-BAGIAN DUA PULUH DELAPAN

563 54 2
                                    

Semakin hari semakin terasa, karena aku mulai suka.

****

PELAJARAN olahraga kali ini cukup membuat tenaga Kinan habis. Bayangkan saja, ia harus lari keliling lapangan sebagai pemanasan, setelah itu ia di suruh sit up, push up, squat dan terakhir skipping. Masing-masing minimal 30. Duh, rasanya semua badan Kinan tidak ada rasa apapun.

"Baik anak-anak! Pelajaran olahraga kita cukup sampai sini!" Pak Dio, selaku guru olahraga itu menutup pelajarannya dan langsung pergi begitu saja. Meninggalkan semua siswa-siswi yang masih terkapar di lapangan.

Kinan menyeka keringat di pelipisnya, ia menghela napas seraya berselonjor. Demi apapun! Ini sangat melelahkan.

"Lun, Nan. Gue pamit ke toilet bentar ya." Naya yang sedari tadi diam kini mulai membuka suara seraya beranjak pergi.

Luna mendesah, ia pun tak kalah lelah. "Titip air mineral ya, Lun." Naya mengangguk, segera berlari kecil.

Kinan mulai menggerakan kaki-kakinya yang sedikit kaku, ia sesekali menengadah seraya tersenyum kala melihat matahari yang bersinar terang. Terik matahari seakan semangat bagi Kinan. Tidak peduli sepanas apapun.

"Nan. Kinan! Pindah duduk, yuk!" Luna menggoyangkan lengan Kinan, mengajaknya agar pindah tempat karena ia sudah tidak tahan dengan panasnya sinar matahari.

Kinan menepisnya pelan. "Nggak ah, Lun. Di sini aja." Kinan tidak mau pergi, ia senang duduk di pinggir lapangan seperti ini.

Luna mencebik. "Lo aneh, Nan. Di sini panas banget tau! Gosong nih bisa-bisa kulit gue!" Luna menggerutu kesal. Tidak habis pikir dengan Kinan yang terlihat biasa saja di bawah sinar matahari.

Kinan terkekeh. "Gue nggak kepanasan, cuma hau—,"

"HAUS?" potong seseorang cepat.

Kinan mendongkak, melihat siapa pemilik suara berat yang sudah berani memotong kalimatnya. Dan ... Nevan? Untuk apa cowok itu menghampirinya?

"Lho? Cowok idot? Ngapain lo?" heran Kinan seraya mengerutkan kening.

"Lo haus kan? Ini ambil." Nevan menyodorkan sebotol air mineral. Bukannya mengambil, Kinan justru semakin di buat terheran dengan sikap Nevan. Ya, kalian tahu kan? Ini tidak seperti biasanya. Aneh!

Nevan mendesah jengah, ia ikut mendudukan bokongnya di samping Kinan. Tangannya mulai memutar tutup botol lalu menyodorkan kembali pada Kinan.

"Minum!" titah Nevan.

Meski tidak mengerti mengapa Nevan bersikap begini, Kinan menurut saja dan langsung meneguk air yang telah di berikan Nevan. Ya, mungkin cowok dengan hidung mancung itu tengah berbaik hati padanya. Meskipun masih terasa aneh.

Luna yang sedari tadi memperhatikan tingkah aneh Nevan mulai mengerjap-ngerjap. Memastikan apakah benar yang ada di hadapannya Nevan atau bukan. Luna melongo, menepuk kening seraya geleng-geleng.

"Nevan!" pekik Luna kencang.

Nevan mendengus seraya mengusap-ngusap daun telinganya. "Apaan sih Lun! Berisik!"

"Lo kenapa, Van? Atau ... kepala lo terbentur sampai sikap lo aneh kayak gini sama Kinan?"

Nevan menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali, sebenarnya kala Nevan hendak berjalan menuju toilet ia tidak sengaja melihat Kinan yang tengah berselonjor di pinggir lapangan. Ia melihat Kinan di banjiri keringat, dan entah mengapa melihat itu Nevan jadi tidak tega.

Kini, rasa peduli Nevan semakin nyata terhadap Kinan. Masa bodoh! Ia tidak memikirkan orang mau berkata apa. Yang jelas, Nevan mulai menyukai Kinan. Munafik memang, tapi siapa sangka? Ia benar-benar terbawa perasaan.

My Boyfriend Is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang