Terimakasih karena sudah menjadi salah satu kebahagiaan yang aku punya.
****
BEBERAPA siswa melayangkan pandangan aneh tatkala melihat kebersamaan Nevan dan Kinan yang terlihat akur. Desas-desus bagaimana mereka saling beradu mulut tersebar dengan cepat. Selain keduanya adalah tokoh sentral SMA Taruna, karena yang terkenal sebagai musuh.
Pagi ini Nevan berangkat sekolah bersama Kinan, cowok itu sengaja bangun lebih awal hanya untuk menjemput perempuan yang kini berjalan di sampingnya. Perasaan nyaman dan senang selalu hadir saat berdekataan dengan perempuan yang kini sudah menjadi kekasihnya.
Sepertinya benar, jangan terlalu membenci sesorang nanti jadi cinta. Atau memang benar-benar karma karena Nevan selalu mengejek Kinan karena bentuk tubuhnya yang rata? Ah, sudahlah itu tidak penting. Apapun yang ada pada Kinan, ia tetap mencintai perempuan itu.
"Van, kayaknya kita bakal jadi perbincangan anak-anak Taruna," sepanjang lorong menuju kelas Kinan dapat melihat jelas siswa-siswi yang menatap ke arahnya sambil berbisik.
"Yaudah sih, ngapain di pikirin? Yang pentingkan aku cuma suka sama kamu," dengan sengaja Nevan merangkul Kinan. Mengikis jarak antara keduanya.
'Aku kamu'? Huh, rasanya masih aneh kalau Kinan benar-benar menggunakan kata itu. Mungkin karena ia belum pernah pacaran sebelumnya. Jadi sangat kaku.
"A-aku," Kinan mendesah pelan. "Gue nggak biasa ah, Van."
Dengan gemas Nevan mengacak rambut perempuan itu. "Nanti juga biasa, sekarang mau ke kantin atau langsung kelas?" tanya Nevan.
"Langsung kelas aja, aku udah sarapan." Beginikah rasanya pacaran? Sikap Nevan memang manis, tapi entah mengapa Kinan merasa aneh.
Tepat di depan kelas Kinan cowok itu melepaskan rangkulannya. "Kalo gitu, aku mau ke kantin ya. Belum sarapan soalnya." Kinan mengangguk sebagai respons.
"Yakin nggak mau ikut? Kalo kamu ikut juga aku yang bayar kalo mau jajan."
Mendengus, Kinan sama sekali tidak suka kalau Nevan berbicara seperti itu. "Aku bukan cewek yang mandang kamu karena uang ya!" peringatnya.
"Bu-bukan gitu maksud aku, Kinan. Sebagai cowok yang baik kan aku pengin kamu merasa bahagia deket aku,"
"Aku ngerti, udah! Sana katanya mau sarapan." Nevan tersenyum, ia merasa bahagia melihat Kinan bersikap lembut seperti ini.
"Selamat belajar," putusnya dan langsung beranjak pergi.
Perempuan itu melangkah masuk ke dalam kelas, keningnya langsung mengernyit ketika melihat Afan—sang ketua kelas sudah duduk di bangkunya.
"Tumben banget lo dateng pagi, Fan. Biasanya telat," keadaan kelas masih tampak sepi, baru ia dan Afan yang datang.
"Nyokap ngomel mulu kalo gue kesiangan," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel yang di genggamnya.
Kinan hanya bergumam pelan, keningnya kembali mengernyit ketika melihat kertas yang di lipat berada di atas mejanya. Ia lantas melepaskan tas ranselnya lalu beralih mengambil kertas tersebut. Di bukanya kertas putih itu lalu membuat Kinan memelotot membaca tulisan yang tertera.
Jangan sok kencantikan! Lo itu hanya cewek munafik. Gue benci sama lo Kinan! I KILL YOU GIRLS. Cewek sampah! Miskin!
Napas Kinan memburu setelah membaca isi dari kertas tersebut. Ia meremasnya kuat-kuat, menggeleng kecil karena di kertas tersebut kalau seseorang itu mengancam akan membuhuhnya. Sebenernya, siapa orang yang selama ini membencinya secara diam-diam? Kinan yakin, orang yang mengancamnya adalah orang yang sama saat melempar gumpalan kertas kala di perpustakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is My Enemy
Teen FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! (SELESAI DAN MASIH LENGKAP) Bagi Kinan, Nevan adalah musuh abadinya di muka bumi. Kinan membenci, Nevan pun membenci. Kinan merindukan Nevan pun ikut merindukan. Kinan menyinari dan Nevan mewarnai. Hari demi hari...