Di Atas Delapan Lima.

193 30 1
                                    

Sebulan sejak acara ulang tahun sekaligus lamaran yang tidak diharapkan, Keysa menjadi seseorang yang tertutup. Ia hanya pergi ke sekolah dan segera pulang saat sudah selesai. Mengurung diri di dalam kamar dengan buku-buku dan keluar saat Ny. Febby pulang.

Keysa masih sering berkomunikasi dengan Galava. Walau tak setiap hari karena kesibukan laki-laki yang masih menyandang status sebagai tunangannya. Begitupun dengan Albivaran. Setiap malam, Keysa akan membaca bukunya minimal satu jam sebelum tidur.

Dua bulan setelahnya, Keysa kian menarik diri dari lingkungan sosial. Dan seminggu ke depan, Sekolah Galanegara akan mengadakan ujian untuk semester ganjil.

Malam ini, Keysa kembali belajar seperti sebelum-sebelumnya. Ia begitu serius membaca bahkan menjawab soal yang ada di internet. Sesekali ia menghela napas, menidurkan kepala sebentar lalu kembali belajar.

Jam yang menunjukkan pukul 22:23 tidak membuatnya sadar untuk waktu tidurnya. Lingkaran hitam mulai terlihat pada sekitar mata. Kantung mata yang juga kian membesar dan pipi yang mulai perlahan menirus.

Keysa menghentikan goresan pena dan menjatuhkan di atas buku. Ia menyandarkan diri pada sandaran kursi belajar dan menghela napas lagi. Matanya perlahan terpejam, tetapi segera terbuka lagi lebih lebar. Kembali ia memegang pena dan menggores di atas kertas bukunya.

Tes.

Satu tetes darah berhasil jatuh turun mengotori kertasnya. Keysa segera meraih tisu dan menahan hidungnya. Kepalanya ikut terasa sakit, ia memijit pelipis dan memukul bahunya dengan pelan.

Tok, tok, tok.

"Keysa belum tidur, Sayang?"

Keysa menoleh pada pintu mendengar ketukan itu. "Sebentar lagi," ucapnya menjawab.

"Mommy boleh masuk?"

Melap hidungnya dengar kasar, Keysa memastikan tidak ada darah lagi yang keluar dan membuang tisu. Ia segera berlari membuka pintu menampakkan wanita berdiri di depannya.

Ny. Febby tersenyum, menarik tangan Keysa dengan lembut. "Tidur bareng mommy ya."

Keysa mengerjap sebentar, lalu menatap meja belajarnya. "Keysa belum selesai belajar."

"Semalam ini?" tanya Ny. Febby terlihat gelisah. "Nanti kalau Keysa mimisan lagi gimana? Dokter 'kan udah bilang jangan terlalu dipaksa."

Keysa menggeleng dengan senyum kecil. "Keysa mau dapat nilai di atas delapan lima biar bisa ketemu Kayvi," ucapnya dengan senyum yang lebar saat menyebut nama itu.

"Keysa, mommy udah bilang Keysa boleh ketemu Kayvi walaupun nilainya di bawah delapan."

"Iyaa, tapi Keysa mau buat mommy bangga kalau terima raport Keysa nanti," ucap Keysa memaksakan senyumnya.

"Berapa kali harus mommy bilang kalau mommy bangga sama kamu, Sayang?" tanya Ny. Febby dengan suara pelan. "Kamu gak pernah kecewain mommy."

Keysa menggeleng dan melepaskan genggaman Ny. Febby. "Mommy tidur duluan aja, Keysa belajar sebentar lagi."

"Key—"

"Keysa gapapa kok, beneran. Nanti kalau kepala Keysa udah sakit, baru berhenti."

Ny. Febby akhirnya mengangguk. "Jangan terlalu dipaksa ya, Sayang."

Keysa mengangguk dengan senyum. "Good Night, Mommy," ucapnya lalu menutup pintu.

Kembali ke meja belajar, Keysa meremukkan kertas yang terkena noda darah. Ia mengambil tisu dari tempat sampah dan menaruhnya di bawah kasur. Pergerakannya yang cukup cepat membuat kepalanya kembali berdenyut sakit.

Fam(ily)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang