-BAGIAN DUA PULUH EMPAT

560 45 0
                                    

Biarlah semua berjalan dengan sendirinya, karena sekarang aku masih ragu untuk mendekatimu.

****

TERKADANG apa yang kita lakukan memang di luar kesadaran. Seperti perkataan Nevan pada Kinan siang tadi, seolah-olah Nevan akan selalu berada di dekat Kinan kapan pun gadis itu membutuhkannya. Bodoh! Mengapa juga ia bisa berucap seperti itu? Mengapa bisa terlontar dengan mudahnya?

Sial!

Sebenarnya perasaan apa yang kini tengah Nevan rasakan? Mungkinkah perasaan cinta? Tidak! Itu tidak mungkin! Karena perasaan besar tidak mudah muncul begitu saja.

"Nevan...," suara lembut seketika masuk ke indra pendengaran Nevan. Ia menoleh seraya tersenyum manis.

"Mami?" wanita paruh baya itu kian berjalan mendekat, berniat mengobrol dengan anak menyebalkannya.

Dara turut mendudukan dirinya di ujung kasur. Tersenyum hangat pada anaknya.

"Lagi ngapain?" tanya Dara.

"Mami liatnya Nevan lagi apa? Main bekelkah? Joget-jogetkah? Ya Nevan lagi duduklah Mami!!!" benar-benar tidak habis pikir, untuk apa Dara bertanya seperti itu? Aneh.

"Kamu tuh ya! Selalu aja nyebelin! Jawabnya jangan gitu kek! Mami tau kalo kamu sedang duduk!" geram Dara bersungut-sungut.

"Yaudah maaf, Mi. Terus Mami ke sini mau apa?" tanya Nevan seraya menggeser duduknya agar lebih berdekatan dengan sang ibu.

Dara menghembuskan napasnya. "Apa kamu terus mikirin masalah yang belum terpecahkan itu, Van?"

Tuhan! Tolonglah, saat ini Nevan sedang tidak ingin memikirkan masalah itu. Setiap kali ia mengingatnya, rasa bersalah terus saja menyiksanya.

Nevan menurunkan bahunya lemas. "Iya, Mi. Nevan sama sekali nggak menemui tanda-tanda keberadaannya. Nevan hampir putus asa! Nevan mau melupakannya tapi nggak bisa. Setiap kali Nevan berusaha lupa, tapi rasa takut dan bersalah itu kerap datang menghantui." Nevan menghembuskan napasnya panjang. "Masalah itu benar-benar menyiksa Nevan, Mi. Nevan takut." Lirih Nevan dengan wajah nelangsanya.

Dara menepuk pelan bahu anaknya, berusaha mengerti perasaan anak terakhirnya. "Mami nggak bisa bantu, Van. Masalah yang kamu perbuat! Itu sudah tanggung jawab kamu, untung-untung Papi udah nggak marah sama kamu dan memaafkan kamu. Jadi, sabar aja. Semua pasti terselesaikan."

Nevan tersenyum, sosok seorang ibu betul-betul menjadi penguat Nevan kala dalam keadaan seperti ini. Dara memang the best!

"Iya, Mi. Nevan akan terus berusaha tanggung jawab dan menemuinya."

"Terus semang—,"

"CURHAT NI YEE?" Dara menggantungkan kalimatnya kala suara besar seseorang yang tiba-tiba memotong perbincangannya bersama Nevan.

Navin, cowok berkaus abu dengan jam tangan hitam itu tengah bersandar pada pintu kamar Nevan. Bersedekap seraya memandang Nevan jenaka. Seolah, perbincangannya dengan Dara hal yang lucu.

"Ngapain si lo?! Ganggu tau gak!" kesal Nevan.

Navin terkekeh. "Gapapa kali ganggu adek sendiri, dari pada ganggu rumah tangga orang," jawab Navin sekenanya.

Nevan berdecih. "Lo lahir ke dunia aja udah ganggu, bang! Nggak guna!"

Navin mendelik. "Hei you! Denger! Yang lahir itu gue duluan! Bukan elo! Harusnya sadar diri kek." Tuh kan Navin jadi kesal sendiri dengan Nevan. Adiknya itu benar-benar menyebalkan.

My Boyfriend Is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang