Tidak ada kata selain terimakasih karena kamu selalu bersamaku sampai detik ini.
****
DEKORASI yang di buat Nevan sukses membuat Kinan ternganga melihatnya. Perempuan dengan dress hitam selutut itu meneguk saliva seraya menoleh ke arah cowok yang setia berdiri di sampingnya.
Kinan tidak tahu harus berkata apa, ia sungguh senang sekali karena Nevan mau repot-repot menyulap sebuah kafè sederhana menjadi kafè yang sangat indah dan mewah.
Kelap-kelip lampu yang begitu hangat di setiap sudut membuat perasaan Kinan tenang. Desain interiornya pun mampu membuat Kinan berdecak kagum, di tambah alunan musik romatis yang berhasil membuat Kinan menjadi baper sendiri.
"Van ini nggak berlebihan?" pertanyaan Kinan membuat Nevan mendengus sebal.
Berlebihan katanya? Bagaimana mungkin Kinan masih saja berpikiran seperti itu? Kafè yang di pilih Nevan ini sudah urutan kafè paling sederhana yang ia siapkan untuk dinner sekaligus quality time bersama gadisnya. Awalnya Nevan berniat mengajak Kinan dinner di salah satu restoran termahal di pusat kota Jakarta, tetapi kalian tahu kan kalau Kinan tidak suka hal yang berlebihan? Sekarang saja Kinan masih berpikir seperti itu. Menyebalkan.
"Nan, nggak usah mikir ke situ kenapa sih. Ini nggak seberapa sama apa yang ada di pikiran kamu. Jadi, nikmatin aja ya dengan apa yang udah aku buat."
Kinan mengangguk saja, tidak mau merusak suasana karena berdebat dengan Nevan. Omong-omong soal kafè Kinan baru ingat. Kalau sekarang ia berada di kafè yang dulu Nevan pernah mengajaknya sekadar makan siang kala pulang sekolah. Saat itu Kinan dan Nevan masih berstatus musuh, bukan pasangan seperti sekarang.
Nevan tersenyum, meraih tengan Kinan seraya di genggamnya. Cowok itu mengajak Kinan agar segera duduk pada kursi yang sudah di siapkan sebaik mungkin, dengan makanan yang sudah tertata rapi di mejanya.
Kinan tidak bisa mengatur debaran jantungnya ketika di perlakukan sangat manis oleh Nevan, senyum di wajahnya sudah terukir sejak tadi. Ia pikir, Nevan hanya mengajaknya dinner biasa saja. Namun ia salah, semua ini begitu luar biasa di mata Kinan.
Sebentar, Kinan merasa ada yang aneh. Mengapa sejak ia datang tidak ada orang lagi selain dirinya dan Nevan? Harusnya kafè ini ramai akan pemuda-pemudi yang nongkrong seperti biasa.
"Van, kok cuma kita berdua ya? Nggak ada yang lain gitu," tanya Kinan pada cowok berpakain formal itu. Kemeja putih serta jas hitam yang membuat Nevan semakin bertambah tampan di mata Kinan.
"Yang lain?" Nevan tergelak pelan, "Mana ada, Nan. Kan aku udah setting supaya nggak ada orang selain kita berdua," ujar Nevan senang.
Kinan mendelik. "Maksudnya, kamu sewa kafe ini cuma buat kita?"
"Yap, seratus buat kamu sayang."
Ya Tuhan, mau marah tapi Kinan sadar diri. Ia tidak mungkin mengomel dalam situasi seperti ini. Jika begitu, berarti sama saja Kinan tidak menghargai apa yang sudah Nevan berikan. Baiklah, untuk saat ini Kinan berusaha menerimanya.
"Nan, kamu suka 'kan?" tanya Nevan memastikan.
"Suka. Aku suka banget, makasih ya."
Cowok itu menggeleng cepat. "Untuk apa bilang makasih? Nan, harusnya aku yang ucapkan terimakasih karena sampai detik ini kamu ada di dekatku."
Senyum di wajah Kinan semakin mengembang. Ia tidak membalas lagi perkataan Nevan, perempuan itu memilih memakan makanannya yang mulai dingin. Kalau terus meladeni Nevan yang ada jantungnya menjadi tidak sehat, selalu berdebar kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is My Enemy
Ficção AdolescenteWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! (SELESAI DAN MASIH LENGKAP) Bagi Kinan, Nevan adalah musuh abadinya di muka bumi. Kinan membenci, Nevan pun membenci. Kinan merindukan Nevan pun ikut merindukan. Kinan menyinari dan Nevan mewarnai. Hari demi hari...