-BAGIAN DUA PULUH DUA

579 52 7
                                    

Kamu tidak hebat, kamu biasa saja. Tapi kamu bisa membahagiakanku dengan cara berada di dekatku. Sederhana, namun aku bahagia.

****

SUASANA koridor masih tampak sepi, hanya ada beberapa siswa-siswi yang lewat. Mungkin karena masih pagi. Kinan, gadis berseragam yang terbalut cardigan hitam itu berjalan seraya memegang tali tasnya. Di temani Anaya yang juga berjalan di sampingnya. Kebetulan kala di parkiran ia bertemu Anaya, jadi bisa bareng menuju kelas.

"Luna kemana ya, Nay? Kok jam segini belum kelihatan, biasanya tuh anak udah dateng." Kinan membuka obrolan lebih dulu, menilik Naya menunggu jawaban.

Naya menggeleng pelan. "Nggak tau, mungkin belum bangun," jawab Naya seadanya. Kakinya terus melangkah menuju kelas di ujung koridor.

Kinan mengangguk, mungkin Luna belum bangun, atau kesiangan? Ah, anak itu kadang-kadang tidak jelas.

"WOI!!!"

Kinan dan Naya refleks menghentikan langkahnya. Membalik badan mendapati Nevan yang kian berjalan mendekat.

"Ngapain sih tuh cowok idiot," Kinan berdecak sebal seraya bersedekap.

"Lo suka Nevan, nggak, Nan?" Kinan menoleh cepat pada Naya, keningnya lantas mengernyit bingung.

"Suka? Sama cowok idiot itu?" Kinan sesaat memperhatikan Nevan yang semakin mendekat. "Nggaklah! Mana mungkin?" sergah Kinan cepat seraya geleng-geleng kepala.

Naya bergumam pelan seraya mangut-mangut.

"Kenapa nanya gitu, Nay?" heran Kinan.

"Ah gapapa, Nan. Cuma nanya aja. Heheh, abisnya lo berantem terus sih."

Kinan mengangguk mengerti.

"Hai, Nen. Hai, Nay," sapa Nevan seraya menyegir kuda kala sudah berada di hadapan Kinan dan Naya.

"Hai juga, Van." Naya hanya menjawab sekenanya.

Kinan mencibir, kalian baca kan? Barusan Nevan menyapa Anaya dengan benar. Sedangkan menyebut dirinya tidak benar, menyebalkan!

"Ngapain sih lo!" sarkas Kinan.

"Idih, Nen. Pagi-pagi udah ngegas aja. Gue khawatir lo cepet tua. Mau?"

"Gue nggak peduli! Lagian tumben banget anak idiot kayak lo dateng pagi kek gini, biasanya juga telat dan berakhir bolos," tutur Kinan tak santai.

"Lo mah kerjaannya ngomel mulu, Nen. Lo nggak tau aja aslinya gue anak yang rajin. Iya kan Nay?"

Naya yang di tanya hanya meringis. Benar atau tidak ia sama sekali tidak tahu.

Kinan mengibaskan tangannya. "Udahlah, nggak penting!" Kinan membalikkan badannya hendak pergi. Namun Nevan dengan cepat menahannya membuat Kinan menggeram kesal.

"Apalagi sih!" sentak Kinan kasar.

"Udah nggak usah protes! Mending lo ikut gue!" ajak Nevan seraya menarik lengan Kinan.

"Heh! Mau kemana?!"

"Ikut aja, Nen. Jangan bawel!" kekeh Nevan.

Kinan mengepalkan tangannya, Nevan benar-benar cowok idiot sialan! Selalu saja mengganggu ketenangannya. Ah mengesalkan!

"Nay, lo duluan aja ke kelas. Nanti gua nyusul." Naya mengangguk lalu pergi begitu saja.

"Lepasin cowok idiot!!!" tegas Kinan galak.

"Nggak mau!" Nevan tetap kekeh mengajak Kinan yang entah kemana.

"Nevan!!!"

"Diem atau gue cium!"

My Boyfriend Is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang