Menjadi orang baik saja masih banyak yang tidak suka, apalagi menjadi jahat?
Jadilah baik meski orang di sekitarmu bersikap buruk.****
BEL istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu, Luna dan Naya pun sudah pergi menuju kantin demi mengisi perutnya yang keroncongan. Perempuan dengan rambut panjang yang tengah membereskan buku-buku itu mulai menghela napas. Tadi pagi seperti biasa ia selalu mendapatkan ancaman dalam bentuk kertas yang berisi tulisan mengerikan. Kinan mulai jengah, ia sampai tidak mood untuk pergi ke kantin bersama dua temannya.
Di tumpuknya kedua lengan di atas meja lalu mulai meletakan kepalanya dalam posisi miring. Ia tidak ingin ke kantin. Ia hanya ingin hidup dengan tenang apa tidak bisa? Memejamkan mata, lebih baik ia tidur saja dari pada terus-terusan memikirkan masalah teror itu.
"Kinan," perempuan itu terkesiap dan langsung mendongkak, keningnya bergelombang ketika sosok laki-laki berambut sedikit ikal itu berdiri di sampingnya.
"Afan? Ngapain lo di sini?" Kinan bertanya bingung. Ia celingak-celinguk, tidak ada siapapun di kelas selain dirinya dan sang ketua kelas.
"Lo nggak ke kantin, Nan?" tanya Afan seraya mendudukan bokongnya di bangku depan Kinan.
"Nggak," jawab Kinan sekenanya.
"Kenapa?"
Berdecak, perempuan itu merasa aneh dengan sikap Afan yang tidak seperti biasanya.
"Males aja, nggak mood gue."
"Pasti karena surat yang lo baca tadi pagi, ya? Selembar kertas yang selalu buat lo kepikiran? Yang isinya ujaran kebencian?" Kinan sontak menatap Afan dengan raut wajah serius serta alis yang bertaut. Bagaimana ketua kelasnya ini bisa tahu?
"Lo—,"
"Gue ... gue tahu, Nan." Afan menginterupsi. Cowok itu terlihat sangat serius sekarang.
Kinan menggeleng pelan, pikirannya mulai bercabang kemana-mana. Ia berasumsi kalau Afan lah yang memberikan kertas-kertas mengerikan itu.
"Jangan bilang ... lo pelakunya?" dengan jantung yang sudah berdetak kencang Kinan berucap.
"Bukan! Tapi gue tahu siapa orangnya," lama-lama Afan tidak tega melihat Kinan yang belakangan ini selalu murung. Jadi, ia memutuskan untuk memberitahu saja siapa pelakunya selama ini.
"Si-siapa?"
Sesaat cowok itu mengembuskan napas. "Nan, selama ini gue tahu siapa orang yang sudah naruh kertas lipatan di dalam tas lo, di atas meja lo, bahkah kala di perpustakaan. Gue tau, Nan! Gue tau!"
"Kalau lo tau! Kenapa nggak pernah bilang gue, Fan? Kenapa saat gue tanya lo malah jawab nggak tahu? Maksud lo apa?" meski emosi Kinan sebisa mungkin meredamnya. Ia tidak ingin keluar batasan meski hatinya kesal dan marah.
"Gue pikir itu bukan urusan gue, Nan."
"Jadi siapa?!" ia tidak suka bertele-tele. Rasa penasarannya sudah kelewat batas.
"Orang itu temen lo! Dia ... Naya," ungkap Afan akhirnya.
"Selama ini gue diem karena gue suka sama Naya, Nan. Gue nggak mau dia di hakimi sama lo ataupun yang lainnya karena perbuatan dia. Naya emang keterlaluan, maka dari itu gue bilang sama lo. Maaf gue baru jujur kalo selama ini gue tau," lanjutnya bersamaan dengan hembusan napas panjang.
Perempuan itu terkekeh sinis seraya menggeleng. Lelucon macam apa ini? Jadi selama ini ia di bodohi oleh temannya sendiri? Ah, harusnya dari awal ia sadar kalau selama ini sikap Naya memang aneh dan janggal. Tapi apa maksud Naya melakukan semua ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is My Enemy
Teen FictionWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!!! (SELESAI DAN MASIH LENGKAP) Bagi Kinan, Nevan adalah musuh abadinya di muka bumi. Kinan membenci, Nevan pun membenci. Kinan merindukan Nevan pun ikut merindukan. Kinan menyinari dan Nevan mewarnai. Hari demi hari...