13. Munafik (1)

18.2K 629 6
                                    

[bagian baru]

🌸🌸🌸

"Nih pake," Lia menyerahkan helm bogo hello kitty yang sengaja ia bawa dari rumah untuk Iluvia yang ia yakin sekali bahwa sahabatnya itu tidak mungkin menolak ajakannya.

Sepercaya diri itu kan Aulia Clarissa? Siap.

Iluvia mengambil helm itu lalu memakainya dan Lia pun mengeluarkan motornya dari barisan panjang parkiran. Untung saja motor matic kesayangan Lia itu terparkir dibagian depan, jadi gadis itu tidak sukar untuk mengeluarkan motornya. Biasanya jika motornya terparkir dibagian belakang, eh di bagian tengah saja, itu sudah sangat sulit mengeluarkannya. Sangat butuh perjuangan asal kalian tahu.

Lia mulai menjalankan motornya setelah Iluvia naik diboncengan. Iluvia sudah mengabari Alga tadi supaya tidak usah menjemputnya karena dia ada janji dengan Lia untuk mengantar sahabatnya itu ke toko buku, dan Alga dengan senang hati menerima pernyataan Iluvia. Alga senang, dia bisa melipir kencan bersama Clara, sebentar tidak apa-apa asalkan berdua.

Lia melajukan motornya dengan lincah, sepertinya Lia ini memang sudah sangat bisa mengendarai kendaraan beroda dua itu. Berbeda dengan Iluvia, dia justru sangat takut untuk mengendarai motor, karena dahulu kala ketika ia mencoba untuk belajar mengendarai motor, ia pernah terjungkal ke paret akibat terlalu kencang menge-gas. Dari kejadian itu, ia bersumpah untuk tidak akan pernah lagi membawa motor.

Ketika sudah sampai diparkiran Gramedia, mereka segera jalan memasuki ruangan yang dipenuhi dengan berbagai macam buku-buku.

"Lo nyari apa emang?" tanya Iluvia.

"Novel keluaran terbaru, Kisah Untuk Geri. Gue udah baca cerita di wattpad nya tapi katanya cerita itu bahkan sebelum cerita di wattpad dipublish, udah diterbitin sama Kak Erisca. Jadi versi wattpad dan novel itu beda. So, gue kepo dong pengen tau isi novelnya, pasti lebih greget!" kata Lia antusias, disertai dengan anggukan paham dari Iluvia.

"Nanti gue pinjem ya?" kata Iluvia lalu terkekeh.

Lia memutar bola matanya malas, "Lo nggak bilang pun lo ambil sendiri kan novel-novel gue dari lemari buku gue?!" katanya lalu mendengus.

"Lo cantik deh, Ia." kata Iluvia menggoda, lalu terkekeh lagi.

"Dari lahir!" ujar Lia.

"Ya justru itu, kalo orang cantik tapi gak baik itu kurang lengkap paketnya." cibir Iluvia lagi-lagi dengan kekehan.

Mereka berjalan ke arah meja putih besar yang sudah bertumpukan novel keluaran terbaru serta best saller. Lia mengambil novel yang berjudul 'Kisah Untuk Geri' lalu memandangi cover novel itu.

Keren.

Satu kata itu yang pantas dilontarkan oleh siapapun yang telah melihatnya.

"Udah, ini aja?" tanya Iluvia lagi.

"Mau lagi sih banyak-banyak, tapi gue lagi nggak banyak duit, jadi satu aja dulu deh. Abisin yang ini dulu baru beli yang lain." kata Lia.

Ya begitu memang Lia. Selalu menyisihkan uang sakunya hanya untuk membeli koleksi novel-novel idamannya. Sedangkan Iluvia, dia yang bertugas untuk meminjam novel-novel milik Lia yang sudah selesai dibaca. Bagus sekali bukan? Tidak bermodal namun bisa tahu semua cerita karya-karya penulis terbaik.

"Eh Ia, tunggu deh. Gue mau beli pulpen, stok pulpen gue abis, dicuriin sama Bang Alga mulu pulpen-pulpen gue." kata Iluvia.

Lalu mereka berjalan ke bagian alat tulus-- eh tulis. Lalu Iluvia mengambil dua kotak pulpen cair dan pulpen biasa. Yang pulpen biasa itu ia belikan khusus untuk Abangnya, agar Abangnya itu tidak melulu mencuri pulpen cair kesukaannya. Ia kadang suka kesal jika tiba-tiba pulpennya sudah habis saja padahal dia baru saja memakai dua pulpen. Sungguh menyebalkan, mahasiswa yang hanya bermodalkan pulpen hasil curian.

