61. Salam Penghabisan

10.6K 497 67
                                    

[bagian baru]

🌸🌸🌸

Gadis itu berlari kencang menuju kelasnya. Sepanjang jalan ia menahan tangisannya, tidak ingin membuat heboh satu sekolah karena mendengar penjelasan darinya jika ada yang menanyakan perihal ia menangis sambil berlarian.

Setibanya dikelasnya yang hanya ada dirinya seorang, ia duduk dibangkunya. Memandang lurus kedepan sambil perlahan air matanya terjatuh. Ia bisa merasakan hatinya yang begitu rapuh, lebih sakit dari patah hati patah hati yang ia rasakan sebelumnya. Apa lagi ini? Sialan. Kenyataan pahit baru yang harus ia telan mentah-mentah. Begitu dahsyatnya kejutan yang Tuhan berikan padanya, padahal semalam ia sudah memikirkan bagaimana jika ia dan Arkan bisa bersatu disuatu hari kelak, namun sekarang lagi-lagi ia dihampiri pertentangan, bukan hanya pertentangan, namun ini adalah halangan besar untuk mereka bisa bersatu.

Ini bukan mimpi, walaupun seribu kali gadis itu meminta bahwa jadikanlah hari ini hanya mimpi, namun nihil. Hari ini ya sudah resmi ditetapkan seperti ini, tidak bisa diubah kecuali jika benar ada mesin pemutar waktu didunia yang katanya fana ini.

Gadis itu meluapkan tangisnya didalam sepi.Ia butuh sandaran, ia butuh tempat mengadu, ia butuh pelukan hangat, ia butuh kecupan yang selalu mampu menenangkan pikirannya, ia butuh belaian cinta yang mendarat dirambut halusnya, ia butuh penenang disaat sudah diujung kacau begini. Tetapi orang yang ia butuhkan sedang tidak bisa melakukan itu semua, lalu siapa? Siapa lagi jika bukan lelaki yang tidak pernah membuatnya sakit hati sedikitpun.

Iluvia merebahkan kepala diatas meja beralaskan tangannya, ia benar-benar sudah tidak ingin kenal mereka semua yang membuat hidupnya menjadi kacau. Sekarang, ia ingin kembali kemasa kecilnya yang begitu indah dan dipenuhi kebahagiaan.

Sentuhan hangat mendarat dipundaknya, gadis itu tersentak, ia menoleh kesamping kanannya. Gadis malang itu langsug memeluk tubuh seseorang yang tadi menyentuh pundaknya.

"Kenapa semuanya jadi kaya gini, Ia? Ini skenario yang Tuhan buat untuk gue?" ujarnya dengan penuh tangis didalam pelukan hangat sahabatnya itu.

"Gue tau, berat untuk lo nerima semua ini. Tapi emang ini yang harus lo jalani, lo harus ikhlas. Lagian belum tentu juga Arkan yang buat Sabrina sampe hamil gitu, kan? Kita nggak akan percaya gitu aja kalo gak ada bukti yang lebih akurat, test pack itu gak meyankinkan kalo anak yang dikandung Sabrina adalah anak Arkan." ujar Lia sambil terus mengelus punggug Iluvia.

"Gue bisa liat mata Sabrina yang bener-bener penuh kekecewaan. Lia, kita sama-sama cewek, gue ngerti dan gue yakin lo juga ngerti banget perasaan Sabrina sekarang gimana. Hamil itu bukan mainan, gak cocok kalo dijadiin bahan untuk bercandaan. Sabrina gak segila itu sampe bikin drama yang sadis kaya gini."

Lia menghela napas panjang, ia terus mengelus punggung sahabatnya itu dengan penuh ketenangan. "Gue tau ini bener-bener buat lo jatoh, saat lo baru aja bahagia karena ternyata Arkan akhirnya ngebales perasaan lo yang selama ini lo pendam, tapi selanjutnya lo harus kembali ngerasain sakit hati lagi."

Iluvia masih terus menangis didalam dekapan Lia, "Sekarang udah bukan perihal rasa, gue, ataupun dia. Tapi ini tentang anak yang dikandung Sabrina, Ia. Dia pasti butuh Ayah, Arkan harus tanggung jawab."

Lia mengangguk paham, "Gue akan cari tau semua ini, Luv. Karena gue gak yakin kalo Arkan sebejat itu." batinnya.

Mata Lia menangkap sosok Arkan yang baru saja datang, ia berdiri diambang pintu sambil meratapi Iluvia. Kakinya melangkah dengan berat, sorot matanya penuh dengan penyesalan. "Luv..." ujarnya sambil menyentuh pundak gadis yang sedang menangis itu.

Iluvia melepaskan dirinya dari dekapan Lia, ia sedikit mendongak keatas dan didapati Arkan yang sudah berada didekatnya. Ia langsung membuang muka dan bilang pada Lia, "Gue gak mau ngomong sama dia, Ia." ujar Iluvia.

Aku, Kau, dan Hujan. [COMEBACK FULL VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang