-BAGIAN EMPAT BELAS

564 51 1
                                    

Kalau bersyukur bisa menambah nikmat, lantas untuk apa masih mengeluh?

****

TUHAN memang selalu memberikan yang terbaik untuk para hambanya, meskipun dengan cara yang berbeda-beda. Seperti Kinan sekarang, gadis yang tengah mencepol rambutnya itu terlihat sangat semangat menjalani pekerjaannya sebagai seorang pelayan. Kinan bersyukur karena ia terus di beri kesempatan oleh atasannya meskipun sering datang terlambat. Padahal Kinan selalu saja berpikir kalau ia akan di pecat, tetapi semua pikiran buruk itu tidak terjadi. Alhamdulillah, sampai sekarang ia masih bisa bekerja di restoran yang telah membantu memenuhi semua kebutuhannya selama ini.

Kinan menghembuskan napas gusar kala mengingat insiden di sekolah siang tadi. Dimana ia tidak sengaja menjatuhkan ponsel Nevan yang tidak bisa di bilang murah. Alhasil, Kinan mau tidak mau harus mengganti ponsel cowok itu. Ya, meskipun mengganti dengan ponsel android. Ah, tetap saja bagi Kinan itu beban. Melihat kondisi ekonominya yang pas-pasan.

Putri berdeham pelan kala mendapati Kinan tengah melamun, ia sudah hapal betul kalau Kinan sedang dalam masalah.

"Ada masalah, Nan?" tanya Putri membuat Kinan terkesiap.

Kinan mendengus, "Kebiasaan, deh. Ngangetin terus!" kesal Kinan seraya bersedekap.

Putri terkekeh pelan seraya menyelipkan beberapa helai rambutnya yang terlepas dari cepolan. Menilik Kinan lalu tersenyum.

"Padahal tadi gue udah berdeham, tapi lo gak denger kali."

Kinan menaikkan sebelah alisnya. "Emang? Kok gue gak denger apa-apa."

Putri mencibir. "Telinga lo bermasalah kayaknya."

Kinan berdecih. "Sialan!"

"Lo lagi ada masalah, ya?" terka Putri sok tahu.

Kinan menggeleng. "Nggak kok, Put," bohong Kinan.

Putri memutar bola mata malas. "Yaudah kalo nggak mau cerita. Mending sekarang lo anter pesanan itu ke meja nomor sepuluh di pinggir sebelah kanan." Putri menunjuk nampan yang sudah penuh dengan berbagai menu pesanan.

Kinan tersenyum seraya mengangguk setuju, tangannya pun beralih mengambil nampan itu lalu segera mengantarkannya.

Langkah Kinan seketika terhenti kala melihat Nevan beserta keluarganya tengah duduk berkumpul di meja pinggir sebelah kanan sana. Ia melihat Dara, Nevan dan dua orang pria yang sudah pasti papa dan kakak Nevan. Entah mengapa rasanya Kinan jadi malas untuk mengantarkan pesanan yang sudah ada di tangannya. Takut, kalau Nevan akan mengejeknya habis-habisan. Tunggu! Jadi kalau Kinan menerima tawaran Dara siang tadi ia akan ikut makan malam di tempatnya bekerja?

Kinan menghembuskan napas gusar. Meskipun malas tetapi Kinan harus profesional dalam bekerja, toh ia tidak memikirkan gengsi. Meski ia sempat terkejut dengan kehadiran Nevan.

Semoga Nevan gak bikin kesel. Kinan membatin seraya berjalan mendekati meja nomor sepuluh yang sudah di tepati Nevan.

"Ini pesanannya, selamat menikmati." Kinan mulai menyusun satu persatu makananya di atas meja.

"Kinan?" pekik Dara kaget.

Kinan hanya tersenyum tipis sebagai respons.

Nevan yang tengah sibuk dengan ponselnya pun mulai mendongkakan kepalanya. Detik itu juga Nevan mendelik kaget dengan mulut yang sedikit terbuka. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya berusaha yakin kalau yang ada di hadapannya benar-benar Kinan. Dan ... ternyata memang betul Kinan.

"Nenen? Lo—, aaw." Nevan meringis saat kepalanya di pukul keras oleh Navin.

Navin membelalak kala mendengar kata tabu dari adiknya itu. Lantas, dengan cepat ia langsung memukul puncak kepala Nevan. Masa bodoh dengan kekesalan adiknya itu. Navin sama sekali tidak peduli.

My Boyfriend Is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang