PMS

286 40 29
                                    

Kayvi menarik bangku kantin dan duduk di meja. Di sana sudah ada Albi dan Galava yang menunggu dengan buku masing-masing di tangan. 

Albi menatap Kayvi dengan heran. "Kenapa lo?"

Galava ikut menatap Kayvi dengan heran. "Keysa mana?"

"Astaga Kak Galak, lo tanyain keadaan gue dong. Lo liat nih, muka ganteng gue bonyok karena Keysa ngamuk."

"Ngamuk?!" ulang Galava tak santai

"Iya, tuh anak lagi PMS kali. Gak mau ketemu sama gue," gerutu Kayvi kesal. 

Galava berdiri.

"Mau ke mana?" tanya Albi.

"Ke kelas Keysa." Galava langsung pergi menuju stand makanan.

Beli snack dan minuman. Setelahnya, langsung pergi ke kelas Keysa. Galava selalu gerak cepat masalah Keysa. Banyak yang menyapa, tetapi ia terlihat tidak peduli.

"Eh, Galava, tunggu dulu."

Galava mendesah malas menatap gurunya itu. "Apa Bu?!"

"Ibu mau ngomong sesuatu, ikut ibu sekarang." Guru itu berbalik berjalan menuju kantor guru.

Galava tak peduli malah berbelok menaiki tangga.

"GALAVA!!!"

Galava memekakan telinganya tak peduli dengan teriakan itu. Masuk ke kelas Keysa, duduk di samping gadis itu.

Keysa tampak terkejut melihat keberadaan Galava. "Kak Galak?"

Galava tersenyum. "Keysa kenapa? Kok berantakan gini?" Ia meletakkan bungkus makanan di atas meja.

Irene dan Stavy langsung rebutan snack yang seharusnya buat Keysa.

Galava sendiri sudah sibuk dengan Keysa.

Sibuk memperbaiki rambut gadis itu.

Keysa membelakangi Galava yang berdiri menyisir rambutnya, lalu diikat. Ia ditarik lagi menghadap ke depan lalu Galava memperbaiki anak rambut Keysa. Setelah itu, Galava memperbaiki seragam Keysa.

Keysa hanya pasrah duduk di tempatnya.

Bodo amat sama bisik-bisik tetangga.

Stavy dan Irene juga hanya diam menonton Galava dan Keysa sembari memakan snack.

"Stav, Lo tau gak—"

"Enggak," sela Stavy.

"Gue belom ngomong, anjir," kesal Irene hampir melayangkan pukulan.

"Yaudah lanjut."

"Gue tuh kadang mikir."

"Emang lo punya otak?" tanya Stavy menghabiskan satu snack dan membuka yang lain.

"Iya juga ya, emang gue punya otak?"

Stavy menggelengkan kepala melihat sahabatnya itu.

"Tapi ya, gue tuh iri sama si Keysa."

"Gue juga," sahut Stavy

"Lo tau gak—"

"Enggak," sela Stavy lagi.

"Bisa jangan dipotong gak sih?!" kesal Irene benar-benar memukul lengan Stavy.

Stavy nyengir kuda, mempersilakan Irene bicara lagi.

"Gue tuh dulu pinter."

Stavy menggeleng miris. "Dosa lo udah banyak Rene, jangan sering-sering bohong."

Fam(ily)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang