Jika rasa nyaman timbul karena seringnya kebersamaan, apa kita akan sama-sama nyaman nantinya?
****
RENCANA yang sudah Kinan susun rapi untuk menghindari Nevan agar ia tidak mengantarkan cowok itu pulang ternyata gagal total. padahal susah payah Kinan berusaha ingin kabur dari Nevan, ternyata hasilnya nihil. Kerena saat ini Nevan sudah berdiri di ambang pintu kelasnya dengan senyum menjengkelkannya.
Kinan mendengus sebal seraya mengembungkan pipinya. Percuma saja tadi ia bergegas cepat kalau akhirnya bertemu dengan Nevan. Ia pikir kelas Nevan keluar lebih lama, tapi sama saja.
Menyebalkan!
Nevan tersenyum jahil, "Nenen udah keluar kelas? Nggak lupa kan kalo gue mau nebeng?" tanya Nevan seraya menaik turunkan kedua alisnya.
Kinan mendelik, mengepalkan tangan bersiap untuk menghajar cowok idiot di hadapannya saat ini.
"Elo!" geram Kinan seraya menatap Nevan tajam kala tangannya sudah terkepal di udara. Bisa-bisanya Nevan menyebut kata ambigu seperti itu. Dasar cowok sialan!
Nevan menyengir polos menampilkan sederetan gigi putihnya. "Sabar! Nggak boleh emosi, Nen."
Kinan berdecih, kalau terus-terusan seperti ini bisa gila ia nantinya. Apalagi Nevan selalu membuatnya kesal, ah rasanya Kinan akan cepat tua kalau sering marah-marah.
Seseorang berdeham pelan membuat Nevan dan Kinan refleks menoleh secara bersamaan.
"Ribut mulu, kapan pulangnya? Nunggu gerbang sekolah di tutup?" celetuk Luna seraya terkekeh pelan.
Kinan berdecak sebal, "Berisik lo! Udah sana pergi," usir Kinan sarkas.
Luna mendengus sebal, beginilah kalau Kinan sudah kesal dengan Nevan. Ia jadi ikut terkena imbasnya. Menyebalkan sekali bukan?
"Yaudah gue duluan, bye ...." Luna berlari kecil seraya melambai-lambaikan tangannya di udara, membuat Kinan memutar bola matanya malas.
Nevan bergumam pelan, lalu menilik Kinan lekat. Lantas, Kinan langsung menoleh dengan kening mengernyit bingung.
"Ngapain lo ngeliatin gue kayak gitu?" tajam Kinan.
Nevan tersenyum lebar, "Kita kapan pulangnya, Nen?" tanya Nevan sekenanya.
Kinan menggeram, sudah tidak tahan lagi rasanya melihat wajah menyebalkan Nevan. Lantas, ia langsung pergi begitu saja meninggalkan Nevan dengan tampang bodohnya.
"Kok gue di tinggal sendiri?"
"Woi Nenen tungguin!!!"
Nevan sudah menyejajarkan langkahnya dengan Kinan, ia mendengus sebal karena Kinan sudah membuat napasnya terengah-engah. Seperti orang yang habis lomba maraton saja.
Nevan melirik Kinan yang tampak masih terlihat kesal, ia sama sekali tidak peduli. Justru kekesalan Kinan membuat Nevan senang. Itu kan memang sudah kebiasaannya.
"Jangan buru-buru dong jalannya, Nen. Kayak mau ngambil duit aja," ucap Nevan tatkala langkahnya sudah sampai di parkiran sekolah yang masih terlihat ramai.
"Nyari duit! Bukan ngambil duit."
Nevan lantas memiringkan kepalanya karena ia sama sekali tidak paham dengan apa yang di katakan Kinan barusan.
"Maksud lo?" heran Nevan.
Kinan tidak menggubris, ia segera mengeluarkan motor maticnya dari deretan motor lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is My Enemy
Ficção AdolescenteWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! (SELESAI DAN MASIH LENGKAP) Bagi Kinan, Nevan adalah musuh abadinya di muka bumi. Kinan membenci, Nevan pun membenci. Kinan merindukan Nevan pun ikut merindukan. Kinan menyinari dan Nevan mewarnai. Hari demi hari...