menyembunyikannya dengan memasang wajah datar.

Jika kalian mengira bahwa Rakan tidak mempunyai rasa simpati terhadap sesama manusia, kalian salah. Sebenarnya Rakan ingin sekali menolong Geby, tapi dia kalah cepat karena Dimas sudah datang membantu Geby.

Karena rasa bersalah menghantui dirinya, Rakan sudah tidak tahan. Dia tidak tahu harus berbuat apa.

"Gue telfon aja kali ya?"

Rakan mengusap wajahnya gusar, dia menyerah kali ini. Tidak, pasti ada cara lain untuk menyelesaikan masalah.

Menenangkan diri agar tidak mudah emosi, dia memejamkan matanya sejenak. Menetralisir hati dan otaknya agar dingin.

"Gue punya salah apa sih di bumi? Idupnya gak tenang gini."batinnya.

Rakan memilih untuk masuk ke dalam kamarnya, dia duduk di kursi meja belajar masih berkutik dengan ponsel.

Dengan sedikit keraguan, Rakan mencari kontak untuk menghubungi seseorang lewat via telepon. Mungkin hanya cara ini yang dapat Rakan lakukan sekarang, dia tidak mau terlarut dalam masalah berkepanjangan dan berakhir terbawa mimpi yang konyol.

Rakan menempelkan benda pipih itu mendekat tepat di telinga, suara dering mulai terdengar dari seberang sana.

Tubuhnya kaku, Rakan menjadi gugup tiba-tiba saat mendengar suara dari seberang sana. Suara itu? Membuat dirinya gila seharian.

"Halo? Ada apa Rakan, tumben telfon?"ucap Geby dari seberang sana.

Suara cempreng itu? Suara yang selalu Rakan dengar setiap harinya sampai bosan. Suara jelek yang selalu menghantui hari-hari Rakan dimanapun dan kapanpun. Mungkin benar yang dikatakan Gavin saat itu, Rakan mulai merasa kehilangan dengan keberadaan Geby tidak ada di dekatnya.

Lega. Itulah yang di rasakan oleh Rakan sekarang. Ternyata Geby masih mau menerima telefon darinya, setidaknya Rakan dapat mendengarkan suara Geby yang sepertinya sehat-sehat saja.

Sebenarnya itu Rakan khawatir dengan siapa? Khawatir dengan Geby atau hanya dengan kakinya saja?

Tidak mempunyai kata-kata yang pas untuk menjawabnya, Rakan kebingungan. Dia takut jika dia salah bicara lagi. Tapi lagi-lagi Rakan harus terbingung hanya masalah sepele.

"Hallo?"

Tidak ada cara lain lagi cepat-cepat Rakan menyerahkan ponselnya kepada Gavin, kebetulan disana Gavin sedang bermain PS bersama Erlando.

Mungkin setelah ini kalian akan mengatakan jika Rakan bodoh, iya Rakan memang bodoh dalam hal seperti ini.

"Vin cewek lo nih."ucap Rakan menyerahkan ponsel miliknya yang masih tersambung dengan Geby.

GERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang