Aku tidak peduli meski kamu pernah menjadi masa laluku, yang aku pikirkan kini hanya masa depanku.
****
SUASANA ramai kantin seakan tidak berpengaruh bagi perempuan yang tengah duduk sendiri seraya menopang dagu, perempuan yang memakai jepitan pita itu bahkan tidak berkedip sama sekali ketika melihat Kinan dan Luna yang asik bercanda. Sampai suara seseorang menyadarkannya.
"Nyesel ya?" Naya terkesiap saat seorang cowok tiba-tiba duduk sambil membawa minuman dingin di tangannya.
"Ngapain lo di sini?" ketus Naya pada cowok yang duduk di sampingnya.
Di taruhnya minuman dingin itu di atas meja seraya menyodorkannya pada Naya. "Minum, biar otak lo adem."
Berdecak, perempuan itu merasa risi dengan kehadiran Afan. Sang ketua kelas tidak benar menurutnya. "Gue nggak butuh minuman, lo!"
"Kadang manusia itu egois dan terlalu bodoh ya? Meninggalkan orang yang baik demi obsesi semata yang bahkan nggak jelas kemana arahnya. Ujung-ujungnya menyesal, huh...."
Kening Naya mengernyit tidak suka mendengar penuturan Afan. "Lo nyindir gue?!"
"Memang lo merasa tersindir?!" Afan balik bertanya.
"Gue nggak pernah nyesel atas apa yang gue lakukan sama Kinan," ucapnya dengan pandangan menatap Kinan di ujung sana. "Dia terlalu munafik! Gue nggak suka, gue benci! Kenapa dengan mudahnya dia bisa dapetin Nevan," terkekeh sinis, perempuan itu bahkan sama sekali tidak mempunyai rasa bersalah.
"Nggak semua yang lo mau bisa lo dapatkan, Nay. Mereka berdua itu memang di takdirkan bersama, bukan karena munafik seperti apa yang lo bilang. Jangan mempunyai persepsi yang nantinya buat lo menyesal." Lama-lama Naya jadi sebal sendiri dengan Afan. Untuk apa cowok itu ikut campur urusannya?
"Gue nggak butuh nasihat lo!" sarkas Naya.
"Gue nggak nasihatin lo, gue cuma bilang supaya lo sadar. Lagian lo mikir nggak sih? Yang tadinya lo punya sahabat buat canda tawa sekarang nggak lagi karena ulah lo sendiri." Afan terus saja berbicara membahas kesalahan yang sudah Naya perbuat.
"Gue nggak butuh temen! Udah deh, lo ngapain sih ke sini. Pergi sana," usirnya.
"Gue ke sini cuman mau menemani orang yang gue suka," kata Afan dengan entangnya membuat Naya mendelik tajam.
"Tapi gue sadar, apa yang gue mau nggak selamanya gue dapatkan. Jadi, berteman aja udah cukup 'kan?" lanjutnya seraya tersenyum.
"Gue nggak suka sama lo! Gue juga udah nggak suka sama Nevan! Dan gue nggak mau lagi kembali temenan sama Kinan ataupun Luna."
"Karena gengsi?" tebak Afan.
"Bukan urusan lo!" duh, ingin rasanya ia menendang cowok ini dari hadapannya.
"LO GILA?" suara pekikan yang cukup keras itu berhasil membuat atensi Naya dan Afan tertuju pada perempuan berambut pendek di meja ujung sana.
"Udah, Lun. Gapapa," ucap Kinan melerai perdebatan antara sahabatnya dengan Shira.
"Gapapa gimana? Baju seragam lo jadi kotor gitu, Kinan!" geram Luna bersungut marah.
Perempuan dengan rambut tergerai itu menghela napas berat, sebisa mungkin ia menahan emosinya kala Shira berulah. Bagaimana tidak? Perempuan itu dengan sengaja menumpahkan jus buah naga pada kemeja sekolahnya hingga menyisakan noda merah keunguan. Kinan khawatir kalau noda hasil perbuatan Shira ini tidak hilang.
"Bisa nggak si lo jangan berulah?! Norak cara lo tau gak sih!" Luna terus saja mengoceh marah pada cewek berbodi semok itu.
"Gue nggak sengaja, ya! Kok lo yang sewot gitu sih," sahut Shira.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is My Enemy
Teen FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! (SELESAI DAN MASIH LENGKAP) Bagi Kinan, Nevan adalah musuh abadinya di muka bumi. Kinan membenci, Nevan pun membenci. Kinan merindukan Nevan pun ikut merindukan. Kinan menyinari dan Nevan mewarnai. Hari demi hari...