-BAGIAN DUA PULUH TUJUH

552 44 2
                                    

Sesuatu yang sudah pergi lalu kembali lagi, bukankah rasanya tak lagi sama, seperti sebelumnya?

****

SAMPAI kapan kira-kira Kinan harus bekerja paruh waktu seperti ini? Ah, rasanya sangat melelahkan. Bukannya ia mengeluh, hanya saja ia pun ingin setiap malam berada di rumah dan berkutik dengan semua buku pelajarannya. Tapi ... apa daya Kinan? Ia hanya bisa menerima semua keadaan dan bersyukur atas apa yang Tuhan berikan.

Ia menghembuskan napas gusar, menopang dagu dengan sebelah tangan. Kinan tersenyum miris tatkala melihat setiap pengunjung dengan mudahnya tertawa bahagia. Apa hidup mereka selalu bahagia seperti itu? Ah, rasanya ia iri melihat mereka yang dengan mudahnya menghabiskan uang. Sedangkan dirinya? Harus susah payah mencari uang.

"Nggak usah di liatin, Nan." Kinan terkesiap, ia menoleh cepat pada seseorang yang kini duduk di sampingnya. Putri.

"Jangan iri sama mereka," lanjut Putri seraya mengusap bahu Kinan.

"Gimana nggak iri, Put. Mereka kayaknya enak gitu, nongkrong sana sini sambil ketawa. Menghabiskan uang tanpa pusing mikirin besok makan apa." Kinan menggeleng seraya tersenyum kecut.

Putri menggeser duduknya, tersenyum seraya mengangguk paham. "Lo nggak boleh mikir kayak gitu, Nan. Kita nggak tau aja masalah apa yang sedang mereka hadapi. Cuma, mereka pintar menutupi masalah itu."

Kinan lantas tersenyum, benar! Apa yang di katakan Putri memang sangat benar. Ya Tuhan, mengapa juga ia mempunyai pemikiran seperti tadi? Mungkin mereka mempunyai masalah yang lebih dari dirinya. Hanya saja semua masalah itu tidak di tunjukan di hadapan publik. Tunggu! Apa orang seperti Nevan mempunyai masalah juga?

"Lo nggak usah iri, setiap orang, punya porsinya masing-masing untuk bahagia. Tugas lo sabar." Lanjut Putri. "Lo iri liat mereka kan? Dan gue iri liat lo, Nan."

Kinan menautkan kedua alisnya. Tidak mengerti mengapa bisa Putri iri padanya? Bahkan orang tua Putri masih utuh. Tidak seperti dirinya yang hidup sebatang kara. Lantas, apa yang membuat Putri iri?

"Kok lo iri sama gue sih, Put?" heran Kinan.

Putri terkekeh. "Iya, Nan gue iri sama lo. Kalo elo mikir gue selalu bahagia itu salah, Nan. Sebenarnya, gue iri karena lo bisa sekolah, sedangkan gue? Nggak, Nan. Ya emang sih, orang tua gue masih ada dua-duanya. Tapi, masalah ekonomi gue hancur, Nan. Ayah gue di pecat, adek gue banyak. Jadi, mau gak mau semua gue yang tanggung."

Hati Kinan terenyuh, selama ini ia sudah salah menilai Putri. Meski Putri selalu terlihat bahagia, ternyata Putri juga memiliki kesedihan. Baiklah! Mulai sekarang Kinan tidak boleh membandingkan hidupnya dengan hidup orang lain.

Kinan membalikan badannya, menghadap Putri seraya memegang kedua bahu cewek itu. "Lo nggak boleh iri sama gue, Put! Lo hebat, karena di umur lo yang terbilang muda! Lo bisa menghasilkan uang. Orang tua lo pasti bangga."

Putri menurunkan tangan Kinan dari bahunya, menggenggamnya erat. "Lo juga hebat! Kinan, lo cewek strong! Gue suka semangat lo!"

Ah senang rasanya mempunyai teman yang selalu menguatkan di kala sedih. Kalau di sekolah, ia mempunyai Naya dan Luna. Sedangkan di tempatnya bekerja, ia mempunyai Putri. Tuhan memang adil.

Putri bangkit dari duduknya. "Udah! Udah! Jangan sedih-sedihan. Yuk kita lanjut kerja." Ajak Putri seraya mengulurkan tangannya.

Kinan tergelak pelan. "Yuk!"

🌈☀🌈

ENTAHLAH Nevan tidak habis pikir dengan kedatangan Shira yang bisa di bilang tiba-tiba begini. Bukannya ia tidak suka, hanya saja untuk apa Shira datang ke rumahnya?

My Boyfriend Is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang