-BAGIAN TUJUH

707 56 4
                                    

Kadang masalah kecil saja bisa membuat hidup tidak tenang, apalagi masalah besar yang terus datang menghantui?

****

HUJAN turun dengan derasnya membuat Kinan mendesah panjang, jika ia tahu akan turun hujan mungkin ia akan segera bergegas pulang tanpa mengobrol dulu dengan Naya dan Luna. Berteduh di tepi halte membuat Kinan sedikit kesal karena banyak pasang mata yang terang-terangan memperhatikannya. Padahal tidak ada yang istimewa dengan dirinya, lantas apa yang membuat mereka memperhatikannya?

Tangan Kinan terulur untuk merasakan butiran air yang jatuh dari langit, Kinan tersenyum tipis, mungkin sebagian orang akan menangis di bawah derasnya hujan untuk meringankan beban pikiran. Tapi, tidak bagi Kinan, ia sudah iklas dengan kepergian kedua orang tuanya, Kinan pun berusaha menerima takdir hidupnya saat ini. Meskipun masih saja ada rasa sedih kala di tinggal oleh Gibran, Kinan merasa hidupnya suram tanpa Gibran. Karena selama ia mempunyai masalah, Gibran-lah yang selalu ada untuk mendengar keluh kesahnya.

"Awas kesambet."

Refleks, Kinan menoleh pada suara yang tiba-tiba muncul, ia mendelikan matanya kala melihat Farhan yang kini tengah berdiri di sampingnya.

"Elo? Ngapain?" heran Kinan.

Farhan tersenyum, "Berteduh," jawab Farhan seadanya.

Kinan memutar bola mata malas seraya berdecak pelan, "Lo bawa mobil terus mau berteduh disini?" sindir Kinan seraya melirik mobil Farhan.

Farhan menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali. "Tujuan gue bukan itu, sih. Tadi gak sengaja liat lo disini, terus gue samperin deh." Terang Farhan. Mungkin ini kesempatan ia untuk mendekati Kinan.

"Han," seru Kinan membuat Farhan menoleh dan menatapnya.

"Iya, Nan?"

"Ada yang salah gak sih sama diri gue?" tanya Kinan membuat Farhan mengernyit bingung.

"Maksud lo?" Farhan sama sekali tidak paham dengan pertanyaan Kinan, atau otaknya yang salah?

Kinan mendesah pelan, "Gue tanya sama lo! Ada yang salah gak sih sama diri gue? Soalnya sedari tadi ada aja beberapa pasang mata yang ngeliatin gue."

Ah, Farhan baru konek sekarang, lagi pula salah Kinan yang asal melempar pertanyaan. Sudah tahu otaknya standar dalam mencerna sesuatu yang sulit untuk di mengerti.

Farhan menaikan sebelah alisnya, ia mencoba mencari kesalahan pada diri Kinan. Tapi sepertinya tidak ada, ia rasa Kinan sudah mendekati kata sempurna, rambut panjang yang sengaja di urai, kulit putih bersih, bibir tipis serta hidung mancung membuat Kinan terlihat cantik di mata Farhan. Meskipun Kinan tidak semok seperti apa yang di katakan Nevan. Lagi pula ia sama sekali tidak peduli akan hal itu.

"Woi Han!" sentak Kinan membuat cowok itu terlonjak kaget.

"Eh iya, Nan?"

Kinan mendesis, "Gue kan nanya, bukan malah ngeliatin."

"Iya, Iya maaf. Lagian pertanyaan lo aneh si."

"Kok aneh?" heran Kinan.

"Iyalah aneh, gak ada yang salah kok sama diri lo, kenapa nanya kayak gitu? Perihal orang yang ngeliatin lo, ya mungkin karena lo cantik."

"Ah iya mungkin," ucap Kinan disertai kekehan kecil.

Hening, tidak ada lagi percakapan dari keduanya. Kinan tengah berpikir keras bagaimana caranya ia sampai ke-restoran tepat waktu. Ah menyebalkan! Ia tidak mau lagi terkena teguran, itu sangat tidak baik baginya.

My Boyfriend Is My EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang