Aku khawatir kalau rasa nyaman datang tanpa di undang.
****
ENTAH angin apa yang membawa Nevan dan Kinan untuk membolos dan pergi ke kedai es krim yang tak jauh dari sekolah mereka. Awalnya Kinan menolak keras untuk di ajak bolos oleh Nevan, tapi mau gimana lagi? Semuanya sudah telanjur.
"Enak kan bolos bareng gue." Ucap Nevan seraya menaik turunkan kedua alisnya membuat Kinan berdecih.
"Sesuatu yang di paksakan itu nggak enak!" tajam Kinan seraya memasukan sendok es krim ke-dalam mulutnya.
Nevan mencibir, ia sedikit kesal dengan Kinan yang tidak mau jujur. Padahal ia yakin bahwa Kinan senang karena ia sudah mentraktirnya es krim.
Nevan berdeham pelan, "Nen, kenapa sih lo selalu menggagalkan rencana bolos gue? Kan gue jadi kesel sendiri sama lo."
Kinan mengangkat kepalanya, menatap Nevan dengan sorot mata tajam. "Lo denger ya cowok idiot! Bolos sekolah itu nggak ada untungnya sama sekali! Orang tua lo susah payah nyari uang demi biaya sekolah lo! Dan kalo elo seenaknya begini, kasihan sama nyokap-bokap lo yang udah bekerja keras!" nasihat Kinan penuh penekanan disetiap kalimatnya.
Kinan benar-benar jengkel dengan pertanyaan Nevan, apa cowok itu tidak berpikir dua kali kalau mau membolos? Apa gunanya sekolah kalau untuk main-main tidak jelas? Sekolah itu pakai uang, dan mencari uang itu tidak mudah. Makanya Kinan kesal kalau ada orang yang seenaknya.
Nevan meneguk salivanya susah payah, ia kan hanya bertanya biasa saja. Lantas mengapa Kinan terlihat begitu kesal?
"Nen, lo kok jadi kesel gitu sama gue? Kan gue cuma nanya, abisnya lo nyebelin sih."
"Lo sialan!" tajam Kinan membuat Nevan mendelik.
"Astagfirullah, Nen. Istigfar! Nggak boleh kayak gitu. Ih kasar," ucap Nevan mendramatis.
Kinan menghela napas panjang, sepertinya enak kalau ia menghajar wajah tampan Nevan hingga menyisakan lebam. Ah tapi itu tidak mungkin.
"Lo punya otak gak? Bolos itu sama aja buang-buang uang bego," ucap Kinan tak santai.
"Jadi? Ini alasan lo yang selalu menggagalkan rencana bolos gue?"
Kinan mengangkat kedua bahunya acuh.
Nevan mencebik. "Asal lo tau ya, Nen. Uang bokap gue nggak akan habis tujuh turunan. Gue ini orang kaya kalo elo mau tau," sombong Nevan.
Kinan menghela napasnya pelan, "Lo gak tau kan seberapa susah bokap lo nyari uang?" tanya Kinan datar.
"Yaelah, Nen. Bokap gue itu pemegang saham terbesar. Jadi, fine-fine aja."
"Terserah lo! Mungkin lo gak tau seberapa susahnya usaha bokap lo nyari uang. Mau apapun pekerjaannya, yang jelas, nyari uang banyak itu gak gampang."
Entahlah, rasanya Kinan sangat kesal dengan Nevan. Prihal uang, itu sangat sulit untuk di dapat. Tapi dengan mudahnya Nevan berbicara seperti barusan. Kinan begini karena ia sendiri merasakan bagaimana sulitnya mencari uang untuk semua kebutuhannya.
Nevan mendesah pelan, mengapa ia jadi mempermasalahkan soal uang? Niatnya mengajak Kinan bolos kan bertujuan untuk senang-senang, bukan malah adu bacot seperti ini. Ah, mungkin memang sudah kebiasaan Kinan dan Nevan yang tidak pernah akur.
"Lupain masalah uang! Selagi uang gue banyak, gue akan terus bersenang-senang." Putus Nevan.
Kinan menyinggungkan senyum sinisnya. "Jangan pernah merasa diri lo paling wah dari yang lain. Jangan bangga akan banyaknya harta yang lo punya, mungkin sesekali lo harus tau, kalo mencari uang butuh tenaga, otak dan pikiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is My Enemy
Teen FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! (SELESAI DAN MASIH LENGKAP) Bagi Kinan, Nevan adalah musuh abadinya di muka bumi. Kinan membenci, Nevan pun membenci. Kinan merindukan Nevan pun ikut merindukan. Kinan menyinari dan Nevan mewarnai. Hari demi hari...