Beberapa pertanyaan sering muncul di benakku, salah satunya, sejak kapan aku peduli padamu?
****
DENGAN napas yang terengah-engah, gadis berambut pendek dengan jam tangan biru itu bersandar pada sebuah pilar kecil. Luna, gadis itu membungkuk guna mengatur napasnya agar kembali normal. Ia gelisah, takut dan juga panik karena Kinan, sahabatnya tak kunjung terlihat semenjak izin ke toilet. Bahkan, sekarang bel istirahat sudah berbunyi nyaring.
Luna merogoh saku bajunya, mendapati ponsel lalu segera menghubungi sahabat satunya. Anaya.
"Naya!!!"
"Kenapa Lun? Kenapa lo kayak panik gitu?" tanya Naya di sebrang telepon.
"Lo di mana?"
"Gue masih di ruang teater. Kenapa sih Lun?" Naya semakin di buat terheran karena Luna.
Luna berdecak. "Kinan! Dia sedari tadi nggak kelihatan, sekarang aja udah jam istirahat. Duh, gue khawatir nih, Nay."
"Terus gimana, Lun? Gue nggak bisa cari Kinan sekarang. Soalnya ada beberapa yang harus gue urus di sini."
Luna mendesah kecewa, Naya memang ketua teater. Kalau Naya tidak bisa membantunya mencari Kinan. Lantas kepada siapa ia harus meminta tolong?
Nevan! Ya, mungkin cowok itu tahu di mana Kinan saat ini.
"Yaudah kalo gitu, Nay. Gue coba cari Kinan lagi." Luna langsung memutuskan sambungannya begitu saja. Ia langsung berlari secepat kilat menuju kantin. Biasanya, jam istirahat begini Nevan ada di kantin bersama dua temannya.
Di sisi lain. Kinan, gadis dengan rambut di urai itu tengah menggedor-gedor pintu yang terbuat dari besi. Tenaganya hampir habis karena tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Sial! Mengapa juga ia bisa terjebak di dalam gudang begini? Tadi, kala Kinan berjalan menuju toilet ia tidak sengaja mendapatkan pesan kalau ada seseorang yang menunggunya di samping gudang. Tapi, siapa sangka? Justru ini jebakan! Dan Kinan terjebak oleh seseorang yang ia sendiri pun tidak tahu siapa yang telah tega melakukan semua ini padanya.
Apa Kinan mempunyai salah?
Tidak! Ia merasa tidak berbuat salah pada siapapun. Lantas apa motif seseorang itu melakukan ini semua?
Kinan menggeram. "SIAPA PUN! TOLONG GUE!!!"
🌈☀🌈
LUNA mengedarkan pandangannya ke seluruh penjur kantin. Ia tersenyum senang kala mendapati Nevan yang tengah duduk santai di meja paling pojok. Tanpa banyak pikir, Luna berjalan mendekat dengan langkah lebar.
"NEVAN!"
Nevan terperanjat, ia mendongkak seraya menautkan kedua alisnya.
"Luna? Lo apa-apaan si teriak-teriak! Berisik, Lun!" decak Nevan sebal seraya mengusap-usap telinganya.
Adit yang duduk di sebelah Nevan berdeham. "Iya, Lun. Santai aja kali."
"Lagian lo ngapain ke sini?" sambung Farhan menimpali.
"Kinan! Dia nggak ada!" Luna menggigit bibir bawahnya, masih tidak tenang. Pasalnya, Kinan tidak pernah seperti ini. Gadis itu selalu memberi kabar jika pergi kemana pun.
Nevan mengernyit. "Terus?" tanya Nevan masih belum paham.
"Kinan hilang, Nevan! Gue ke sini mau tanya, lo ngeliat Kinan nggak?"
"Hilang?" pekik Adit dan Farhan kompak.
"Lo udah coba cari belum, Lun? Siapa tau Kinan lagi ke toilet. Nggak usah berlebihan!" ucap Nevan seraya meneguk es jeruknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is My Enemy
Roman pour AdolescentsWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! (SELESAI DAN MASIH LENGKAP) Bagi Kinan, Nevan adalah musuh abadinya di muka bumi. Kinan membenci, Nevan pun membenci. Kinan merindukan Nevan pun ikut merindukan. Kinan menyinari dan Nevan mewarnai. Hari demi hari...