Setelah selesai dengan urusan pulpen, mereka segera mengantri untuk membayar yang mereka beli dikasir. Mereka berada diantrian kedua dari depan sekarang.

Lia menepuk pelan keningnya, "Oh iya! Adik gue nitip buku gambar. Sebentar ya Luv, gue cari buku gambar dulu." katanya lalu menitipkan novelnya pada Iluvia, "Nih tolong ya." ia berjalan menuju alat tulis lagi.

"Jangan lama-lama!" seru Iluvia saat Lia baru melangkah pergi.

Iluvia menyerahkan novel dan dua kotak pulpen itu, lalu segera membayarnya. Setelah itu ia beranjak pergi dari hadapan kasir, tadinya ia mau menunggu Lia dulu agar barang yang Lia ambil itu langsung dibayar dan tak perlu mengantri. Tapi nampaknya Lia belum selesai memilih buku gambar untuk Adiknya itu.

Iluvia berjalan untuk menyusul Lia, ia celingak-celinguk mencari dimana sahabatnya itu berada. "Mana sih," gerutunya sebal.

Ia memutari area alat tulis itu hingga akhirnya pandangannya terkunci oleh kedua orang yang sedang berbincang asik disudut sana, dihampit kedua rak buku-buku tulis.

Perasaannya teriris-iris. Ini sangatlah miris. Ia memandang lurus kedepan, memandang mereka yang sepertinya sangat nyaman dengan situasi itu. Air bening jatuh begitu saja dari ujung mata Iluvia. Hatinya seperti sedang ditusuk beribu-ribu jarum tajam, sakit sekali.

Kantung plastik berlogo Gramedia yang berisikan novel dan dua buah kotak pulpen itu meleset dari genggaman tangan Iluvia, jatuh dan menimbulkan suara yang sedikit nyaring.

Mendengar suara yang janggal itu, sontak Arkan dan Lia-- kedua orang yang menjadi pusat perhatian Iluvia, sontak menoleh keasal suara.

Menyadari semua itu, Iluvia langsung mengambil bungkusannya yang jatuh dilantai lalu dengan segera berlari secepatnya menghilangkan jejak dari sana.

Ia berlari keluar Gramedia dan memberhentikan langkahnya saat sudah sampai diparkiran motor. Ia menghapus air matanya, dan mencoba meredam amarahnya. Ia mendekati motor Lia lalu duduk diatas motor matic itu untuk menunggu Lia.

Tak menunggu lama, Lia datang dengan napas terengah. "Luv!" katanya sambil menetralkan jantungnya yang berdegup kencang akibat berlarian.

Iluvia mencoba biasa aja, dan menganggap bahwa kejadian tadi itu tidak pernah terjadi. "Udah? Mana buku gambar Adik lo?" tanya Iluvia.

"Gue perlu bicara sama lo." kata Lia.

Meski bingung, Iluvia hanya bisa menyetujui ucapan Lia dengan tanda tanya besar dikepalanya.

~~~

Disinilah mereka, disebuah kafe yang letaknya tak jauh dari Gramedia. Mereka sudah memesan minuman kopi untuk menemani mereka berbincang untuk beberapa menit kedepan.

"Luv, cukup ya, lo jangan jadi orang munafik." ucap Lia membuka percakapan.

Iluvia mengernyit, "Mun-- munafik?" katanya dengan sangat amat kebingungan.

Ada apa Lia ini? Tiba-tiba mengajaknya berbicara dengan raut wajah yang teramat serius, lalu sekarang ia bilang supaya Iluvia janganlah menjadi orang yang munafik. Apa maksudnya?

"Gue cuma mau bilang itu aja, jangan jadi orang munafik. Selama ini lo itu munafik, Luv." Lia berintonasi dengan nada yang tinggi, raut wajahnya terlihat serius, tak seperti biasanya.

"Lo apaan sih, gue nggak ngerti."

🌸🌸🌸

ahsiyaapppp
jd gmn chapter ini?
apaansih mksd Lia tb tb ngmng bgtu?
kalo kalian diposisi Iluvia,
bakalan bingung ga? hahahha.
nantikan chapter berikutnya!
mood ku lg bagus mlm ini jd aku
up mlm mlm begini hehehe
aku cm minta jika suda membaca,
mohon tinggalkan jejak, terimakasih.

Aku, Kau, dan Hujan. [COMEBACK FULL VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang