Mungkin kita hanya di takdirkan untuk bertemu, bukan bersama.
****
HUH, lihat saja senyum menjijikan itu. Dari kemarin siang hingga malam ini datang, laki-laki yang sialnya menyandang gelar sebagai adiknya itu terus saja melukis garis lengkung ke atas dengan gigi berjejer rapi. Bahkan dia tak sadar kalau satu keluarga tengah menatapnya dengan raut kebingungan.
"Biarin aja udah, bang. Adek kamu itu lagi gila," Dara berucap seraya menyusun makanan untuk makan malam, tak lupa di bantu oleh bi Tia.
"Navin juga jengah liatnya, Mi. Kayaknya ada yang nggak beres sama Nevan," sahut Navin pada Dara, matanya sesekali melirik sinis ke arah sang adik.
"Besok kita ajak Nevan gimana?" tawar Dara pada Navin membuat Nevan menoleh cepat.
"Kemana, Mi?" tanya Navin.
Wanita kepala dua itu tersenyum. "Ke RSJ! Mami khawatir adek kamu kena gangguan jiwa," ucap Dara dengan sadis.
Navin tergelak seraya mengangguk antusias. "Navin sangat setuju, Mi. Gimana, Van?" tanya Navin pada sang adik yang di balas tatapan tajam oleh cowok itu.
"Nggak bisakah kalian biarin liat Nevan seneng?" sebal Nevan.
"Ya habisnya lo jatuhnya kayak orang gila kalo gitu. Cerita makanya sama kita, iya nggak, Mi?" Navin melirik Dara seraya menaikan sebelah alisnya.
"Iya bener tuh! jadi, ada apa?" tanya Dara yang terlihat sangat penasaran.
Senyum di wajah Nevan kembali merekah, ia berdeham lalu berucap. "Nevan pacaran sama Kinan," ungkapnya.
"KOK BISA?" kompak Dara dan Navin.
"Ya bisalah, Nevan kan ganteng," ucap Nevan pongah.
Dara mengulum senyumnya. "Ini yang Mami tunggu-tunggu! Ah akhirnya,"
"Lo berarti punya hutang sama gue, Van," ujar Navin.
"Hutang apaan?" tanya Nevan dengan alis bertaut.
"Kan gara-gara gue suruh lo nembak Kinan jadinya lo pacaran sekarang, jadi! Lo harus belikan gue sepatu yang udah gue incer di mall." Navin menyeringai.
Nevan mencibir. "Iya, iya! Yang penting gue pacaran," senyum di wajah Nevan hilang ketika Alvis membuka suara.
"Jangan lupa sama masalah kamu, Nevan! Sampai kapan mau di hantui rasa bersalah? Mana orang suruhan kamu? Kenapa sampai sekarang tidak ada kabar! Apa harus Papi suruh orang kepercayaan Papi?" ujar Alvis yang sedari tadi diam menyimak.
Oh ayolah! Kenapa Alvis sangat menyebalkan sekali, tidak bisakah papinya itu mengerti perasaan Nevan yang tengah berbunga-bunga. Kalau sudah di ingatkan masalah itu ia jadi tidak bisa tersenyum lagi, terlalu mengerikan kalau untuk di ingat.
Nevan menghela napas, perasaannya jadi gelisah. "Iya, Pi. Nevan bakal berusaha meski sulit," ucapnya lirih.
"Papi bukan mau menghakimi kamu, Nevan. Tapi itu adalah tanggung jawab, kamu mengertikan maksud Papi?" tanya Alvis pada Nevan.
Cowok itu mengangguk. "Ngerti, Pi," jawabnya.
Dara yang merasa situasi sudah tak asik lagi pun lantas mulai mengalihkan pembicaraan ayah dan anak itu. "Udah! Udah! kita makan dulu, nanti ke buru dingin makanannya," ucap Dara.
Nevan menghela napas lagi, ia lantas meraih ponsel dan segera mengirimkan pesan pada Kinan. Hanya perempuan itu yang bisa membuat keaadaan hatinya membaik. Munafik kalau ia tidak jatuh hati pada perempuan sebaik Kinan. Untung saja saat ini hubungannya resmi menjadi sepasang kekasih. Nevan terkekeh, bayang-bayang saat ia mengejek Kinan kembali teringat. Pada akhirnya sepasang musuh berubah menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is My Enemy
Teen FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! (SELESAI DAN MASIH LENGKAP) Bagi Kinan, Nevan adalah musuh abadinya di muka bumi. Kinan membenci, Nevan pun membenci. Kinan merindukan Nevan pun ikut merindukan. Kinan menyinari dan Nevan mewarnai. Hari demi hari...