-BAGIAN TIGA PULUH ENAM

490 41 2
                                    

Pada dasarnya, manusia memang sulit untuk mengenali perasaan masing-masing. Seperti kita, yang sudah terjebak dalam kenyamanan.

****

WAKTU telah mengubah segalanya, termasuk perasaan. Kinan tidak bisa membohongi dirinya sendiri saat ia berdekatan dengan Nevan. Apalagi, hari-harinya kini selalu di warnai oleh cowok itu. Kinan pun tidak mengerti dengan dirinya sendiri, mengapa ia bisa merasa sebahagia ini? Cowok itu berhasil membuat perasaannya tak karuan dalam waktu yang bersamaan. Kesal dan senang saat Nevan mulai bersikap menyebalkan.

“Kerja woi! Ngelamun aja!” Kinan terlonjak saat Putri berucap seraya menepuk bahunya.

Kinan mendesis. “Kebiasaan banget sih lo! Ganggu orang aja!”

Perempuan yang memakai liontin itu terkekeh seraya mendudukan bokongnya. “Lagian sih! Dua hari nggak masuk terus pas masuk malah senyum-senyum kayak gitu.” Benar, Kinan memang baru datang lagi ke restoran ini semenjak ia pingsan saat itu.

“Kenapa emang? Lo kangen ya?” Kinan menunjuk Putri seraya memutar-mutar jari telunjuknya.

“Yee pede gila,” decak Putri sebal. “Lo nggak tau ya? Kalo manajer kita itu baru, Nan! Asli ganteng banget gue nggak bohong.” Putri berseru antusias.

Kinan geleng-geleng seraya terkekeh. “Maksud lo, Aska?”

“Hah? Lo tau, Nan? Kan lo baru masuk kerja,” takjub Putri.

”Aska temen gue, Put—”

“KOK BISA?” pekik Putri membuat semua karyawan lainnya menoleh terheran.

Ish! Lo tuh berisik banget. Dengerin gue dulu kenapa sih.” Kinan jadi keki sendiri dengan teman satunya ini.

Putri menyengir, mencondongkan badannya agar lebih dekat dengan Kinan. “Jadi? Gimana?!”

“Aska temen bang Gibran, intinya tuh Aska pernah di tolong bang Gibran gitu. Dan gue ketemu Aska pas di makam, dia juga lagi menyekar di sana. Gue juga kaget pas tau dia manajer di resto ini,” papar Kinan membuat Putri berdecak pelan.

“Enak banget si lo! Bisa deket sama Aska.”

Kinan mengibaskan tangannya. “Biasa aja kali, Put. Toh karena kebetulan aja. Lagian gue nggak suka kok sama Aska. Dia real temen dan manajer gue.”

Putri menyeringai, menyipitkan matanya. “Gue tau, Nan! Lo sukanya sama siapa.”

“Si-siapa? Jangan sok tau deh lo!”

“Pasti sama musuh lo di sekolah, kan? Siapa namanya?” Putri berusaha mengingat sambil mengetuk-ngetuk keningnya. “Ah iya, namanya Nev—”

“Lho? Kok pada di sini?” kalimat Putri tergantung karena seseorang yang baru saja muncul dari balik pintu.

Putri dan Kinan lantas berdiri dari duduknya. Tersenyum kikuk pada seseorang itu.

“Eh, sorry, Ka. Ini gue mau lanjut kerja kok,” ucap Kinan pada Aska.

“I-iya, Pak. Ki-kita tadi cuman ngobrol sebentar kok,” Putri berucap seraya memilin jarinya. Gugup karena berhadapan langsung dengan Aska.

Aska mendelik. “Pak? Apa gue setua itu?”

“Eh, bu-bukan gitu maksudnya,” hardik Putri. Duh, kok jadi begini sih.

"Udah, gapapa. Panggil gue Aska aja kayak Kinan,” ucap Aska pada Putri.

Putri hanya mengangguk sebagai balasan, tidak tahu harus menjawab apa saking gugupnya berhadapan dengan cowok seganteng Aska. Oke! Ini terlalu lebay. Tapi memang ganteng. Kalian bisa bayangkan sendiri. Hehehe.

My Boyfriend Is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang