94. 开直升机放羊 - Menggembala Domba Dengan Helikopter

2.8K 169 17
                                    

Malam itu lagi-lagi tidak bisa tidur.

Di pagi hari, ketika Gu Weiting akan mencuci muka, terdengar langkah kaki yang kuat datang.

Tanpa harus menoleh, dia sudah tahu siapa yang datang.

Dia tidak menyangka kalau Gu Hai bisa menahan amarahnya, sehingga anaknya itu baru datang menemuinya sekarang.

"Apa yang ayah katakan kepada Yinzi?".

Gu Weiting membenci nada bicara Gu Hai yang bertanya tanpa basa-basi, meskipun dia sudah tua dan hanya bisa berbaring di tempat tidur, seharusnya dia tidak boleh berbicara dengan nada seperti itu.

"Hanya mengatakan kalau ayah tidak setuju dengan hubungan kalian". Nada bicara Gu Weiting sangat jelas.

Gu Hai menggigil, "Kenapa?".

"Kenapa?". ​​Gu Weiting membasuh mukanya dan berkata dengan ringan, "Jika kamu bisa memberiku cucu, ayah akan langsung menerimanya".

Gu Hai mengepalkan tangannya dengan erat hingga bergetar tak terkendali, setelah lama menahannya, akhirnya kini meledak.

"Mulai besok, aku akan menggiring wanita dan memberimu seratus delapan puluh dalam waktu setahun! Kemudian aku akan menghilang di bawah kelopak matamu yang gelap!".

Sembilan tahun sudah berlalu, Gu Weiting mengira kalau Gu Hai sudah melewati masa berteriak kepadanya, tetapi kedewasaan itu tidak bisa diukur oleh usia, melainkan pengalaman.

Alasan mengapa Gu Hai tetap tenang bukan karena pikirannya sudah matang, hanya saja dia masih punya kesabaran.

Begitu kesabarannya sudah habis, dia akan segera merobek topeng kemunafikannya dan meneruskan perangnya, terlepas dari identitas ayahnya atau orang yang sudah merawatnya dengan baik selama bertahun-tahun.

Setelah menyadari hal ini, kata-kata Gu Weiting bahkan lebih tanpa ampun.

"Tenang saja, jangankan seratus delapan puluh, kamu punya satu saja, aku, Gu Weiting tidak akan memandangmu lagi".

Ada tersirat keputusasaan dalam mata Gu Haiting, bukan karena Gu Weiting yang tidak mau mengerti, melainkan dia merasa kebahagiaan anaknya begitu rendah di mata ayahnya.

"Dia sudah mengorbankan delapan tahun masa mudanya untukku, dia juga sudah rela kehilangan orang yang dicintainya, lalu sekarang apa yang kamu berikan untukku? Mencampakkan wanita yang telah kamu kecewakan selama lebih dari sepuluh tahun? Membayarnya dengan pernikahan yang menjijikkan itu? Jika kamu pikir kalau kamu telah memberiku kehidupan dan mendukung aku lebih dari sepuluh tahun itu adalah bentuk cinta yang tanpa pamrih, aku akan menggantinya, bahkan lebih. Aku juga bisa memperlakukanmu bagaimana rasanya dicampakkan selama lebih dari sepuluh tahun, masuk panti jompo, bayar, selesai!".

"Di matamu, aku bukan orang yang memiliki darah dan daging, bukan orang yang punya kehidupan utuh, aku hanyalah barang koleksi pribadimu. Kamu bisa meninggalkan keluarga demi mengejar mimpi di masa muda dan kuat, sementara aku tidak bisa menjalani hidupku, kemudian setelah mimpimu tercapai, kamu menikahi orang yang kamu cintai, kemudian kamu membiarkan anakmu berkeliaran di luar, tapi tidak bisa bersama dengan orang yang aku cintai...".

"Di matamu, semua yang kamu lakukan itu masuk akal, tapi apa yang aku lakukan itu semua salah".

"Terus terang, perlakuanmu sebagai ayah, itu hanya kedok belaka! Kau melakukan semua itu hanya mengatasnamakan hak sebagai ayah! Aku dipukul, aku dimarahi, aku terima. Siapa yang menginginkan aku jadi anakmu? Siapa yang memberi aku kehidupan?".

"Apa dia berutang kepadamu? Mengapa dia sampai lari ke medan perang, untuk menstabilkan posisimu? Untuk alasan apa dia rela mengorbankan hidupnya? Untuk apa dia menjaga kehormatannya, untuk mempertahankan reputasimu? Dia itu anak orang lain! Dia tidak makan dari keluarga Gu! Dia tidak ingin apa-apa dari keluarga Gu! Jika dia ingin aku, Gu Hai, mengkhianati orang yang aku cintai (keluarga Gu), maka hanya dengan satu kalimat, aku akan ikut dengannya!".

KECANDUAN 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang