-BAGIAN TIGA PULUH TUJUH

487 42 7
                                    

Bukan sekadar suka, bukan pula sekadar cinta. Tetapi aku ingin secepatnya menjadi kita agar bisa bersama suka maupun duka.

****

"KINAN, tunggu!"

Perempuan dengan rambut di kucir pita berwarna biru itu menghentikan langkahnya kala seruan seseorang. Ia menghela napas lalu membalik badan.

"Kenapa sih, Lun?" tanya Kinan pada Luna. Perempuan berambut pendek itu mencebik seraya bersedekap.

"Lo mau kemana?" tanya Luna kepo. Pasalnya ini sedang jam istirahat tetapi Kinan malah berniat pergi.

"Gue ada urusan," sebenarnya bukan urusan penting, hanya menemui seorang cowok menyebalkan. Siapa lagi kalau bukan Nevan. Tadi, sekitar 20 menit yang lalu cowok itu mengirim pesan dan menyuruhnya ke halaman belakang sekolah seorang diri.

"Urusan apaan, Nan?" timpal Naya yang baru saja selesai membereskan buku-bukunya.

"Lo nggak mau kasih tau kita nih, Nan?" ujar Luna.

"MINGGIR! MINGGIR! ANAK PERAWAN PAMALI DI DEPAN PINTU," Afan, sang ketua kelas merentangkan tangannya seraya berseru kencang.

"Ish! Lo bisa nggak si gak usah teriak! Berisik!" sewot Luna.

"Yee siapa suruh gosip di depan pintu kelas. Halangin jalan gue aja," ucap Afan tak mau kalah.

"Sok tau banget lo! Siapa yang gosip?" giliran Naya berucap.

"Siapa lagi? Ya lo padalah," Afan memasukan ponselnya ke saku, cowok itu berucap lalu segera pergi.

"DASAR KETUA KELAS GEBLEK! KERJAAN LO AJA MAIN GAME TERUS!!!" teriak Luna bersungut-sungut.

"Udah! Udah! Gue duluan ya, lo berdua ke kantin aja sana. Bye...." Pamit Kinan meninggalkan kedua temannya yang sudah misuh-misuh.

"Si Kinan mau kemana sih? Tumben banget nggak ngasih tau kita," tanya Luna pada Naya.

"Nggak tau, paling ke perpus," jawab Naya.

"Ngapain masih mikirin tuh cewek centil sih," Naya dan Luna kompak menoleh, mendapati Shira yang entah dari kapan berdiri di belakang keduanya.

"Maksud lo siapa centil?!" tanya Luna pada Shira.

Cewek dengan seragam ketat itu mengedikan bahunya. "Siapa lagi kalo bukan, Kinan," ucapnya sebal.

"Eh kurang ajar banget lo ngatain Kinan centil!" sengit Luna.

"Kenyataannya gitu, buktinya dia deketin cowok gue," ucap Shira dengan tangan di atas dada.

"Cowok lo? Nevan maksudnya," sambung Naya.

Shira mengangguk. "Iyalah, Nevan."

"Lah? Ngaca woi! Bukannya elo yang udah mutusin Nevan? Idih najis, jadi ini alasan lo ngatain Kinan centil?" Luna geleng-geleng kepala.

"Jangan halu, Shir!" cibir Naya yang di sambut gelak tawa oleh Luna.

"Yaudah yuk, Nay. Kita pergi aja," Luna menarik tangan Naya, meninggalkan Shira yang sudah menekuk wajahnya.

Cewek itu tersenyum sinis, melangkahkan kaki berniat mengikuti Kinan yang tadi berjalan pergi ke arah belakang sekolah. Ia benar-benar penasaran ke mana perginya Kinan saat jam istirahat begini.

🌈☀🌈

Laki-laki berwajah tampan serta kulit putih bersih itu bergerak gelisah. Ia duduk seraya memangku kedua lengannya. Setelah bel istirahat berbunyi cowok itu langsung bergegas menuju halaman belakang sekolah. Nevan, cowok itu benar-benar menunggu kehadiran Kinan. Hari ini, ia akan menyatakan perasaannya. Tidak peduli dengan bentuk tubuh Kinan, meski rata, ia tetap mencintai perempuan itu.

My Boyfriend Is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang